February 04, 2013

Padang-Bukittinggi: Mendaki Bukit, Lewati Lembah (1)

The majestic Jam Gadang is located in Bukittinggi, West Sumatra (source: http://id.wikipedia.org)
Sabtu, 2 Februari 2013
Provinsi Sumatera Barat menjadi provinsi pertama bagiku menginjakkan kaki di Pulau Sumatera! Perjalanan ini juga menjadi trip traveling pertamaku dengan Bang Supriadi alias Bang Adi yang kemudian (dan seterusnya, amin! :p) menjadi partner traveling paling asyik. Beliau menawariku tiket milik temannya yang batal ikut traveling ke Padang, sehingga dengan berbekal kartu identitasnya, aku (juga untuk yang pertama kalinya) mendapat tiket PP gratis sebagai modal jalan-jalan kali ini!

 Aku, Bang Adi, dan kedua teman sekantornya: Mas Niko dan Mbak Endang memulai Padang-Bukittinggi Trip dari Bandar Udara Internasional Minangkabau (PDG) pukul 07.12 pagi hari.

View from the plane; It's really amazing, isn't it?

Kenalin nih, Bang Adi, trip organizer kali ini :D Orang yang memegang copyright untuk semua foto-foto di trip ini

Tujuan utama ke Sumatera Barat adalah Kota Bukittinggi. Kota Bukittinggi adalah salah satu kota di Provinsi Sumatera Barat, dan pernah menjadi Ibu Kota Indonesia pada masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Selain itu, Bukittingi juga pernah menjadi Ibu Kota Provinsi Sumatera dan Provinsi Sumatera Tengah. Kenapa Bukittinggi? Kota ini menyimpan banyak kisah sejarah dan budaya Indonesia! Bukittinggi merupakan tempat kelahiran beberapa tokoh pendiri Republik Indonesia, salah satunya Mohammad Hatta. Selain sebagai kota perjuangan, Bukittinggi juga terkenal sebagai kota wisata yang berhawa sejuk, karena Bukittinggi adalah Malang-nya Sumatera Barat. Tempat wisata yang ramai dikunjungi adalah Jam Gadang, yaitu sebuah menara jam yang mesinnya cuma ada dua di dunia: Jam Gadang dan Big Ben di Inggris.

Dalam perjalanan Padang-Bukittinggi, kami tersihir oleh keindahan Air Terjun Lembah Anai yang berada tepat di pinggir jalan. Karena sangat mudah dijangkau, banyak orang yang datang ke air terjun ini untuk berwisata dan berfoto-foto. Ada juga warga sekitar yang mandi di sungai yang alirannya berasal dari air terjun ini.

Para pengunjung Air Terjun Lembah Anai

Berfoto dengan latar belakang Air Terjun Lembah Anai yang berketinggian 35 Meter
Oh ya, di seberang air terjun ini kita bisa melihat ada lintasan rel kereta api. Aku yang berdomisili di Pulau Jawa terbiasa melihat lintasan rel yang sepasang, sehingga merasa kaget bercampur senang karena perdana melihat lintasan rel kereta tunggal. Rel kereta ini bukan untuk kereta angkutan penumpang, tapi untuk mengangkut batu bara lintas Sumatera. Wow! :3

Air Terjun Lembah Anai dapat segera terlihat oleh pengguna jalan dari kejauhan
Perjalanan pun berlanjut kembali setelah segar melihat keindahan dan mencuci muka dengan air sejuk dari Air Terjun Lembah Anai.
Pukul 10.33 pagi, sampailah kami ke jantung kotanya Bukittinggi: JAM GADANG!

Sayang langitnya nggak biru :(
Jam Gadang memiliki denah dasar seluas 13 x 4 meter. Bagian dalam menara jam setinggi 26 meter ini terdiri dari beberapa tingkat, dengan tingkat teratas merupakan tempat penyimpanan bandul. Bandul tersebut sempat patah hingga harus diganti akibat gempa pada tahun 2007.

Terdapat 4 jam dengan diameter masing-masing 80 cm pada Jam Gadang. Jam tersebut didatangkan langsung dari Rotterdam, Belanda melalui pelabuhan Teluk Bayur dan digerakkan secara mekanik oleh mesin yang hanya dibuat 2 unit di dunia, yaitu Jam Gadang itu sendiri dan Big Ben di London, Inggris. Mesin jam dan permukaan jam terletak pada satu tingkat di bawah tingkat paling atas. Pada bagian lonceng tertera pabrik pembuat jam yaitu Vortmann Recklinghausen. Vortman adalah nama belakang pembuat jam, Benhard Vortmann, sedangkan Recklinghausen adalah nama kota di Jerman yang merupakan tempat diproduksinya mesin jam pada tahun 1892.

Jam Gadang dibangun tanpa menggunakan besi peyangga dan adukan semen. Campurannya hanya kapur, putih telur, dan pasir putih.
Kota Bukittinggi dilihat dari Taman Jam Gadang

Taman Jam Gadang, penuh wisatawan, masyarakat lokal, dan para 'pencari nafkah'
Satu hal keren dan paling menarik perhatianku adalah: angka "4" di jam yang terdapat di menara Jam Gadang bukan ditulis "IV" sebagaimana angka-angka lain ditulis dengan angka Romawi, tetapi ditulis "IIII". Kenapa menarik bagiku? Karena jam dinding di rumahku di Manado juga memiliki angka "IIII" sebagai pengganti "4"! Hehe, kebetulan saja ya? Atau pembuat jam dindingku memang terinspirasi dari Jam Gadang? Hmmm...
Dua 'teman' baruku! Mas Niko dan Mbak Endang :)
Setelah melepas penat dan, untuk pertama kalinya, menikmati Sate Padang asli dari Sumatera Barat, kami mengunjungi Benteng Fort de Kock yang hanya terletak 1 km dari pusat kota Bukittinggi di kawasan Jam Gadang, tepatnya di terusan jalan Tuanku nan Renceh. 

Nama Fort de Kock ternyata adalah nama kota ini sebelum diganti menjadi Bukit­tinggi. Benteng ini dibangun pada masa Perang Paderi, sekitar tahun 1825 oleh Kapt. Bauer. Bangunan kokoh yang itu dibangun di atas Bukit Jirek, dan awalnya diberi nama Sterrenschans. Lalu, tak lama namanya berubah menjadi Fort de Kock, oleh Hendrik Merkus de Kock, yang merupakan salah satu tokoh militer Belanda. Usai membangun benteng tersebut, beberapa tahun kemu­dian di sekitar benteng ini berkembang sebuah kota yang juga diberi nama Fort de Kock.

Sisa-sisa Benteng Fort de Kock
Meskipun lebih dikenal sebagai "Benteng Fort de Kock", tapi lokasi ini sebenarnya merupakan tempat wisata bernama "Taman Marga Satwa Budaya Kinantan & Benteng Fort de Kock Bukittinggi". Hingga saat ini, Benteng Fort de Kock masih ada sebagai bangunan bercat putih-hijau setinggi 20 m. Benteng Fort de Kock dilengkapi dengan meriam kecil di keempat sudutnya. Kawasan sekitar benteng sudah dipugar oleh pemerintah daerah menjadi sebuah taman dengan banyak pepohonan rindang dan mainan anak-anak.

Benteng ini berada di lokasi yang sama dengan Kebun Binatang Bukittinggi dan Museum Rumah Adat Baanjuang. Kawasan benteng terletak di bukit sebelah kiri pintu masuk sedangkan kawasan kebun binatang dan museum berbentuk rumah gadang tersebut berada di bukit sebelah kanan. Keduanya dihubungkan oleh Jembatan Limpapeh yang di bawahnya adalah jalan raya dalam kota Bukittinggi.
Berfoto di Jembatan Limpapeh yang menghubungkan kawasan Benteng dan Taman Burung Tropis serta Kebun Binatang dan Museum Rumah Adat

Gajah adalah 'penghuni' kebun binatang kesukaanku!

Pertama kalinya melihat burung unta! :D

"Museum Zoologi" juga ada disini, berisi replika-replika hewan

Denah kawasan wisata Benteng Fort de Kock
Usai menjelajah wisata fauna dan budaya di Taman Margasatwa Budaya Kinantan, kami menuju ke Lubang Jepang Lubang Jepang merupakan sebuah terowongan (bunker) perlindungan yang dibangun tentara pendudukan Jepang sekitar tahun 1942 untuk kepentingan pertahanan.

Menuruni tangga menuju Lobang Jepang

Salah satu terowongan di dalam Lobang Jepang, hati-hati tersesat
Sayangnya, masih banyak pengunjung yang tidak mengerti cara merawat dan menjaga kebersihan tempat wisata, termasuk Lobang Jepang yang merupakan peninggalan sejarah ini. Banyak coret-coretan 'alay' di dinding sepanjang terowongan yang ditulis oleh pengunjung menggunakan spidol, kapur, ataupun goresan batu sehingga merusak keindahan! Readers, please, never do anything stupid like this! Mari sama-sama menjaga keindahan dan kebersihan tempat wisata yang kita kunjungi :)

Di balik jeruji besi banyak disimpan lemari, meja, atau kursi yang dulu menjadi inventaris penjara

Sel penjara paling ujung dan paling mistis di Lobang Jepang

Lubang ini digunakan tentara Jepang untuk mengintai musuh yang mendekati 'markas'

Pintu masuk Lobang Jepang
Lobang Jepang ini berada di kawasan Taman Panorama dimana kita bisa melihat keindahan Ngarai Sianok membentang di depan mata.

Ngarai Sianok adalah sebuah lembah curam (jurang) yang terletak di perbatasan kota Bukittinggi, di kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam,Sumatera Barat. Lembah ini memanjang dan berkelok sebagai garis batas kota dari selatan ngarai Koto Gadang sampai ke nagari Sianok Anam Suku, dan berakhir di kecamatan Palupuh. Ngarai Sianok yang dalam jurangnya sekitar 100 m ini, membentang sepanjang 15 km dengan lebar sekitar 200 m, dan merupakan bagian dari patahan yang memisahkan pulau Sumatera menjadi dua bagian memanjang.
Ngarai Sianok!
Di taman ini, monyet-monyet bebas berkeliaran karena memang hutan taman terhubung langsung dengan hutan sekitar Ngarai Sianok, tempat tinggal sebagian besar populasi monyet ekor panjang. Pengunjung, jika beruntung, dapat berfoto bersama si monyet, asalkan siap memberi iming-imingan makanan untuk mereka!

Kawasan Taman Panorama Ngarai Sianok
Persis di depan Taman Panorama, terletak Museum Perjuangan Tri Daya Eka Dharma. Museum ini dahulunya adalah rumah peristirahatan Gubernur Sumatera. Museum yang memiliki koleksi ratusan senjata jaman perang ini terbuka untuk masyarakat umum.

Pada bagian luar museum terdapat Pesawat Terbang AT-16, Harvard B-419 buatan Amerika Serikat yang dulunya digunakan dalam penumpasan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia di Sumatera Tengah tahun 1958, yang dioperasikan di Solok, Indarung, Bukittinggi dan Payakumbuh. Setelah habis masa terbangnya, pesawat terbang tersebut disimpan di depotlogistik di Lanud Hussein Sastra Negara di Bandung oleh Staf Angkatan Udara yang kemudian diserahkan sebagai benda koleksi museum pada tahun 1973.



Berbagai benda-benda bersejarah terdapat di Museum ini, diantaranya senapan laras panjang, senapan laras pendek, meriam,amunisi, granat, perlengkapan perang, pemancar radio, alat penerima sinyal, telepon dan juga pakaian para tentara Indonesia dan tentara asing.

Bukan hanya itu dokumentasi saat berperang adapula seperti foto kepemimpinan para jendral, lokasi penyekapan para pahlawan revolusi, serta foto para presiden Indonesia dari tahun 1945-2004.


Beralih dari Museum Tri Daya Eka Dharma, kami mengunjungi tempat wisata terkenal selanjutnya: Great Wall of Koto Gadang, alias Janjang Koto Gadang. Meski tak sepanjang great wall yang ada di Cina, keindahan Great Wall of Koto Gadang dapat dipastikan tidak kalah dengannya. Dengan panjang 1,5 kilometer, Great Wall of Koto Gadang ini membentang dari Kabupaten Agam hingga Kota Bukittinggi. Satu lagi, tembok raksasa Koto Gadang melintasi Ngarai Sianok. Di titik itu, pengunjung dapat menikmati pemandangan lembah raksasa nan indah dan hijau.


Di great wall ini, wisatawan juga akan melewati jembatan gantung berkapasitas 10 orang. Jembatan ini berguna untuk meniti sungai yang terjal. Penuh tantangan. Janjang Koto Gadang pada awalnya merupakan Jalan Setapak yang menghubungkan Jalan Ngarai Sianok - Bukittinggi dengan Koto Gadang - Agam.
Jembatan gantung berkapasitas 10 orang
Akhirnya, senja pun siap menyapa kami! Cepat sekali rasanya waktu berlalu. Pukul 17.27 WIB kami bersantai di Danau Singkarak untuk rehat sejenak menunggu kedatangan sunset.


Pengunjung yang datang ke Danau Singkarak, selain untuk beristirahat, juga berwisata Tour de Lake alias menggunakan perahu motor diajak berkeliling mengitari danau. Yang ingin ber-banana boat juga bisa di danau ini. Berenang di danau? Tentu saja boleh! Tapi aku pribadi berpendapat air danau disini kurang jernih dan kurang bersih untuk jadi tempat berenang...


Berhasil menangkap momen sunset di Danau Singkarak, kami pun check-in di Hotel Ambunsuri yang letaknya sangat dekat dengan Taman Jam Gadang. Hanya butuh berjalan kaki beberapa menit saja.

Malam minggu itu kami habiskan dengan nongkrong di Taman Jam Gadang. Sekali lagi berfoto-foto narsis dan melihat-lihat barang dagangan yang digelar (serta membeli beberapa oleh-oleh). Di malam hari, taman ini seketika dipenuhi oleh para penjual yang membuka lapak dadakan di dalam maupun bagian luar taman. Wow! Ramai sekali! Apalagi ada 'konser' dadakan juga di tengah taman yang lagunya non-stop dangdut! Seru sekali malam minggu di Bukittinggi, apalagi ditemani sepiring Sate Padang yang lezatnyo tiado lawannyo! :D

Taman Jam Gadang ramai dipenuhi pengunjung maupun pedagang!

Jam Gadang terlihat semakin megah di malam hari

Berfoto di Pasar Atas Bukittinggi dengan latar Jam Gadang
Besok saatnya beranjak dari Kota Bukittinggi yang sejuk dan asri ini. Kami akan menuju ke Kota Padang. Sayang sekali kami tidak berhasil mengunjungi salah satu tempat wisata ternama disini: Istana Bung Hatta, karena gedungnya sedang dipakai untuk pertemuan kalangan 'atas'. Ah, semoga lain kali ke Bukittinggi bisa mengunjungi istana milik Bapak Proklamator kita ini, amin! :)

Istana Bung Hatta
Terima kasih untuk hari ini Bukittinggi, you're amazingly beautiful! Nggak bakal nolak deh, dapat penempatan di sini...

3 comments:

  1. nicee.... ditunggu perjalannnya agak ke utara lagi. hahaa

    ReplyDelete
  2. salam kenal.
    info yang menarik dan bagus..
    kunjungi kami bagi anda yang ingin melakukan wisata Padang – Bukittinggi
    terima kasih

    ReplyDelete
  3. salam kenal..
    infonya menarik..
    kunjungi kami bagi anda yang ingin melakukan wisata Padang – Bukittinggi
    terima kasih

    ReplyDelete