June 16, 2016

Body-Shaming in South Korea

Readers yang sudah membaca dua review Seoul trip-ku pasti notice, "Lho, kenapa cerita ini nggak masuk di trip kemarin?"

Alasannya, karena aku tidak ingin menjatuhkan citra Korea Selatan di mata para calon-traveler. Satu hal yang kusadari setelah beberapa kali menulis cerita perjalanan adalah betapa berpengaruh cerita versiku dan sudut pandang pribadiku terhadap cara pandang pembaca atas suatu destinasi. "Kayaknya ke Shenzhen itu gak worthy ya, Lin, jadi males kesana setelah baca blog-mu." Ucapan bernada serupa juga datang dari beberapa orang lain yang meminta saran destinasi untuk ke Hong Kong. Wah. Padahal Shenzhen itu sangat menarik untuk dikunjungi, hanya saja aku tidak betah dengan tingkah laku para pribuminya yang jauh dari kesan menyenangkan.

Changdeokgung Palace, Seoul, Korea Selatan

Ide menulis tentang topik ini muncul akibat membaca artikel "Tackling Body-Shaming in South Korea" yang mengungkap kisah prihatin seorang cewek blasteran Korea-Kazakhstan yang di-bully teman sekolahnya di Korea karena memiliki badan plus-size alias berisi.

It's okay to be ugly, but being fat is unforgivable // Jelek bukan masalah, tapi berbadan gendut tidak dapat dimaafkan.
Cewek Korea-Kazakhstan dalam artikel tersebut

Body-shaming. Istilah yang ditujukan untuk suatu niat mempermalukan bentuk tubuh orang lain, baik dengan perbuatan maupun perkataan. Hal ini beda ya dengan jokes antarkawan yang biasa kita lempar tanpa niat mengolok-olok, "Lu makan tempat banget sih, geser dikit dong!" Joke ini tidak termasuk body-shaming ya, unless kalian benar-benar memasukkan candaan itu dalam hati.

Nah, begini ceritanya...
Dalam perjalanan menuju suatu stasiun Korail di Seoul, aku dan Mama terhenti di depan sebuah kios sepatu karena tawaran harga yang cukup menggiurkan: 10,000 KRW untuk sepasang. Sejak awal, bapak-bapak penjual sepatu tidak begitu ramah menyambut kami, a little bit jutek malahan. Saat itu aku langsung sadar, "Pasti karena kami orang asing dengan ukuran kaki di atas rata-rata," begitu pikirku. FYI, aku sudah banyak membaca tentang body-shaming yang terjadi di Korea Selatan. Akhirnya, niat 'lihat-lihat aja' ini memang meningkat jadi "shoe fitting" karena tergoda model dan kualitas sepatunya yang memang bagus.

"No! No! You can't do that!"
Bapak Penjual tiba-tiba berseru kepada Mama yang baru mau memasukkan sebelah kaki ke dalam sepatu yang diminati. For God's sake, Readers, sepatu itu nampaknya berukuran 38-39 dan Mamaku tidak bersikap barbar saat fitting... tetapi ekspresi Bapak Penjual menunjukkan seolah-olah kaki Mamaku akan menyobek sepatu murah-nan-kece jualannya itu jika tetap dipaksa masuk.

"Big size is here. Just see around here."
Dia lalu menggiring kami -- yeah "menggiring", Readers, tahu kan bagaimana Petugas Penyeberang Jalan menggiring pejalan kaki agar tidak mencar kemana-mana? -- ke bagian lain toko dengan rak sepatu yang berhiaskan tulisan tebal "BIG SIZE". Well, BIG SIZE shoes yang dimaksud ini pada nyatanya hanya berbeda 1-2 cm dari sepatu yang tadi dicoba Mamaku lho. Luar biasa.



Ilustrasi Myeongdong Underground Shopping Centre. SourcePanoramio

Lain lagi nih pengalaman di Myeongdong Underground Shopping Centre. Disaat wanita-wanita lain (termasuk turis asing) yang masuk ke toko disambut dengan begitu ramah, Mama malah dicuekkin oleh para penjaga toko. Mereka tetap duduk, membaca koran, lanjut makan, atau tetap mengobrol dengan rekannya tanpa ada niat sedikit pun melayani Mamaku. Saat Mama menanyakan harga atau warna lain suatu baju, mereka menjawab seadanya. Lho. Apakah semua toko baju berembel-embel "Made in Korea" memang tidak menyediakan pakaian ukuran Mama ya? Niat jualan nggak sih?!

Aku langsung teringat dengan salesgirls di Indonesia, di berbagai mall dan ITC, yang begitu bersemangat menyerukan, "Apa cari, Kak?! Masuk, Kak, masuk! Banyak warna, banyak model!" Puji Tuhan, sih, karena jadinya Mama tidak membeli apa-apa. Aku sudah khawatir koper kami akan meledak karena overloaded hasil kalap memborong di Seoul.

Oh ya, bukan berarti semua pemilik/penjual toko pakaian dan sepatu di Seoul seburuk itu ya, Readers. Masih ingat dong dengan ceritaku tentang Ibu Penjual Mantel? Beliau sungguh sangat menyenangkan, baik sebagai pedagang yang sedang membujuk customer, maupun sebagai seorang wanita yang memperlakukan sesama wanita. Tidak sekali pun beliau mengungkit ukuran tubuh kamiMeski aku dan Mama berbeda ukuran, beliau tetap sabar mengambilkan mantel dengan ukuran berbeda dari stok di belakang toko. She keeps saying, "Neomu yeppeo! Very pretty!" everytime Mama and I put a coat on. Seandainya harga mantelnya tidak mencapai satuan juta, sih, pasti udah kami borong deh sebagai bentuk terima kasih atas keramahannya. Every salesperson in the whole world should be like her.

Harus kuakui, wanita-wanita Korea Selatan ini memang cantik. Bertubuh langsing, berkulit putih, berwajah mulus dengan riasan make-up a la no-makeup, berambut mengilap... tapi what's so good in women that look so similar to each other? Aku tidak bisa membedakan satu cewek dengan cewek lainnya, dan jika pun aku papasan dengan seorang cewek yang sudah pernah kutemui sebelumnya, aku nggak akan pernah sadar. Lah, wong yang membedakan mereka hanya jenis dan warna rambut!

Tidak pernah tertulis dalam Alkitab atau kitab manapun bahwa Tuhan menciptakan manusia dengan ukuran tubuh mungil nan ramping. Tidak. Manusia lah yang menciptakan standar tentang ukuran. Manusia yang menentukan definisi "sempurna" dengan embel-embel pinggang ramping, panggul montok, tipikal bodi gitar...

Wanita, siapa pun itu, tidak seharusnya mengalami body-shaming, apa pun dan bagaimana pun caranya. Mengatai mereka gendut/kurus/pendek/jangkung adalah tindakan terburuk, karena setidaknya kekerasan fisik masih dapat dibalas, tapi kekerasan mental/jiwa/rohani? Hanya wanita dengan self-esteem tinggi yang kebal terhadap kekerasan sejenis body-shaming.

Korea Selatan harusnya memberi lebih banyak ruang bagi wanita non-kurus/langsing/ideal untuk hidup. Sediakan pakaian dan sepatu dengan ukuran diatas M. Larang/tindak para gadis remaja yang senang mem-bully teman sekelasnya yang berukuran plus-sized. Berhenti menggunakan selebriti setipe Sistar atau SNSD sebagai model iklannya. Untuk apa juga iklan ponsel atau obat batuk memakai Kim Yura, Song Hye Gyo, atau Yoon Eun Hye sebagai model; apakah hanya cewek kurus dan cantik yang boleh menggunakan ponsel, atau mengonsumsi obat batuk?

Kamu cantik. Tidak seorang pun berhak untuk mengatakan sebaliknya.


So ladies, stop feeling ashamed of your body image! YOU ARE BEAUTIFUL. Please don't go under surgeries. Don't torture yourself on an-apple-a-day kind of diet. Dietlah karena alasan kesehatan, bukan karena tuntutan pergaulan. Women are only beautiful when they're being normal, real, and natural :)

***

Another great article about body-image, read here.

1 comment:

  1. Kalo sampai ada yang bilang ke A itu ngak worthed, ke B ngak kece, ke C kok gitu doang.

    Kayak nya tragis baget hidup tuch orang. Mending mati aja di kubur.

    Kalo gw belajar apapun dari sebuah perjalanan, selalu ada nikmat untuk bersyukur karna makna dari sebuah perjalanan itu adalah ttg belajar bisa saling menghargai, menerima, ikhlas dll. Jadi bukan ttg indah nya sebuah destinasi karena hidup berproses

    ReplyDelete