March 08, 2014

Eksplorasi Keindahan Kota Tondano

Dalam rangka jelajah seluruh objek wisata di Sulawesi Utara, kali ini aku menyambangi Kota Tondano yang adalah ibukota dari Kabupaten Minahasa Induk. Sebelum dimekarkan, Minahasa adalah kabupaten terbesar di provinsi Sulawesi Utara. Pemekaran akhirnya memecah Minahasa menjadi Minahasa Induk, Minahasa Utara, Minahasa Selatan, Minahasa Tenggara, dan Kota Tomohon. Jika menyebut "Tondano", mayoritas warga Sulawesi Utara tentu akan teringat dengan "Danau Tondano", sementara lainnya teringat dengan "Universitas Negeri Manado (UNIMA)" yang berlokasi di kota ini.

Setibanya di Tondano pada hari Senin 24 Februari 2014, aku dan Lia, sepupuku yang tengah menjalani kuliah S2 jurusan IPA Terpadu, segera jalan-jalan ke pusat kota Tondano. Beberapa waktu lalu aku sempat membaca artikel tentang "Monas Tondano" yang letaknya di pusat kota. Wah, aku penasaran setengah mati ingin tahu seperti apa replika Monas yang ada di kota ini!

This is it: Monas Tondano!

Tugu ini berukuran tinggi 15 meter
Tidak jauh dari Monas Tondano, terdapat lapangan Sam Ratulangi yang kala itu digunakan oleh warga bermain sepak bola dengan penuh semangat, meskipun hujan mulai turun rintik-rintik.

Lapangan Sam Ratulangi
Di seberang lapangan, aku melihat Taman Kota Tondano yang memiliki dua objek menarik: sebuah monumen perjuangan Minahasa dan sepasang replika waruga yang sayangnya nampak kurang terawat. Taman Kota ini sendiri merupakan satu bagian dengan halaman Kantor Bupati Tondano.

Waruga di Taman Kota Tondano

Monumen Taman Kota Tondano
Mural pada monumen Taman Kota Tondano dengan lambang Minahasa berupa burung Manguni (sejenis burung hantu) serta kalimat pembangkit semangat ‘I Yayat U Santi’, yang juga terdapat di bawah mural ksatria Minahasa di sebelah kiri.

Di sebelah kanan mural ksatria ini terdapat tulisan ‘Cita2ku sampai di puncak Gunung Kalabat, tetapi sayang kaki hanya sampai di Airmadidi’, yang merupakan kutipan ucapan Sam Ratulangi yang terkenal, mengungkapkan cita-citanya agar Indonesia berperan penting di kawasan Asia Pasifik namun semasa hidupnya cita-cita itu belum tercapai, dan berharap agar generasi muda meneruskan cita-citanya itu.

Kalimat di bawah mural ksatria Minahasa di sebelah kanan berbunyi ‘Pakatuan wo Pakalawiren’. Sebuah kalimat yang sering diucapkan oleh orang Minahasa setelah selesai berpidato, yang berarti ‘Semoga lanjut usia dan lestari’. (source: http://thearoengbinangproject.com/taman-kota-tondano-minahasa/)







Wisata kuliner di Kota Tondano? Tentu saja bisa! Yang paling terkenal adalah Kawasan Boulevard. Pertama kali mendengar lokasi ini, aku kebingungan mengingat Tondano adalah daerah perbukitan yang tidak memiliki pantai. Kenapa "boulevard"? Entah apa yang ada di pikiran pencetus namanya, yang pasti Boulevard Tondano adalah sebuah lokasi wisata kuliner dimana warung-warung makan berdiri sepanjang jalan, menawarkan sajian jagung bakar serta makanan khas Minahasa bersama pemandangan sawah dan pegunungan yang asri. Makanan paling terkenal? SATE KOLOMBI! Sate Kolombi katanya memiliki protein tinggi yang berguna untuk menambah vitalitas. Kalau dimakan dengan jagung atau milu bakar, rasanya: "bukang main pe sadap skali!" :D Untuk setusuk Sate Kolombi harganya Rp2.000,- sedangkan jagung bakar Rp3.000,-






"Kolombi" adalah bahasa Manado untuk hewan sejenis keong. Kalau di Jawa keong sering dianggap hama tanaman padi di sawah, tapi di sini kolombi hidup liar dan berada di genangan air dari rembesan Danau Tondano. Bahkan tak sedikit yang memeliharanya di area sawahnya karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi. (source: http://wisata.kompasiana.com/kuliner/2013/09/12/sate-kolombi-kuliner-tinggi-protein-dari-tondano-592007.html)

Jagung Bakar & Sate Kolombi, e do do eh pe sadap skali! :)
Hari kedua di Tondano, aku diajak melihat indahnya Danau Tondano yang letaknya cukup dekat dari kawasan Kampus UNIMA.

Danau Tondano memiliki luas 4.278 meter persegi dan berada di ketinggian 600 mdpl. Hal pertama yang akan disadari wisatawan adalah: ECENG GONDOK! Ya, tanaman hijau ini 'bertebaran' di berbagai penjuru danau, mostly di bagian tepi. Tapi justru tanaman itu membuat danau menjadi lebih indah. Di sekeliling danau terlihat hijaunya Gunung Kaweng, Bukit Tampusu, dan Gunung Masarang yang mengapit danau terluas di Sulawesi Utara ini. Meskipun kalah luas dengan danau-danau indah lain di Indonesia, terutama Danau Toba yang luasnya 100-an hektar, tapi Danau Tondano tetap memiliki pesonanya sendiri.


Alkisah, Danau Tondano adalah retakan yang tercipta akibat meletusnya gunung purbakala di Tondano akibat dilanggarnya sebuah ikrar suci oleh dua Tonaas (pemimpin daerah) di zaman dahulu. Legendanya bisa dibaca disinireaders!

Iseng mau jajan bakso di tepi danau: eh malah ketemu arek Malang! :D Mas-nya asli Malang yang datang ke Sulut tiga tahun lalu, dan kini bermukim di Kampung Jawa, Tomohon.
Banyak rumah warga yang didirikan di danau. Beberapa bahkan memanfaatkan keindahan danau dengan mendirikan rumah makan yang menjorok ke tengah danau, dengan badan bangunan terbuat dari bambu. Selain menjalankan usaha rumah makan, warga yang bermukim di Danau Tondano ada yang mencari ikan dengan sampan kecil, beternak unggas, ataupun mengambil eceng gondok yang bisa dimanfaatkan menjadi kerajinan tangan seperti tas atau keranjang.



Pemandangan sepanjang perjalanan menuju dan kembali dari Danau Tondano sangat mengesankan! Hijaunya sawah dan perbukitan di kejauhan, serta hawa sejuknya membuat saya enggan untuk kembali ke kehidupan di Manado :')





Perhentian terakhir: Makam Sam Ratulangi! Lokasinya dekat Terminal Tondano dan biasanya dalam keadaan terkunci. Tapi tenang saja, juru kuncinya tinggal tepat di belakang kawasan makam (rumah warna pink) yang berseberangan dengan Gereja Riedel.

Jalan masuk menuju makam yang berawal dari rumah si juru kunci
Dengan meniti tangga ini pengunjung akan sampai ke Monumen Sam Ratulangi di atas bukit. Di sisi tangga terdapat relief-relief menarik tentang kehidupan Sam Ratulangi dan perjuangan rakyat Indonesia. (Read more on http://thearoengbinangproject.com/makam-sam-ratulangi-minahasa/)

Penampakan lokasi dilihat dari gerbang depan

Makam Sam Ratulangi yang ditandai dengan tugu waruga
Monumen Sam Ratulangi


Sebelum kembali ke kosan Lia, aku diajak berkeliling kampus. Kampus ini adalah kampus tempat mengajar (alm.) Papaku yang dulunya adalah dosen fisika. Beberapa kali aku sempat ikut ketika beliau mengajar, namun hanya tinggal di mobil sehingga yang kuingat hanyalah bangunan Fakultas MIPA. Beberapa bangunan baru didirikan menambah keindahan Universitas Negeri Manado ini.

Auditorium UNIMA
Pemandangan yang bisa dilihat dari tempat kos sepupuku, indahnyaaaa :')

Thank you Lia, my beautiful tour guide :*
 Trip pun berakhir, saatnya kembali ke pelukan Kota Manado. Untuk kembali ke Manado, aku menggunakan bis yang seukuran metro mini/kopaja dengan rute Tondano-Manado (Terminal Karombasan) dengan harga Rp12.000,- Biasanya waktu tempuh bis ini hanya 2 jam, namun jalan Tinoor yang biasa dilewati masih rusak akibat bencana banjir & tanah longsor yang melanda Sulawesi Utara pada 15 Januari yang lalu. Waktu tempuh pun menjadi +- 3,5 jam karena bis melewati daerah Tanggari, Airmadidi (Kab. Minahasa Utara).

Kalau Manado itu diibaratkan Jakarta, maka Tondano adalah daerah Puncak yang sejuk dan berhawa dingin. Tertarik untuk kesini, readers? ;)

0 testimonial:

Post a Comment