February 14, 2019

Pulau Bair: Mini Raja Ampat - Kei Islands Trip Pt. 2

DAY 3 - Kamis, 14 Juni 2018

"Erliiiinn!!" samar-samar kudengar suara Nanda. "Kak Lin, bangun yok. Sarapan kita!" timpal Yosa. Suara mereka datang dari ruang makan/duduk yang terletak tepat di depan kamar. Aduh, sudah jam 7 pagi. Kok mata masih terasa berat ya? Mungkin otak ini masih berada di WIB alias masih menganggap ini jam 5 subuh. Dengan enggan aku bergerak ke kamar mandi untuk mencuci muka.

Kemarin Rian berjanji akan menjemput jam 08.00 dengan mobil untuk langsung menuju pelabuhan, titik awal islands hopping tour. Mau ke mana sih di hari pertama bertualang di Pulau Kei Kecil ini?

Tanpa filter, tidak di-edit. Is this paradise?


Pertama-tama kami menuju ke suatu tempat yang kerap dijuluki sebagai Wayag (Raja Ampat) versi mini. Namanya Pulau Bair, suatu gugusan pulau karang yang dapat dicapai hanya dalam waktu 1 jam dengan kapal cepat dari pelabuhan.

Kapal kami hari ini

Mari mulai berlayar!

Sepanjang perjalanan, mata kami disuguhkan sajian indah berupa lanskap laut hijau toska berpadu dengan langit biru bersih. Puji Tuhan, hari ini langitnya biru meski dihiasi awan kelabu. Yang penting tidak hujan, doaku dalam hati. 

Di kiri-kanan kerap kami temui gugusan-gugusan karang yang seakan menjadi garda terdepan pengaman Pulau Bair. Berkat pulau dan gugus karang itulah perairan di Pulau Bair tenang dan tidak berarus, layaknya laguna yang jernih. Salah satu alasan kenapa Pulau Bair ini sangat memukau yaitu adanya tanaman mangrove yang menghijaukan suasana. Ibarat kata nih pulau satu ini adalah kanvas lukisan yang penuh warna-warna indah memesona.

Bisakah kita nyelip di antara kedua karang itu?

Berhubung masih sepi, puas-puasin narsis di dermaga!

Meriahnya warna dermaga kayu yang dibangun Pemerintah semakin menambah kecantikan lokasi ini. Pulau Bair memang salah satu spot favorit para wisatawan untuk berenang-renang santai berkat jernih dan tenangnya arus di sekitar dermaga. Tapi katanya sih di sini juga terdapat hiu-hiu kecil! Waduh? Bahaya dong?! Yang penting waspada selalu aja, Readers, serta patuh sama setiap arahan tour guide dan tim awak kapal ya. Jangan iseng berkelana sendirian pokoknya. 

Padahal dalam hati deg-degan banget HAHAHA

Cuma butuh 10-15 menit untuk naik ke puncak tebing Pulau Bair yang populer ini. Trek-nya terjal tapi relatif lebih mudah daripada panjat karang di Wayag atau Telaga Bintang. Aku menyesal datang dengan celana barong/kain, begitu pulang celanaku penuh dengan sobekan-sobekan kecil hasil dari panjat tebing. Hahaha. Readers yang berencana main ke Pulau Bair -- ataupun ke Wayag di Raja Ampat -- pastikan memakai celana berbahan parasut atau karet ya. Biar mudah panjat-panjatnya. Kalau bisa sih yang menutupi hingga betis, agar kulit kaki tidak tergores. Karang tebing ini tajam-tajam betul, mengalahkan omongan tajam si Ananda.

Puji Tuhan, pagi itu tim kami sendirian saja di Pulau Bair. Kalau sedang ramai, kita harus antre untuk menuju puncak. Maklum, tebing-tebing seperti ini memang tidak cukup luas dan aman untuk menampung belasan orang. 

Aku, Ananda, Yosa, Bang Tommy, dan Bang Adi bergantian melakukan sesi foto di spot tersebut. Pas berfoto sendirian, senyum masih lebar dan tulus. Eh begitu saatnya foto bersama, aku mulai merasa ketar-ketir. Space-nya sempit! Harus ekstra hati-hati memilih tempat duduk di puncak tebing ini. Jangan menengok ke bawah juga, takutnya malah kena serangan acrophobia (takut ketinggian). Foto di atas sih menunjukkan senyum bahagia ala Pepsodent... padahal dalam hati terus-terusan mengucap Doa Bapa Kami. Hahaha! Setelah 30 menit di puncak, tampak sebuah kapal motor mendekat dan menurunkan angkutan belasan turis domestik. Oke, ini saatnya kita turun!

RIP Celana Barong :')

Dari Pulau Bair, Rian mengajak kami ke Pulau Adranan yang cuma berjarak setengah jam naik kapal cepat dari destinasi sebelumnya. Karena hari sudah mulai siang, pulau satu ini cukup ramai disinggahi wisatawan. Entah untuk sekadar berteduh dari terik matahari atau untuk menggelar bekal makan siang yang dibawa dari Kei Kecil. Kami? Apa lagi kalau bukan foto-foto!








Ada semacam pondok palem lho di Pulau Adranan. Cantik banget ya?


Petualangan islands hopping hari ini berakhir di Pulau Adranan. Kami naik kapal kembali ke daratan untuk menuju destinasi ketiga yaitu Kampung Pelangi di Kota Tual. Kampung ini berada di depan Jembatan Isdek yang menghubungkan kota Tual dan Langgur. Kampung terbagi atas dua sisi: Desa Kiom yang dicat warna merah-putih dan Desa Taat di seberangnya yang dicat dengan warna-warna pelangi. Katanya, di Desa Kiom banyak terdapat mural di tembok dengan tema bahari dan pahlawan nasional. Keren banget ya? Kami hanya memotret kampung ini dari kejauhan saja, tidak 'blusukan'  ke dalamnya.

Desa Taat, Kampung Pelangi, Kota Tual

Simbol kebanggaan warga Kei di Jembatan Isdek

Karena tidak berlama-lama di Kampung Pelangi, kami masih sempat menyelipkan satu destinasi lagi sebelum kembali ke penginapan untuk sunset-an. Ke mana? Ke Gua Hawang, suatu gua yang terletak di Desa Letvuan sekitar 25 menit-30 menit dari Langgur.

Ada legenda menarik tentang gua ini, Readers. Sebuah batu berbentuk tonggak terlihat mencuat dari kolam gua. Konon ceritanya, batu itu adalah jelmaan manusia bernama Taran Yaf yang dikutuk karena bersikap tidak sopan saat mengunjungi gua. Suatu hari, bersama dua ekor anjingnya, Taran Yaf berlari-lari memburu seekor babi yang masuk bersembunyi ke Gua Hawang. Karena haus, dia mencoba minum dari kolam gua tapi air itu terasa pahit di lidah. Tanpa tertahan, Taran Yaf mengeluarkan kata-kata makian yang seketika mengubah dia dan kedua anjingnya menjadi batu. Dua batu di dasar gua, tidak jauh dari batu tonggak tadi, dipercaya merupakan jelmaan anjing-anjing peliharaan Taran Yaf. Hingga saat ini masyarakat setempat masih percaya bahwa ada roh-roh yang menghuni gua tersebut. Pantas saja banyak tergeletak sesajen berupa rokok dan makanan kecil yang di sekitar tangga menuju gua.


Batu berbentuk tonggak

Nah... tibalah waktu yang paling dinanti-nanti oleh lima orang anak pantai ini: SENJA! Senja pertama di Pulau Kei akan kami lewatkan di Ohoililir alias pantai di depan penginapan. Mobil merapat di Coaster Cottage pukul 17.15 WIT, tepat waktu banget ya?

Kondisi pantai cukup sepi, wajar saja sih mengingat Pulau Kei memang belum seternama Belitung atau Pulo Cinta, Gorontalo. Sore itu hanya ada 1-2 orang sesama tamu Coaster Cottage dan dua ekor anak anjing menggemaskan! "Halo, Kembar!" sapa Bang Tommy. "Lah, emang kembar, Bang?" aku meragukan. "Iyalah, cok kau lihat mukaknya mirip kali. Warna bulunya pun hitam persis gitu lho." OH BAIIIIKKK~

Halo, Kembar! (Bukan, Yosa bukan termasuk dalam persaudarakembaran itu!)

Momen pertama kami dengan matahari terbenam Kei datang sangat manis sore itu. Langitnya cantiiiiiiikkk banget. Memang banyak awan bergelayut di cakrawala tapi sama sekali tak mengurangi indahnya gradasi kuning-oranye-merah yang terlukis. Apalagi Pantai Ohoililir ini serasa private beach tanpa adanya turis-turis berbikini dan ber-boxer yang suka mondar-mandir, menutupi pemandangan di depan mata. Hatiku rasanya bahagiaaaa sekali! Kei otomatis masuk dalam daftar "The Most Beautiful Sunset View" versiku, yah, bersaing tipis lah dengan senjakala Manado 😙


Kok nggak ada yang 'nomor 2'?

Sampai ketemu besok pagi, Matahari

Malamnya kami makan malam di Kafe/Restoran Forganza. Selain di Evelyn Cottage, restoran ini satu-satunya yang menyediakan Wi-Fi. Bagi para influenza influencer kayak Nanda, Yosa, Bang Tommy, dan Bang Adi, jaringan internet memang merupakan suatu kebutuhan 😏 Aku sih... sama aja. Hahaha.

*

Sekian lah petualangan hari kedua di Kei Kecil. Besok dan besok-besoknya lagi, masih banyak lanskap indah yang disiapkan kepulauan ini untuk kita. Stay tune ya, cerita Part 3 akan segera tayang. Terima kasih sudah mampir, Readers! :*


Salam manis dari Rian, tour guide kesayangan selama di Kei


0 testimonial:

Post a Comment