February 20, 2014

Desa Poigar-ku Yang Kucinta

Believe it or not, foto ini diambil dengan timer dan diletakkan sembarang saja diatas batu :D
Sebagai anak rantau di tanah Bintaro, Tangerang sana, orang-orang menganggap bahwa "kampung halaman"-ku adalah Kota Manado. Ya, istilah "mudik" alias "pulang kampung" bagiku memang berarti pulang ke rumah di Kecamatan Malalayang, Kota Manado. Tapi sebenarnya, aku punya dua kampung halaman YANG SEBENARNYA. Pertama, Desa Kaluwatu, Tahuna, di Kepulauan Sangihe yang adalah rumah kelahiran papaku. Kedua, Desa Poigar, Kabupaten Minahasa Selatan, tempat lahirnya mamaku.
Karena dibatasi lautan dan membutuhkan alokasi waktu & dana yang tidak sedikit, aku sangat jarang mudik ke Kaluwatu. Bahkan sebenarnya aku hanya pernah kesana 3 kali selama 20 tahun hidup :( Oleh karena itu, tempat 'pelarianku' untuk mudik dikala liburan adalah Desa Poigar, Kecamatan Sinonsayang, Kab. Minsel.

Here she is: my grandmother! :)
Desa Poigar terletak di ujung Kabupaten Minahasa Selatan, Provinsi Sulawesi Utara. Jika ingin menuju tempat ini dengan angkutan umum, katakan tujuan kita adalah "Poigar Minahasa". Tepat di sebelah Desa Poigar di Minsel, ada satu lagi Desa Poigar yang sudah masuk ke wilayah Kab. Bolaang Mongondow sehingga disebut "Poigar Mongondow".

Masih dalam rangka liburan-sambil-menunggu-TKD, aku mudik ke Poigar hari Sabtu, 16 Februari 2014 yang lalu. Biasanya aku punya angkutan langganan yang akan menjemputku di rumah jika ingin pulang Poigar, angkutan-angkutan langgananku adalah kenalan atau saudara yang asli orang Poigar. Namun kali ini aku berangkat dengan Kak Dexi, seorang sepupu, pukul 20.00 WITA karena dia baru pulang 'ngantor' pukul 17.00 WITA. Kami naik di "Pangkalan" yang berlokasi di belakang Jumbo Swalayan (Pasar 45) tempat dimana mobil-mobil angkutan antarkota mangkal menunggu penumpang. Mobil angkutan ini adalah mobil-mobil pribadi seperti Avanza dan Xenia yang mengenakan tarif Rp40.000,- untuk Manado-Poigar.

Jembatan Megawati yang tengah dibangun di kawasan Pasar 45

Kawasan Marina di belakang Swalayan Jumbo
Umumnya, waktu yang dibutuhkan menuju Poigar dari Manado adalah 2 jam dengan mobil. Itu pun tergantung kemampuan mengemudi supirnya.

Inilah "kampung halaman"-ku!

Pohon Rambutan yang tidak pernah absen berbuah di bulan Desember

Rumah Omaku
Sekarang jalannya sudah mulai dipasangi paving block, dulu masih aspal kasar
Mobil "antik" ini bertengger dengan indahnya di belakang rumah Oma

Nah, izinkan aku memperkenalkan secara singkat tentang keluargaku di Poigar ini :)

Rumah Oma Mami
Oma Mami (ibunya mamaku) tinggal sendiri di rumahnya yang luas. Rumah ini punya 4 kamar tidur dan 2 kamar mandi. Sayang sekali anak-anaknya sudah punya rumah sendiri di Poigar, Manado, dan Jakarta sehingga tidak ada cucu-cucu yang bisa meramaikan rumah luas ini.

Foto Keluarga Besar Pansing-Kansil
Nama keluarga kami adalah "Kel. Robot-Pansing". Almarhum Opa Freddy Robot meninggal ketika mamaku masih SMA, sehingga aku tak pernah mengenalnya. Dari pernikahannya dengan Oma Erna Pansing, lahirlah lima orang anak dimana mamaku adalah anak tertua.
Percaya atau tidak, masih ada darah Belanda mengalir dalam tubuhku. Opa Freddy yang mewariskannya. Tapi tidak heran jika darah pribumiku lebih kental, karena darah suku Sanger yang kental kuwarisi dari papaku dan Oma Mami.

Opa dan Omaku

Kegiatan favoritku selama di Poigar? Pertama: menemani Oma menghadiri Kebaktian Minggu di GMIM Getsemani Poigar. Karena matanya yang sudah tua, beliau selalu duduk di kursi terdepan. Aku pun 'terpaksa' harus eksis dan tampil cantik mempesona tiapkali menemani Oma.
Kedua: PANTAI POIGAR! Karena tidak bisa berenang, aku lebih memilih duduk-duduk santai di pasir atau bebatuan (jika air laut tengah pasang) menunggu sunset datang. Pantai Poigar tidak pernah mengecewakan! Pasirnya halus, airnya jernih, dan pepohonan sepanjang pantai siap menaungi jika matahari masih bersinar terik.

Berikut ini hasil foto-foto dikala senja di Pantai Poigar kemarin:











Sepupuku yang masih SMP: Kezia Robot. Thank you for being my model, Key! :)













Ingin wisata kuliner di Poigar? Wajib mencoba Midal atau Mie Kuah khas Sulawesi Utara ini! Jika sedang di Manado, kita bisa mencicipi makanan ini di Jalan Wakeke dengan harga +-Rp20.000,- per porsi. Tapi disini kalian bisa makan dengan ukuran mangkuk yang lebih besar, dan hanya dikenai harga Rp6.000,- saja! WOW. Lezat sekali lho, readers, aku yang penggila tahu goreng ini akhirnya menghabiskan 6 potong tahu (Rp1.000,-) dan semangkuk Mie Kuah yang rasanya super lezat.



Time to go home! Karena Kak Dexi akan masuk kantor jam 09.30 pagi, kami pun berangkat jam 7 pagi untuk kembali ke Manado. Kali ini kami mencegat angkutan di jalan raya Trans-Sulawesi, padahal biasanya kami mem-booking mobil langganan. Jarang memang ada angkutan yang berangkat pagi-pagi, kecuali jika ada banyak penumpang yang sudah memesan sehari sebelumnya.

Sunrise!
Thanks my Alpha, fotonya indah sekali ya padahal diambil dari dalam mobil yang berlari cukup kencang! ^^

Tertarik untuk mengunjungi kampung halamanku ini, readers? :) Yuk! Cuma butuh dana +- Rp100.000,- dan senyuman ramah untuk menyapa penduduk disini. :) Thanks for reading!

February 06, 2014

Berburu Air Terjun di Sulawesi Utara (1)

Saya pecinta air terjun! Sudah pernah diceritakan, ya, readers? Hehehe... Maklum lah, lagi bahagia karena ketemu dua 'kekasih' baru: Air Terjun Kima Atas dan Air Terjun Tunan!

Rabu, 5 Februari 2014 yang lalu saya berangkat dengan tekad yang menggebu-gebu untuk menemui kedua air terjun ini. Berbekal hasil googling dan 'wawancara' dengan beberapa teman dan saudara saya di Manado, saya pun mendapat pencerahan bahwa ada dua air terjun yang sama-sama berlokasi di wilayah Mapanget. Dari teman SMA saya, Tia, saya mengetahui lokasi Air Terjun Tunan yang terletak di Desa Talawaan, Kab. Minahasa Utara. Kemudian dari hasil googling dan tanya-tanya dengan Bro Eser, seorang penulis di website SeputarSulut.com saya mengenal Air Terjun Kima Atas di Kecamatan Mapanget.

Air Terjun Kima
Untuk mencapai Air Terjun Kima Atas, sangat disarankan menggunakan kendaraan roda dua karena jalanannya yang cukup ekstrim dan terkesan off-road. Awalnya saya malah ingin jalan kaki demi penghematan ongkos ojek. Untunglah niat ini dibatalkan karena akhirnya saya menyaksikan sendiri letak Air Terjun Kima Atas dari jalan raya Kairagi-Lapangan jaraknya sekitar 10 KM! Waduh!


Sekadar saran untuk teman-teman female solo traveler, sebaiknya hati-hati dalam memilih tukang ojek. Meskipun biasanya tukang ojek sudah punya jatah/giliran, tapi kita berhak kok memilih tukang ojek yang ingin kita gunakan jasanya: pilih bapak-bapak yang sudah berumur karena biasanya mereka punya anak/keponakan perempuan sehingga lebih bisa kita percayai. Pilih motor yang berkondisi baik dan bukan motor matic karena kondisi jalanan yang jauh, naik-turun, dan berbatu-batu akan sangat melelahkan bagi si motor. Tentukan biaya sejak awal, gunakan kemampuan tawar-menawar kalian! Berhubung saya tidak ahli dalam bargain, saya mendapat harga Rp40.000,- untuk PP ke air terjun Kima.


Air Terjun Kima Atas terletak di sebuah lokasi yang sangat sepi. Ketika saya tiba disana, jalan menuju air terjun dihalangi batang pohon besar sehingga saya harus merangkak melewatinya, bahkan kemudian memanjati batang pohon itu. Hahaha... cukup melelahkan :')


Sebenarnya menurut artikel di SeputarSulut.com, air terjun ini bertingkat tiga. Tapi ketika saya mencapai lokasi, saya tidak bisa menemukan dua tingkat lainnya :(
Yang ada hanya sebuah air terjun yang berbentuk melebar. Tingginya mungkin sekitar 3 M dengan lebar 6 M. Aliran airnya berasal dari sungai yang melewati perkampungan/pemukiman warga di Kec. Mapanget, sehingga tidak jernih. Namun bagi saya, yang namanya "air terjun" tetap saja indah bagaimanapun bentuk dan kondisi airnya. ^^ Di dekat lokasi terdapat saung kecil yang bisa dijadikan tempat beristirahat bagi pengunjung. Air terjun ini hanya ramai dikunjungi saat hari libur atau akhir pekan, makanya readers harus hati-hati jika ingin kesini bersama tukang ojek ya...

Thank to Bapak Tukang Ojek yang mau berbaik hati memotret saya :')
How to get there? 
Jika menggunakan kendaraan umum: Dari Pasar 45 (bagaimana mencapai Pasar 45, silakan baca posting "Manado City Tour" sebelumnya) alias "pusat kota", naik angkot Kairagi/Paal 2 hingga perhentian terakhir. Lanjutkan dengan angkot trayek Lapangan dan berhenti di Rumah Sakit AURI. Di samping RS AURI, terdapat pangkalan ojek yang sudah mengenal kondisi kedua air terjun tujuan kita kali ini.
Jika menggunakan kendaraan pribadi: sebelum mencapai RS AURI, perhatikan sisi kiri jalan. Akan ada belokan yang ditandai dengan tugu Adipura, berbeloklah disana. Sekitar 5 KM ke dalam, kita akan menemukan papan petunjuk menuju Air Terjun Kima Atas. Silakan mengikuti petunjuk tersebut. 


Sepanjang perjalanan menuju & kembali ke/dari Air Terjun Kima Atas, kita akan disuguhi pemandangan indah seperti ini. Ada hutan yang sangat hijau, ladang-ladang, perkebunan kelapa, serta permukiman warga. Jangan lupa untuk tersenyum ramah ketika berpapasan dengan warga setempat :)



Menuju ke Air Terjun Tunan, jalan masuknya adalah dari jalan yang berada di samping RS AURI, yaitu lokasi pangkalan ojek perhentian pertama saya tadi. Karena jalan yang berbeda arah antara Air Terjun Kima Atas dan Air Terjun Tunan, jadilah saya kena Rp40.000,- lagi untuk ongkos PP ke Air Terjun Tunan :'(


Bapak Tukang Ojek mengantarkan saya singgah sebentar melihat 'tempat parkir' pesawat Bandar Udara Sam Ratulangi dari luar pagar besi. Untunglah kamera saya yang hanya berlensa 18-55 mm ini bisa mengabadikan beberapa pesawat yang tengah parkir dengan indahnya. Sebenarnya 10-15 menit lagi akan ada pesawat yang mendarat (si Bapak sudah hafal jadwal pesawat take off dan landing, lho!) namun saya tak tega mengajak si Bapak panas-panasan menunggui pesawat landing. Jadilah kami lanjut lagi menuju ke Air Terjun Tunan.

Perjalanan ke air terjun sama jauhnya dengan Air Terjun Kima Atas. Sekitar 2 KM mencapai Desa Talawaan, dilanjutkan lagi 6 KM menuju lokasi Air Terjun Tunan, dan jalan kaki menyusuri paving blok sejauh 1 KM. Jadi, sangat disarankan untuk tidak jalan kaki ya readers! ;)


Berbeda dengan Air Terjun Kima yang tidak dipungut biaya masuk, Air Terjun Tunan memiliki biaya HTM sebesar Rp2.500,- per orang dan Rp3.000,- per motor (dan Rp4.000,- per mobil). Hal ini dikarenakan tempat wisata telah dikelola dengan cukup baik oleh warga setempat: dibuatkan lahan parkir yang luas, dipasangi paving blok dari pintu masuk menuju air terjun yang panjangnya sekitar 1 KM, serta dibangun saung cukup besar untuk tempat beristirahat di dekat air terjun. Harga yang sebanding, kok :)

Siap-siap capek ya, readers, menempuh perjalanan ini :p
Jembatan yang menandai bahwa kita sudah setengah perjalanan menuju air terjun
Sungai yang berasal dari aliran air terjun; alirannya sangat jernih dan bersih
Beberapa kios jajanan yang buka pada saat ramai pengunjung (holiday/weekend)
Fasilitas toilet umum yang dibuka ketika ramai pengunjung (holiday/weekend)
 Dan... ini dia! Air Terjun Tunan! Pemandangan yang sudah mencuri napas (dan hati) saya dari kejauhan! :)

Saung tempat istirahat
"Air terjun Tunan terletak sekitar 25 KM dari kota Manado dan berlokasi di Desa Talawaan, Kec. Talawaan, Kab. Minahasa Utara. Dapat dicapai dengan kendaraan bermotor kira-kira 6 KM dari Desa Talawaan. Pohon-pohon besar dan lereng-lereng gunung yang curam serta tebing yang sangat mengesankan mengelilingi air terjun Tunan. Air terjun ini bersumber dari sungai di atas gunung yang mengalir melewati tebing terjal dengan ketinggian kira-kira 60 M. Air terjun ini memiliki latar belakang bukit menjulang yang ditumbuhi tanaman perdu dan tanaman langka lainnya. Tempat ini merupakan suatu kawasan yang sangat menarik dan unik, airnya yang jernih tak pernah kering sepanjang musim kemarau. Butiran-butiran air yang menyerupai asap dan pelangi yang berwarna indah tatkala matahari memantulkan sinarnya ikut menambah keindahan air terjun Tunan."


Saat tiba di air terjun, ternyata saya didahului oleh sekelompok orang yang sedang asyik mandi dan bakar-bakar ikan di dekat saung :( Jadi iri karena saya tidak bisa ikut-ikutan lompat dari atas batu yang ada di dekat air terjun, hahaha... Wangi ikan bakar pun semakin membuat saya lapar siang itu :9


Menurut Bapak Tukang Ojek, di hari weekdays seperti ini pengunjungnya adalah masyarakat setempat alias warga sekitar Kecamatan Mapanget atau Kecamatan Talawaan. Wisatawan biasanya ramai di hari libur atau akhir pekan saja, makanya kios jajanan dan fasilitas toilet umum tidak dibuka oleh pengelola tempat wisata disini.


Saya pun memuaskan hobi fotografi disini, karena Air Terjun Tunan bahkan jauh lebih indah daripada Air Terjun Kima Atas. Air terjun ini setinggi 60 meter dan alirannya sangat jernih karena berasal dari hutan, bukan dari permukiman warga. Meskipun curahan airnya tidak begitu deras, tapi tetap saja kamera saya basah kena cipratan ketika mencoba foto dari dekat :D


Menurut Bapak Tukang Ojek lagi, waktu terbaik untuk mengunjungi air terjun adalah bulan Januari-Maret. Jangan pada musim kemarau ataupun musim hujan deras di bulan Oktober-Desember.

Wah, semakin cinta deh sama air terjun! Nggak sabar untuk berburu air terjun lagi di Pineleng dan Tinoor! :)