December 13, 2018

Postcrossing: Direct Swap #2

Lanjutan dari koleksi kartu pos hasil direct swap sebelumnya, kali ini aku memajang 4 kartu yang unik-unik. Unik baik dari segi fisiknya maupun dari cerita di baliknya, hehehe.

*

  • 3. Kiev-Pechersk Lavra. 18 Oktober-7 November 2018. Nikolay (psychedelic
Pertama kali 'bertemu' Nikolay di Postcrossing, kalau tak salah... dari recent sent postcards. Jadi aku melihat salah satu kartu yang dikirimnya terpampang di halaman depan situs Postcrossing. Karena kartu itu begitu cantik, aku langsung meng-klik untuk dijadikan 'Favorites'. Ternyata Nikolay juga newbie dan menerima direct swap. Langsung deh aku kirim pesan ajakan swap. Melihat kartu-kartu kiriman si Nikolay, aku jadi semakin pengen mengunjungi Ukraina khususnya Kiev.

Aerial view on the Complex of Upper Lavra

Berikut ini tulisan Nikolay tentang kartu posnya: 
On my postcard there is a view of the Kiev-Pechersk Lavra, the oldest temple in Kiev, which is almost 1.000 years old. It was founded by our prince Yaroslav Mudryy. Lavra (is) on the list of UNESCO.
*

December 08, 2018

Istana, Taman, dan Museum - England-Ireland Trip Pt. 2

Hari ini jelajah kota London akan kami lakukan lebih komprehensif lagi, toh sudah istirahat nyenyak semalam di kamar Hotel Langham yang super nyaman. Destinasi kami hari Minggu ini adalah Istana Buckingham, Istana Kensington, Taman Hyde, Museum Sherlock Holmes, dan Museum British. Untuk menuju ke tempat-tempat ini kami banyak berjalan kaki. Asyik banget deh jalan-jalan di London, rasa capeknya terkalahkan oleh rasa bahagia ketika melihat sudut-sudut kota yang cantik.

Istana Buckingham ramai pengunjung

November 05, 2018

My Mother's Happiness is My Ultimate Purpose

Travelling itu bikin candu. Sejak pertama kali 'mengenal' tiket promo di tahun 2014, aku putuskan untuk harus rutin travelling setiap tahun, baik di dalam maupun luar negeri. Demi niat teguh ini, aku pun merelakan potongan budget hura-hura ke bioskop atau kafe cantik, bahkan menahan diri untuk nggak beli baju lucu di online shop; sebagai gantinya, tabunganku terus mengembung untuk jadi modal travelling. Nggak apa-apa lah dibilang "kuper" atau "anak rumahan", asalkan aku bisa terus melihat daerah dan negara baru, dengan keindahannya yang memukau.

Namun, beberapa kali travelling bersama teman-teman atau sendiri, aku jadi merenung, “Kapan ngajak orang tua untuk merasakan kekaguman yang sama ketika melihat dunia luar?” Akhirnya kuputuskan, setiap tahun aku harus mengajak si Mama, orang tua tunggalku, untuk travelling berdua. Pokoknya beliau jadi prioritasku. Travelling with purpose bagiku adalah melihat wajah bahagia Mama saat kuajak ke tempat-tempat eksotis yang selama ini hanya dilihatnya lewat layar kaca atau, seperti celotehan Mama, di gambar kalender! Pokoknya… her happiness is my ultimate purpose.

Awal musim semi tahun 2018 ini, aku mengajak Mama keliling Prancis, Belanda, dan Finlandia. Wah, persiapannya riuh sekali: mulai dari menyiapkan visa hingga memborong jaket dan mantel supertebal, maklum kami besar dan lahir di kota pinggir pantai, jadi paling nggak kuat sama udara dingin.

Sukacita adalah ketika melihat Mama tersenyum bahagia 💖


November 01, 2018

Postcrossing: Direct Swap #1


Kemarin aku sudah membahas tentang Postcrossing dan obsesiku yang cukup mendalam kepadanya #tsah Postcrossing juga memiliki fitur lain yang bisa digunakan untuk langsung bertukar kartu pos, alias tidak ditentukan by system. Namanya "Direct Swap". Caranya, cukup membuka profil pengguna yang kita inginkan, lalu kirimkan dia pesan berisi ajakan direct swap. Mudah? Banget! Aku aja udah 3 kali melakukan direct swap ini.

Normalnya, kalau kita menerima kartu pos, kita harus segera meregistrasikan nomor ID yang tertera di belakangnya agar si Pengirim tahu bahwa kartunya sudah sampai. Tapi kalau pakai direct swap, kita tidak menerima ID kartu pos sehingga kartu yang kita kirim/terima tidak terlacak oleh sistem Postcrossing, dan akhirnya tidak akan terpajang di profil kita. 

Sekelumit penjelasan di atas sebenarnya hanya menjadi pembuka bagiku untuk menjelaskan kenapa ada blogpost satu ini, hahaha. Aku akan meng-upload foto-foto kartu pos yang kuterima via direct swap di blog ini agar kenangannya abadi. Maklum... anaknya pelupa. 

Udah sih gitu aja. Hahaha.

----------------------------------------

  • 1. Fuji-san covered in snow. 18-28 September 2018. Megumi-san (loveusagi) 
Ajakan swap pertama yang kuterima. Aku gemar menjelajah galeri kartu pos Postcrossing yang ada di halaman utama situs. Waktu melihat gambar ilustrasi Gunung Fuji, aku otomatis me-like kartu pos ini karena emang gambarnya cantik banget... setuju kan? Eh tak disangka, si Pengirim kartu mengirimi aku direct message untuk menawarkan direct swap. Aku senang banget waktu tahu beliau mengirimkan aku kartu yang sama dengan yang aku sukai kemarin :) Kartu pos ini datang dengan prangko Kastil Nagayo dan dihiasi stiker deretan Ninja dan Gunung Fuji. Lovely.



Psstt... direct message pertama Megumi-san ditulis dalam Bahasa Indonesia lho! Rupanya dia pernah tinggal di Indonesia tahun 1998-2002 mengikuti penugasan sang suami. Keren ya, 16 tahun sudah berlalu dia masih saja hapal bahasa kita.
*
  • 2. Catholic Church in Vileika city, Minsk. 3-29 Oktober 2018. Alesya (alesya1998)
Ajakan direct swap kedua datang dari gadis cantik asal Minsk, Belarus. Dia menghiasi kartu posnya dengan washi tape dan stiker buaya yang lucu. Ada stiker cantik juga yang bertuliskan: "Popular Girl's Names in Belarus: Aliena, Aliesia, Ganna, Darja, Zosia, Iryna, Volga, Katsiaryna, Ksenija, Marja, Marysia, Nadzieja, Nasta, Janina". Menarik. Jadi makin pengen main ke Belarus!




September 20, 2018

Lagu Kebangsaan "Indonesia Raya"

Tulisan ini bukan untuk berniat menggurui, tapi lebih ke informasi bagi diriku sendiri bahwa... Lagu Kebangsaan "Indonesia Raya" itu punya 3 stanza! Selama ini yang kita nyanyikan di tiap Upacara Nasional, bahkan Peringatan Hari Kemerdekaan tanggal 17 Agustus, itu lagunya masih belum lengkap. Ada 2 bait lagi yang tidak pernah kita, ehm... aku, ketahui sebelumnya.

Bendera Merah-Putih di lingkungan kantor

September 19, 2018

'Bedrest' di Pulau Labengki-Sombori

Blogpost kali ini kuberi imbuhan judul "bedrest" karena memang dijalani satu hari setelah check-out dari Rumah Sakit akibat sakit gastritis. Opname 5 hari itu sukses bikin aku muak sama kasur (dan makanan sehat), jadi kuputuskan untuk tetap berangkat ke trip Labengki. Wong segala tiket pesawat udah dibeli kok, biaya sharecost juga udah lunas... rugi sekali kalau tidak dijalani. Toh aku juga mending mabuk laut daripada mual-muntah karena injeksi obat 😋

Rencana trip diinisiasi oleh Kak Shila di bulan Juni kemarin. Doi pengen main ke Pulau Labengki dan Pulau Sombori di Sulawesi Tenggara/Tengah, tapi maunya sekalian ngajak Geng Flores 2015 reunian. Sayang sekali hanya 4 orang yang bisa bergabung dari total 14 anggota geng. Kami ber-4 ditambah 6 orang kenalan Mas Yudha dari komunitas Backpacker Indonesia, baru ber-10 dari target peserta 18 orang. Nah, untuk mencari kekurangan 8 orang ini Mas Yudha putuskan untuk buka "open trip". Maklum, biaya sewa kapal  kan mahal~

Memperluas lingkar perkenalan

September 05, 2018

Keliling Dunia Lewat Postcrossing

Sudah empat bulan ini aku menggeluti dunia baru: Postcrossing. Ini nama suatu komunitas penggemar kartu pos yang melakukan kirim-terima kartu pos secara acak ke seluruh dunia. Pertama kali mengenalnya adalah berkat Yopita, teman Kelompok Kecil pemuridan semasa di kampus yang kebetulan sama-sama berkantor di Lapangan Banteng. Dia juga travel-blogger/vlogger, lho, monggo main ke blog-nya.

Kartu pos siap dikirim | @postaleid

Yopita ini sering banget ngomongin "kartu pos" tiap dia pelesir ke luar negeri. Beberapa kali dia menjanjikan akan mengirim kartu pos kepada followers Instagram yang berhasil menjawab satu-dua pertanyaan intermezzo di Instastory-nya. Dulu, aku sering membatin, "Ngapain sih mesti repot-repot nulis kartu pos, beli prangko, trus cari kantor/kotak pos... Capek ih!" Padahal aku sendiri doyan memborong kartu pos cantik khas kota/negara yang aku kunjungi, tapi ya untuk koleksi pribadi saja.

August 21, 2018

Mencicip Kelas Bisnis - England-Ireland Trip Pt. 1

Seumur-umur aku belum pernah naik pesawat dengan business class. Pingin sih ya pingin... tapi kok ya sayang aja mesti buang duit 2-3 kali lipat hanya untuk rute sekali jalan. Dengan duit yang sama, aku sudah bisa beli rute PP bahkan mungkin bisa tambah satu rute lagi. Tapi ya namanya "mimpi" aku pun tentu suka membayangkan rasanya tidur nyaman 180 derajat di dalam pesawat... makan di piring porselen dengan penataan yang apik dan mewah... intinya menjadi Ratu dalam beberapa jam penerbangan.

Puji Tuhan, akhirnya mimpi ini terwujud di bulan Mei kemarin. Tanggal 25 Mei s.d. 3 Juni 2018, aku dan Bang Adi berkesempatan terbang ke London, Inggris dengan kelas bisnis dari maskapai Turkish Airlines. 

Akhirnya kita bersua, Tower Bridge!

July 25, 2018

Visa Irlandia, Gratis Tapi Rumit

Tanggal 26 s.d. 31 Mei 2018 yang lalu aku pesiar ke utara Eropa demi mencari sesosok Sherlock Holmes dan Westlife. Negara apakah itu? Yak tepat sekali: Inggris dan Republik Irlandia! Meskipun keduanya bertetangga, Inggris dan Irlandia menggunakan visa yang berbeda, kecuali emang cuma mengunjungi Belfast di Irlandia Utara, cukup punya visa UK saja. Puji Tuhan, kedua visa dapat aku peroleh tepat waktu walau sempat ada 'aral melintang' untuk visa Irlandia. Gimana ceritanya??? Yuk, baca lebih lanjut blogpost satu ini!

Setelah sejumlah perjuangan, akhirnya visa aman di tangan


Bang Adi telah melakukan riset dan observasi yang sangat matang dalam mempersiapkan aplikasi visa Irlandia. Dari beliau lah aku tahu bahwa visa Irlandia ini: gratis, lama, dan paspornya tidak ditahan. Mengingat tiga faktor tadi, kami putuskan untuk apply visa Irlandia terlebih dahulu baru kemudian visa UK. 

Persyaratan yang kami siapkan adalah berkas-berkas yang seperti biasa, sebagaimana persyaratan visa Korea Selatan, Jepang, dan Schengen. Tapi ada tiga berkas baru: akta lahir yang diterjemahkan oleh sworn translator, Surat Referensi dari Irlandia, dan Surat Aplikasi. Sisanya... sama saja kok. 

June 08, 2018

Helsinki, Kota Putih di Utara - Western Europe Trip Pt. 5

Pertama kali Bang Adi menawarkan tiket promo untuk Europe Trip 2018 ini satu tahun yang lalu, aku sempat ragu pas tahu bahwa kami harus pulang dari Helsinki, Finlandia. Udah kota satu ini asing banget, tak pernah masuk dalam "Must-Visit List"-ku, yang paling bikin pusing... itu tiket pesawat dari Amsterdam ataupun Paris mahal semuaaaa! Maunya sih jangan Helsinki lah, mbok kota lain gituu yang masih bisa ditempuh dari Amsterdam dengan kereta atau bus.

Dasar aku anaknya gampang terpikat, mudah dibikin bahagia... eh malah jatuh cinta dong sama Helsinki, beberapa menit setelah keluar dari bandara. Hahaha. Hingga waktunya pulang, baru deh nyesel kenapa cuma menyiapkan 1 hari di Helsinki. Kalau 2-3 hari waktunya cukup untuk eksplorasi ke The Esplanadi, Market Square, Gereja Temppeliaukio (artinya "batu".red), Benteng Suomenlinna, Museum Seni Atenema, Museum Kiasma, bahkan main ke Kota Tua Proovo ang berjarak 50 km dari Helsinki.

Untuk kali ini, cukuplah aku dan Mama pesiar beberapa jam saja ke pusat kota, menyambangi Senate Square dan Helsinki Cathedral. Yang paling penting, mengabadikan ratusan momen perdana Mama ketemu salju! :)


Penerbangan dari Amsterdam kami tempuh selama 2 jam 30 menit dengan maskapai Transavia. Zona waktu di sini adalah GMT+3, lebih cepat 2 jam dari Belanda yang berzona waktu GMT+1. Pesawat kami mendarat jam 10.10 pagi, waktu yang sangat pas sebenarnya untuk mulai jelajah kota dan eksplorasi tempat-tempat wisata asyik di Helsinki. Tapi mengingat kami hanya tidur 3 jam (bahkan kurang) rasanya kok ya lebih enak bobo cantik dulu di hotel. Di luar jendela sudah terlihat putih salju menyelimuti Kota Helsinki. Kyaaa akhirnya ketemu salju lagi setelah 1 tahun!

Menurut Google Maps (yang versi offline-nya sudah kuunduh karena XLPass tidak mencakup negara Finlandia) cara tercepat menuju hotel kami adalah dengan naik bus dari bandara. Oke. Aku tidak meragukan informasi tersebut, lagipula tidak ada bagian information center yang bisa ditanyai di bandara. Bandara ini terkesan sepiiii sekali. Saking sepinya, aku dan Mama menjadi satu-satunya penumpang dalam bus rute Bandara-Vantaa. Woah. 

Penyalur mobil Audi di seberang Bandara Helsinki /
Audi cars dealer in front of Helsinki Airport

Foto diatas sudah lumayan menggambarkan dua hal tentang Helsinki, kan? Bersalju dan sepi. Hahaha. Bangunan dalam foto itu membuat aku langsung teringat pada Om Freek. Beberapa kali beliau curcol (curhat colongan.red) tentang impiannya membeli mobil elektrik Audi, merk mobil favoritnya.

Ngomong-ngomong tentang mobil... aku ingin berbagi ilmu lain yang kudapat dari Om Freek waktu di Belanda. Mengemudi di Belanda itu rasanya nikmat sekali, Readers, sama sekali tidak ada klakson terdengar. Orang-orang sangat tertib menaati rambu lalu lintas, termasuk juga Om Freek. Setiap kali ada rambu penentu kecepatan, dia sigap menambah atau mengurangi tekanan di pedal gas. Jika ingin berpindah lajur, Om Freek tak lupa menyalakan lampu sein lalu menengok kaca spion sebelum akhirnya memutar setir ke lajur sebelah. "Inilah kenapa aku tidak bisa menyetir di Indonesia. Orang-orang terus menerus ingin menyalip, mereka tidak punya lajurnya sendiri. Beda sekali dengan di sini. Belum lagi motor-motor yang tumpang tindih." Setuju banget, sih. Satu hal lagi yang kukagumi dari ketertiban pengemudi di Belanda adalah mereka selalu berhenti dan memberikan jalan tiap kali ada orang yang akan menyeberang di zebra cross.


Clarion Hotel Helsinki Airport

Aku memutuskan untuk tinggal di penginapan terdekat dari bandara. Ketemulah si Clarion Hotel Helsinki Airport yang hanya berjarak 2,9 km dari bandara dan bisa ditempuh selama 10 menit dengan bus/subwayReaders yang ingin hidup hemat di Helsinki sebaiknya carilah penginapan di pusat kota, dijamin lebih murah. Aku sih lumayan memberi kelonggaran bagi anggaran kami, jadi harga hotel ini tidak terlalu menjadi masalah. Ditambah lagi aku dan Mama sudah punya beberapa pengalaman telat bangun sampai mepet waktu penerbangan hahaha, jadi penting sekali untuk menginap dekat bandara.

Yang paling kusuka dari hotel Clarion adalah lokasinya yang begitu strategis, cuma 3 menit jalan kaki dari stasiun subway Aviapolis maupun halte bus Mekaanikontie. Hotel ini juga berbatasan langsung dengan area hutan pohon pinus. Jangan heran ya kalo mayoritas sesi foto aku dan Mama dilakukan di 'halaman belakang' hotel Clarion saja hihihi.

Pemandangan dari kamar kami / The view outside our room's window

Mama dan aku memutuskan untuk beristirahat terlebih dahulu selama beberapa jam, sebelum nanti keluar ke pusat kota dan mencari beberapa buah tangan untuk koleksi pribadi. (Aku: snowglobe, Mama: magnet) Ternyata kami capek sekali sampai-sampai ketiduran hingga 5 jam! Hahaha.

Aku terbangun dengan linglung kebingungan. Oh, sudah jam 4 sore, kami harus segera menuju ke pusat kota Helsinki sebelum langit menjadi gelap dan mengurangi keindahan foto-foto. Setelah mandi dan berpakaian, kami melengkapi diri dengan syal dan sarung tangan yang sebelumnya tidak digunakan selama di  saat di Paris dan Amsterdam.




Setelah mendapatkan 'kuliah' 10 menit dari resepsionis hotel tentang cara menuju pusat kota, aku dan Mama melangkah mantap ke stasiun Aviapolis yang, akhirnya kami ketahui kini, berada persis di dekat hotel. Ehm, peronnya sih masih jalan kaki 5 mnit lagi ke bawah ya, tapi pintu masuk stasiun benar-benar di sebelah hotel. Yah... ngapain juga tadi heboh menyeret-nyeret koper dari halte bus di jalan bersalju penuh kerikil :(

Peron stasiun Aviapolis / The Aviapolis station's platform

Kesan keduaku akan Helsinki (setelah "dingin") adalah... sepi! Jalanannya sepi, stasiunnya sepi, bahkan di dalam subway pun sepi.  Pantasan saja sepi, wong populasi penduduk kota ini cuma 642.045 jiwa! Itu pun Helsinki sudah disebut kota ter-padat-penduduk se-Finlandia. Eh buset... nggak sampe 10% dari Jakarta yang punya 10 juta jiwa :(

Aku jadi bertanya-tanya bagaimana perawakan orang Finlandia, apakah kulitnya merah/pink seperti rata-rata orang bule, apakah tampan seperti orang Turki, ataukah berperawakan tinggi besar seperti orang Rusia. Dan pertanyaan ini tetap tak terjawab karena selama di Helsinki, entah kenapa aku seringnya berjumpa dengan orang-orang asing yang kemungkinan besar sih merupakan imigran. FYI, dari jumlah total imigran di Helsinki yang hanya 9,4% dari total populasinya, Somalia berada di urutan ketiga terbanyak.

Di dalam kereta juga sepi / Almost empty inside the train

Aku benar-benar menikmati pemandangan sepanjang berkereta. Hamparan putih salju terlihat dimana-mana. Di tanah, diantara dahan-dahan pohon, di atap-atap rumah, semuanya putih bersih. Indah sekali, Readers. Ini jadi pengalaman baru bagiku karena waktu di Rusia kemarin aku tak sempat melihat salju terhampar seindah ini. Saljunya turun beberapa jam saja dan langsung mencair begitu saja tanpa pamitan lebih dulu (yaiyalah Lin!)



Bukan cuma aku, Mama juga terpukau. Matanya terpaku pada kaca jendela. Puji Tuhan sih, pada kali pertama melihat salju secara langsung, Mama langsung bertemu dengan yang seindah ini. Aku pun ikut-ikutan terpaku, tapi justru pada raut wajah Mama dan sinar kekaguman yang terpancar dari tatapannya. Mama selalu seperti ini sih tiap berada di atas kereta yang melaju. Kayak waktu di subway Seoul menuju Jamsil, di Jepang saat berpindah dari Tokyo ke Osaka... Mama selalu menikmati pemandangan kota dan desa yang tak pernah kami temui di Indonesia. Ah, rasanya segala stress dan beban pikiran yang pernah (dan masih) kurasakan dalam rangka Europe Trip 2018 ini terangkat semua demi melihat kebahagiaan terpancar di wajah Mama. Inilah yang aku rindukan, alasan kenapa setiap tahun harus selalu mengajak Mama melihat negara asing baru. Inilah salah satu tujuan hidupku :) 



Ngomong-ngomong, Readers, tahukah kamu bahwa Finlandia adalah negara paling bahagia di dunia? (klik World's Happiness Report untuk baca laporan selengkapnya) Indonesia? Masih jauh di peringkat 96, tapi setidaknya lebih bahagia daripada Bulgaria bahkan Bhutan.

Kereta kami akhirnya tiba di Stasiun Helsinki; 30 menit perjalanan tak begitu terasa, saking semangatnya ingin melihat-lihat wujud sang ibu kota. Eh, begitu keluar kereta, kami langsung diserbu udara dingin! Astaga. Iya, lupa banget kalau di luar suhunya masih 8 derajat Celsius! Kami terbuai hangatnya suhu di dalam kereta. Aduhduhduhduh... baru jalan beberapa meter, mataku langsung kalap mencari ruangan untuk berteduh (serasa basah kuyup kehujanan euy!)


Puji Tuhan, tak jauh dari stasiun kami langsung menemukan kedai kopi a.k.a coffee shop kecil di deretan ruko. Ehm, entah ruko atau pusat perbelanjaan sih. Begitu pintu dibuka... jreng, pengunjungnya ramai banget dong! Aku curiga ini semuanya wisatawan kali ya, sama kayak kami gitu pada K.O diterpa dinginnya udara Finlandia! Syukurlah kami mendapat tempat duduk, nyelip di antara 3 orang India dan 2 gadis berbahasa Inggris. Dua gelas coklat panas, dua potong kue, dan Wi-Fi sukses menghangatkan kami selama 1 jam. Yo'i... 1 jam dihabiskan di kafe, sampai hati dan raga siap betul untuk melawan dingin.

Karena sejak awal tujuannya hanya "berfoto dengan landmark Helsinki" dan "mencari suvenir khas", kami langsung bergerak ke destinasi. Tak ada jalan-jalan santai, tak ada cuci mata. Kami berbelok di antara gang-gang dan beberapa kali berhenti ketika mataku menangkap tempat berfoto yang ciamik. 




Landmark pertama yang kami kunjungi adalah Helsinki Cathedral. Meski berukuran besar dan berpondasi tinggi, katedral satu ini tidak serta-merta mencolok bagi mata kami. Butuh beberapa detik baru sadar... "Oh, ini katedralnya!" Kami jelas tidak masuk ke dalam ya, Readers, demi mempersingkat waktu dan menghemat tenaga.



Tata kota Helsinki yang sekarang adalah hasil karya arsitek Jerman, Carl Ludvig Engel. Dia mendesain sejumlah bangunan bergaya neoklasikal mengelilingi Senate Square. Di bagian timur ada Istana Pemerintah dan di barat ada bangunan utama Universitas Helsinki. Di utara, tentu saja, ada Katedral yang baru selesai dibangun pada tahun 1852, 12 tahun setelah meninggalnya Engel. Julukan "Kota Putih di Utara" bagi Helsinki berasal dari era pembangunan Engel tersebut.

Carl Ludvig Engel, appointed to plan a new city centre on his own, designed several neoclassical buildings in Helsinki. The focal point of Engel's city plan was the Senate Square. It is surrounded by the Government Palace (to the east), the main building of Helsinki University (to the west), and (to the north) the large Helsinki Cathedral, which was finished in 1852, twelve years after Engel's death. Helsinki's epithet, "The White City of the North", derives from this construction era.



Helsinki Senate Square. Ada yang bisa menemukan bianglala? /
Can anyone spot a ferris wheel?


Menuruni tangga-tangga cukup curam di sisi katedral, terdapat lapangan cukup besar dengan Monumen Alexander II di bagian tengahnya. Tampaknya ada event yang telah (atau akan) diselenggarakan di lapangan ini ditandai dengan adanya sejumlah tenda di dekat monumen. Kalau di musim panas atau saat suhu sedang menghangat, banyak mahasiswa Universitas Helsinki yang nongkrong di lapangan ini untuk kongkow bareng teman atau belajar sendirian di tengah buku-buku dan laptop.

Karena kemiripan gedung-gedung neoklasikal ini, di abad 19 Helsinki seringkali menjadi latar tempat syuting film Hollywood sebagai pengganti Uni Soviet pada era Perang Dingin, kala itu tidak diperbolehkan merekam film komersial di wilayah USSR. Sejumlah film yang terkenal adalah The Kremlin Letter (1970), Reds (1981), and Gorky Park (1983). 


Helsinki's neoclassical buildings were often used as a backdrop for scenes set to take place in the Soviet Union in many Cold War era Hollywood movies, when filming in the USSR was not possible. Some of them include The Kremlin Letter (1970), Reds (1981), and Gorky Park (1983). Because some streetscapes were reminiscent of Leningrad's and Moscow's old buildings, they too were used in movie productions. At the same time the government secretly instructed Finnish officials not to extend assistance to such film projects.



Toko suvenir tidak sukses kami temukan sepanjang perjalanan dari stasiun hingga Senate Square. Aneh sekali, padahal ini kan pusat kota yang pasti ramai turis. Eh, barangkali kami saja yang silap melewatkan satu-dua toko yang nyempil di antara gang. Atau karena sekarang memang sudah jam 7 malam (langit masih terang!) yah layak saja sih tokonya pada tutup. Aku dan Mama singgah sebentar di salah satu kios McDonald's tak jauh dari Senate Square untuk bekal makan malam nanti. 

Kami akhirnya sukses bertemu pedagang suvenir di dalam stasiun! Puji Tuhan banget, ini berkat salah satu resepsionis hotel Clarion yang bilang bahwa di Stasiun Helsinki juga terdapat kios suvenir. Letaknya hampir mojok di dalam bangunan stasiun, berderetan dengan beberapa kios kelontong dan majalah. Puji Tuhan lagi, dia menjual snowglobe koleksiku! Harganya sih standar Eropa ya... jadi aku dan Mama tidak berpikir dua kali untuk membeli keperluan suvenir seperti magnet, gantungan kunci, dan pajangan piring untuk rumah Manado. 

Tak jauh dari kios yang ini, ada lagi kios suvenir yang lebih mojok lagi ke dalam. Suvenirnya berupa bibit bunga. "Bu, apakah bibit ini bisa bertumbuh di negara tropis seperti Indonesia?" aku bertanya pada pemilik kios. Ibu Pedagang tersenyum hangat, "Wah justru menurut saya bunga ini lebih cocok di daerah tropis! Silakan dicoba sendiri." Harganya kalau tak salah 5 euro per 3 jenis bibit. Mama yang sedang punya proyek merapikan taman di rumah jadi semangat memborong bibit bunga di sini.


Yang bukan penduduk aja bahagia kok ada di Finlandia :) /
Even this not-a-citizen was happy simply by being in Finland




Oh iya, satu fakta lagi tentang Finlandia. Ini pun baru aku ketahui setelah salah seorang teman kantor memberi tahu lewat DM Instagram. Finlandia adalah negara dengan sistem pendidikan paling bagus di dunia.

***

Demikianlah Readers cerita seru kami di Helsinki yang juga menjadi tanda selesainya rangkaian ulasan perjalanan Keliling Eropa tahun ini. Terima kasih banyak sudah setia mengikuti tiap seri ulasan dari Prancis, Belanda, hingga Finlandia. Terima kasih untuk doa-doa manisnya bagi kesehatan dan kebahagiaan Mama :)

Terima kasih! / Thank you!

Di bawah ini adalah daftar lengkap jadwal perjalanan kami dan total biaya yang dikeluarkan, mulai dari visa sampai harga karcis dan makanan di Eropa. Tapi belum termasuk pengeluaran pribadi seperti persiapan beli baju hangat dari Indonesia dan belanja suvenir/oleh-oleh di tiap negara ya. Alasannya, karena kebanyakan pembelian suvenir tidak memakai struk belanja (belinya dari kios kecil pinggir jalan) dan aku kelupaan untuk mencatat. Biasanya ingat kok, suwer deh.

Rp43,9 juta untuk berdua adalah angka yang masih besar, disebabkan keinginanku pribadi untuk memastikan kami nge-trip senyaman mungkin: tidur di hotel nyaman, makan di restoran enak, transportasi mudah dan praktis. Tentunya jumlah ini bisa ditekan kalau Readers mencari hostel sederhana, membawa bekal dari rumah dan cukup sarapan roti dari minimarket, serta sering jalan kaki kemana-mana. Ingat: kuncinya adalah cari tiket pesawat murah/promo dari 1 tahun sebelum, dan perbanyak riset untuk tahu tempat wisata murah/gratis dan moda transportasi terbaik di kota tujuan.

Terima kasih sudah mampir ya. Sampai jumpa di ulasan perjalananku yang selanjutnya. Tuhan memberkati!



ITINERARY and EXPENSES LIST




May 23, 2018

[ENG] Bianglala, Pantai, dan Tulip - Western Europe Trip Pt. 4

[ENG Translations Available]

Waktu nulis Part 4 ini, hati kok rasanya lumayan baper ya. Sudah hampir 2 bulan sejak meninggalkan Belanda tapi nyawaku rasanya masih separuh melayang-layang disana. Masih lekat di ingatan dinginnya angin Belanda, enaknya stroopwafel dan coklat panas, bahkan tiap belokan dan sudut-sudut Amsterdam (oke ini lebay wong aku anaknya pelupa banget).

Tapi life must go on ya. Jadi marilah kita akhiri cerita tentang Negeri Kincir Angin lewat post satu ini. Hari ini aku akan main ke pantai, naik bianglala, dan bertemu Si Cantik Tulip. FYI, tahukah kamu bahwa "kantor" dalam Bahasa Belanda adalah "kantoor" dan "kamar" adalah "kameer"?

When writing this Part 4, my heart wasn't at ease. It's almost 2 months after leaving Netherlands but somehow my mind and soul still wander there. I can remember clearly how cold the wind was, how tasty the stroopwafel and hot chocolate were... even every corner of Amsterdam still stick to my mind (ehm, not this one though hahaha I'm a very forgetful person)

But life must go on, so let me end the story about Netherlands, the Country of Windmill, by telling you this story. On this day, we would visit a beach, take a ferris wheel ride, and finally meet the fascinating Tulip flower.



Akhirnya... / Finally...

May 04, 2018

[ENG] Dari Trekking Sampai Bowling - Western Europe Trip Pt. 3

[ENG Translations Available]

Teman-teman yang mengenal aku dengan baik, pasti tahu bahwa aku adalah jenis orang yang tidak suka merepotkan sesama manusia(?) Selama masih bisa dilakukan atau diselesaikan sendiri, tak perlulah 'menyeret' orang lain apalagi jika sampai memberatkan pihak lain tersebut. Begitu pun dalam masalah nge-trip, selama masih ada hostel untuk diinapi dan transportasi umum untuk ditumpangi, tabu rasanya jika aku harus menghubungi keluarga, sahabat, atau kenalan di destinasi.

Those who have known me for quite some times might notice that I'm the kind of person who doesn't like to bother other people. As long as it can be done or resolved by myself, I don't feel it's necessary to 'drag' other people. It also applies to my trip-related issues, as long as there's hostels for book and public transportation to take, I prefer not to contact any family, friends, or acquaintances in my trip destination.

Family trekking trip

April 12, 2018

[ENG] Amsterdam-Madurodam - Western Europe Trip Pt. 2

[ENG Translations Available]

Aku memutuskan untuk lebih anteng dan santai di Amsterdam mengingat kemarin saat di Paris aku sudah memforsir Mama untuk banyak berjalan kaki. (Kalo 10.000 langkah = 8 km, ada kali kami jalan 20.000 langkah sehari 🙀) Apalagi 3 hari ke depan kami akan pesiar penuh totalitas bersama keluargaku, jadi alangkah baiknya kami tidak menguras energi selama tur Amsterdam.

I decided to be more calm and relaxed in Amsterdam remembering yesterday I had forced Mama into a lot of walking. (If 10,000 steps = 8 km, then we have walked 20,000 steps in only one day 🙀) Also because the next 3 days we will have trips with family, it'd be nice for us not to drain our energy during Amsterdam tour.

Amsterdam si Kota Kanal

SENIN, 26 MARET / MONDAY, MARCH 26
Pertama kalinya dalam sejarah bertualang dengan bis, aku tiba di destinasi lebih cepat dari waktu yang diperkirakan. Kami tiba pukul 05.45 dini hari di terminal Amsterdam Duivendrecht, 1 jam lebih awal dari schedule yang tertera di karcis. Keren juga Pak Supir, padahal rasa-rasanya beliau tidak mengebut kok selama perjalanan.

Sekilas info nih, readers, sekarang Google Maps punya fitur "Maps Timeline" yang merekam histori perjalanan kita setiap hari. SETIAP HARI. Keren banget kan? Dipadupadankan dengan fitur geotagging-nya yang sudah oke sejak dulu, aku merasa makin dimudahkan untuk menyusun real itinerary pasca ngetrip. Dia tahu jam berapa kita ada di mana dan exact location dari tiap foto yang kita ambil dengan kamera HP. Jadi kalau aku randomly took a picture saat melintas dengan kereta atau bus, kita tetap bisa melacak lokasinya walau antah berantah.

April 05, 2018

[ENG] Asam-Manis Paris - Western Europe Trip Pt. 1

[ENG Translations Available]

Dari mana ya enaknya memulai cerita Paris ini? 😆
How should we begin this Paris story? ðŸ˜†

Tour Eiffel

Selayaknya trip hemat murah meriah-ku yang lain, Western Europe (+ Finland) 2018 ini diinisiasi sejak tahun lalu. Lebih tepatnya Agustus 2017. Jadi, sekali lagi untuk readers sekalian yang kerap meminta-minta diajak nge-trip... tolong ingat bahwa pencarian tiket murah ini dimulai 1 tahun sebelum keberangkatan. Jadi harus sangat siap mental dan punya rencana matang: mau kemana, kapan, berapa lama, dengan siapa saja. Jangan dadakan.

Dua buah tiket Qatar Airways dengan rute Jakarta-Doha-Paris + Helsinki-Doha-Singapura tanggal 25 Maret-1 April 2018 berhasil kami boyong dengan harga Rp10.487.200,- alias 5,2 juta per orang. Ups, bukan "kami" ding... "Bang Adi" tepatnya. *sembah sujud Guru Traveling favoritku* Seperti biasa, daftar biaya dan itinerary akan kutulis di akhir rangkaian trip review. Harap bersabar ya.

Just like my other cheap trips, Western Europe (+ Finland) 2018 trip was initiated last year, August 2017 to be precise. So, for Readers who always ask to be included in my trip... please remember that cheap-ticket hunting must be started one year before departure. So please be very prepared, and plan your trip carefully: going where, when, how long, with whom. Being impromptu is not advisable.

We managed to get two Qatar Airways tickets with the route of Jakarta-Doha-Paris + Helsinki-Doha-Singapore on March 25-April 1, 2018. The price was IDR 10.487.200 (5.2 million per person). Oops, it was not "we" but "Bang Adi" *my favorite Traveling Guru* As usual, I will write the list of expenses and complete itineraries at the end of this trip review series. Please be patient.

Transit di Doha selama 3 jam | 3 hours transit in Doha

March 09, 2018

Main ke Pushkin - Russia Trip Pt. 6

One of many benefits of traveling solo adalah kita bisa punya (banyak) kenalan baru. Adalah Dima dan Natalia, sepasang suami istri berkebangsaan Rusia yang menjadi teman jalan Bang Adi saat doski solo traveling di India tahun 2015 silam. Pasutri ini tinggal di kota Pushkin yang tak jauh dari St. Petersburg, tepatnya 24 km ke arah selatan. Rupanya Bang Adi sudah mencanangkan program "Visit Dima & Natalie" sejak mulai merencanakan Russia Trip. So... hari ini kami akan bertemu mereka di kota tetangga sana, sekaligus melihat istana Kekaisaran Rusia bernama Catherine Palace.

Highlight of Day 6: Catherine Palace di Kota Pushkin

DAY 6. THURSDAY, MAY 11. ST. PETERSBURG.
Jadwal hari ini dimulai agak siang. Bisa dimaklumi sih wong malam sebelumnya aja pulang jam 1 pagi, kok, abis dugem. Eh, photo hunting maksudnya. 😛  Lagipula cuaca St. Petersburg hari ini lebih dingin dibanding kemarin. Aku makin semangat bangun ngulet dan membenamkan diri lebih dalam lagi dibalik selimut.

March 06, 2018

Malam Mingguan di Banyan Tree Bintan

"Bisa tahu resort kita dari mana, Mbak, Mas? Atau pada kerja di (bidang) perhotelan ya?" Manajer Banyan Tree Bintan pada akhirnya menuruti hasrat kepo (kepengen tahu.red) tentang kehadiran kami di resort ini. Kok bisa makhluk-makhluk domestik ini ended up di hidden 5-star resort begini? Rasanya sih bukan cuma Pak Manajer yang penasaran... raut wajah tamu-tamu lain juga menampakkan hal yang sama, ekor mataku acapkali menangkap tatap bingung mereka saat melihat kami lewat. Hahaha. Saking tak pernah menerima tamu Indonesia, situs Banyan Tree Bintan bahkan hanya dalam bahasa Inggris lho.

Perkenalkan: Geng Staycation Ceria

Siapa lagi kalau bukan Bang Supriadi, sang otak dibalik staycation mewah ini. Kalau ditanya kenapa bisa tahu Banyan Tree Bintan, monggo tanyakan saja kepada suhu traveling satu itu. Rencana staycation sebenarnya sudah dirancang Bang Adi sejak Januari lalu bersama 6 orang rekan lainnya. Berhubung satu original member batal bergabung, aku dilamar menjadi 'pemain cadangan'. Yah... kenapa tidak? Toh aku memang belum pernah menginjak Provinsi Kepulauan Riau. Markicus! (Mari kita cus!)

January 19, 2018

Membuat Visa Schengen-Prancis via TLScontact

ALOHAAA, readers! Woo woo woooo kangen banget menyapa pembaca sekalian sebangsa dan setanah air :') Ada kali ya satu tahun nggak nge-blog... SELAMAT TAHUN BARU anyway!

Baiklah mari kita sudahi basa-basinya. Kali ini aku akan share pengalaman mengurus visa Schengen lewat Kedutaan Besar Prancis dengan perantaraan agen TLScontact. Readers udah tahu dong, visa Schengen adalah visa yang diperlukan untuk memasuki wilayah European Union (28 negara Eropa). Setelah sukses 'menggondol' visa Schengen dari Kedutaan Besar Jerman tahun lalu, aku membulatkan tekad untuk mencoba Kedubes lainnya di tahun ini. Pilihannya: Prancis atau Belanda.

Langkah pertama yang aku lakukan adalah mencari tahu kebutuhan berkas/dokumen dan biaya jasa agen perantara dua Kedubes tersebut. Kedubes Prancis menggunakan jasa TLScontact sedangkan Kedubes Belanda menggunakan jasa Vfs Global

Tujuan utama membuat visa Schengen tahun ini adalah early spring trip ke Belanda bersama Si Emak di akhir bulan Maret 2018 mendatang. Makanya aku langsung gercep (gerak cepat.red) membuka situs Vfs Global untuk melihat segala persyaratan. Usut punya usut, biaya pembuatan visa di Vfs Global harus dibayar di muka, alias aku diminta mentransfer sejumlah uang terlebih dahulu baru bisa membuat jadwal pertemuan aplikasi visa.

Karena aku anaknya suka bereksperimen dan nggak suka terikat dengan satu tempat *tsah bisa aje lu* kuputuskan untuk membuat visa di Kedubes Prancis, mendahului jadwal aplikasi si Emak. Kutransfer Rp330.000,- ke Vfs global dan memesankan jadwal tatap muka sekitar pertengahan Februari nanti. Tenang saja, nanti aku akan menemani Mama kok saat appointment.

----

Persiapan aplikasi visa

Halaman utama situs TLScontact

January 09, 2018

Pianemo dan Telaga Bintang - Raja Ampat Pt. 2

Hari ini kami akan menjajal Pianemo, another iconic spot of Raja Ampat. Nah, jika di cerita sebelumnya aku 'tersisih' dari tour de Raja Ampat, kali ini readers sudah bisa menemukan wajah cantikku tersebar di berbagai dokumentasi! Yeay! Pianemo, we're coming!




Sabtu, 23 September 2017
Berbeda dengan Wayag yang harus dicapai berjam-jam menyeberangi lautan, Pianemo dekat saja dari Pulau Mansuar sekitar 30-45 menit. Karena bagiku ini adalah hari pertama 'berlayar', aku sangat excited dan awas dengan pemandangan sekitar. Seakan lupa dengan trauma ombak ganas sewaktu di Lampung, aku memberanikan diri duduk di geladak kapal. Itu pun setelah yakin bahwa arus laut hari ini sedang teduh.

Personally sih aku tidak takut dengan arus laut. Tapi semakin banyak pengalaman berada di atas laut, semakin banyak juga belajar bahwa ada saatnya bagi kita untuk cukup duduk manis dan nikmatilah perjalanan. Ada juga saatnya harus grasa-grusu mondar-mandir di atas kapal demi mencari pemandangan terbaik untuk kemudian dipotret.