June 29, 2023

The Girls Reunited in Switzerland - Euro Trip 2023 Pt. 1

2023 pecah telor! Akhirnya aku bisa nulis blog lagi, tapi yang terutama... bisa traveling ke luar Indonesia lagi! Woo-hoo 👏 Aku memang belum berani untuk ke luar negeri lagi selama pandemi kemarin. Traveling sih udah tapi masih di sekitaran Indonesia aja. "Lho kok gak ada ceritanya di blog?" Ehm, gimana ya readers... jari-jariku udah kaku untuk memulai nulis cerita. Draft-nya udah banyak tapi gak ada satu pun yang selesai HAHAHA.

Anyway... kali ini aku pengen bercerita tentang Euro Trip 2023 kemarin. Aku akan memulai post ini dengan pernyataan: Tuhan tuh baik banget ya. Doaku saat trip solo tahun 2019 lalu dijawab Tuhan dengan begitu indah. Waktu itu, aku perdana menginjakkan kaki ke Swiss, negara yang langsung menjadi negara tercantik nomor satu yang pernah kusinggahi. Pertama kali mataku memandang alam Swiss, sebait doa langsung terucap di dalam hati. Doa itu pun terus kuulang selama 3 hari di sana: "Tuhan, boleh yaa 2-3 tahun nanti aku bisa ke sini lagi sama Mama."

Memang bukan 2-3 tahun setelah itu, karena dunia justru 'dipaksa istirahat' gara-gara pandemi. Tapi waktu Tuhan bukanlah waktu kita; waktu Tuhan adalah waktu yang terbaik. Akhirnya di akhir tahun 2022 kemarin, doaku seperti dijawab-Nya dengan: "Ya, boleh Erlin, tahun depan kalian boleh ke Swiss" 💖

Waktu Tuhan emang yang terbaik!


Bulan Desember 2022 aku berhasil mendapatkan tiket promo Jakarta-Zurich PP untuk aku, Mama, dan Kakak. Tentunya semua tidak lepas dari campur tangan Bang Supriadi, yang selalu menjadi andalanku dalam urusan pertiketan dan perhotelan. Readers udah follow Bang Supriadi, belooom? Capcusss segera follow deh biar gak ketinggalan info diskon menarik! 😁 Pembaca setia Cerita Dimulai gak perlu lagi lah ya dikenalkan dengan abangku satu itu, nama beliau sudah banyak bertebaran di blog ini.

In Supriadi we trust! 


Karena sudah 3 tahun vakum dari dunia per-traveling-an, aku jujur saja sangat kelabakan dalam menyiapkan trip ini. Mulai dari paspor yang sudah habis masa berlaku, berlanjut ke proses pengajuan visa yang begitu dramatis, bahkan ketika dalam perjalanan pun ada saja kejadian kurang mengenakkan yang terjadi. Aku pengen deh menulis cerita (lebih tepatnya "curhat") tentang pembuatan visa kemarin, tapi mesti di post yang terpisah biar puas hahaha 😭

Marilah kita mulai cerita tentang Euro Trip 2023. Sebagai disclaimer, trip ini bukanlah budget trip seperti perjalananku biasanya. Kami tidak menekan pengeluaran dan berhemat secara maksimal, motto kami untuk trip ini adalah: "asal semuanya nyaman." Mamaku yang sudah jelang pensiun, Kakak yang punya sakit asma, dan aku yang masih beradaptasi lagi untuk traveling -- kami cuma ingin berwisata dengan nyaman dan santai. Jadi readers tidak akan menemukan cerita pesiar ala backpacker yaaa kali ini.

"Asal Mama nyaman dan bahagia" sih yang terpenting 😊 


Tujuan utama dari Euro Trip 2023 ini tentu saja adalah Swiss. Aku sempat terpikir untuk memaksimalkan waktu kami 10 hari di Eropa hanya untuk satu negara ini saja. Tapi rasanya tidak mungkin. Pertama, kami bukan Raffi-Nagita yang punya uang miliaran. Swiss ini negara mahal, satu hari di sana aja paling minimum butuh biaya Rp1 juta per orang. Paling minimum, lho ya. Sementara kami kan punya motto "Kenyamanan", otomatis pikiran ini kubuang jauh-jauh. Opsi selanjutnya adalah menambah negara lain untuk jadi destinasi selain Swiss.

Aku 'bersemedi' berhari-hari dan akhirnya memutuskan Italia sebagai destinasi kedua. Italia kupilih dengan pertimbangan: 1) dekat dari Swiss, bisa ditempuh dengan kereta; 2) biaya hidupnya lebih murah dari Swiss; 3) banyak pemandangan cantik; dan 4) negara yang belum pernah kukunjungi. Alasan keempat ini memang terkesan egois yah, tapi aku juga pengen dong merasakan jadi "wisatawan" juga. Kan di Swiss aku sudah berperan sebagai "tour guide". Mama memang sempat menanyakan opsi lain seperti Jerman, Austria, bahkan Inggris (?!) tapi kembali lagi ke pertimbangan empat poin sebelumnya, Italia lah yang terpilih.

Setelah visa kami dapatkan, aku langsung bergegas menyusun itinerary, memesan penginapan, membeli tiket kereta, bahkan membeli berbagai keperluan yang akan dibawa ke Eropa. All the preparations drained my energy so bad, aku harus begadang berhari-hari demi memastikan penginapan dan tiket kereta yang kupilih adalah yang terbaik.

Long story short, tibalah hari yang kami nanti-nantikan: Jumat, 19 Mei 2023. Aku, Mama, dan Kakak memulai perjalanan kami dari bandara Soekarno Hatta. Kami akan terbang dengan maskapai Qatar Airways pada pukul 18.45 menuju Doha untuk transit selama tiga jam, lalu terbang lagi menuju Zurich. Lihatlah wajah-wajah excited (dan sedikit cemas?) kami!

Gembira (sedikit deg-degan)

Berfoto di spot andalannya Doha Airport

Mama seneng banget punya 2 fotografer handal 😁
 

Hari ke-1 -- Sabtu, 20 May 2023

Pukul 07.20 pesawat kami mendarat di Bandara Zurich. Rasanya legaaaaaaa sekali. 14 jam perjalanan di udara terasa seperti 14 tahun. Vakum traveling lintas benua memang bikin lupa banyak hal, termasuk lupa gimana rasanya duduk belasan jam di kursi pesawat yang minim ruang. Ditambah lagi kondisiku yang kurang fit karena cedera lutut, aku jadi tidak bisa duduk terlalu lama. Untung saja kami tidak naik budget airlines yang punya jarak antarkursi lebih sempit.

Kangen juga sama makanan pesawat
Apalagi punya Qatar Airways yang enak-enak


Setelah sempat tertahan lama di antrian imigrasi, kami bertiga langsung keluar dari bandara menuju stasiun kereta bawah tanah (subway) yang ada di gedung seberang Arrival/Terminal Ketibaan. Di sini Mama bertemu dengan salah satu kenalannya yang sudah menetap lama di Zurich. Kami mengobrol sebentar sebelum kemudian berpisah melanjutkan perjalanan masing-masing. 

Seperti yang sudah kusebutkan di awal, aku sudah pernah ke Swiss tiga tahun lalu persis sebelum pandemi. Kala itu aku memakai jasa tour guide karena takut 'nyasar' dan takut tidak maksimal menyusun itinerary. Berkat pengalaman itu aku cukup percaya diri bisa menjadi tour guide bagi Mama dan Kakak selama di Swiss. Aku sudah menyiapkan amunisi berupa aplikasi SBB Mobile (untuk informasi transportasi) dan MeteoSwiss (untuk informasi perkiraan cuaca), dua ini aplikasi penting jika ingin berwisata di Swiss.

Itinerary yang kususun untuk trip kali ini tidak berbeda jauh dengan itinerary-ku sebelumnya. Aku mengalokasikan waktu tiga hari untuk bertualang di Swiss, dan memilih Alpnach sebagai kota tempat tinggal. Untuk mencapai Alpnach dari bandara (Zurich Flughafen), kami harus terlebih dulu transit di stasiun Luzern kemudian berganti kereta menuju stasiun Alpnachstad. Awalnya aku berharap bisa tinggal di Luzern/Lucerne saja, tapi karena baru mulai mencari akomodasi H-2 minggu, harga penginapan di sekitar Luzern sudah meroket semua. Puji Tuhan aku bisa menemukan apartemen di Alpnach yang masih sesuai budget, dan yang terpenting lokasinya tidak jauh dari stasiun -- hal yang penting mengingat kami harus menyeret koper-koper berat. 

Setelah 1,5 jam perjalanan, kami tiba di Alpnach pukul 10.40. Ternyata stasiun ini langsung berhadapan dengan Pilatus Bahn, stasiun funicular atau kereta kabel yang menuju puncak Gunung Pilatus. Kalau saja kami tiba di Swiss satu atau dua hari lebih awal, mungkin bisa mengagendakan naik funicular ini. 

Funicular menuju Gunung Pilatus
(Sumber: Pilatus.ch)


Penginapan yang akan kami tempati dipesan dari situs Agoda. Situs ini memang lebih murah daripada Airbnb ataupun situs/aplikasi sejenis, ditambah lagi ada fitur "Free Cancellation". Hanya saja ada kekurangan besar dari Agoda: host-nya sulit dihubungi. Ditambah lagi, akomodasi berupa apartemen seperti ini tidak punya receptionist desk yang sigap melayani. 

Drama kecil sempat terjadi. Setelah berjalan kaki 7 menit dari stasiun, kami tiba di depan apartemen. Tempatnya berupa dua bangunan rumah, salah satunya punya dua tingkat. Ada mobil yang terparkir di halaman namun di apartemen sama sekali tidak terlihat keberadaan Karin, si pemilik apartemen. Waduh, aku mulai cemas. Kulirik Mama dan Kakak yang kelelahan habis menggeret koper-koper beratnya melewati jalanan paving dan sedikit tanjakan.  

Untunglah akhirnya aku menemukan sesosok manusia, setelah mencoba masuk lewat pintu belakang yang terbuka sedikit. Ada seorang ibu housekeeper yang sedang memasukkan cucian ke mesin cuci. Ibu ini tidak bisa berbahasa Inggris, namun dia mau membantuku menghubungi Karin. Usut punya usut, Karin masih tertidur pulas karena kecapekan habis bermain tenis 😒 Si ibu menelpon ayahnya Karin yang kemudian memberi instruksi untuk kode kunci pintu apartemen pesanan kami. "Keren ya. Ade ngomongnya pake Bahasa Inggris, si ibu itu pake Bahasa Jerman. Ternyata bisa nyambung aja ya kalian," canda Kakak padaku setelah kami akhirnya berhasil check-in 😅

Ruang tamu di apartemen kami yang nyaman
(Sumber: Booking.com)

Sebenarnya ada sedikit kekecewaan tentang apartemen ini. Aku sengaja mencari apartemen yang berada di ground level. Berkali-kali kupastikan tentang hal ini pada Karin. Ndilalah begitu tiba, apartemen kami punya tangga! Emang hanya 8 anak tangga, tapi kan tetap butuh usaha ekstra untuk menenteng koper ke atas. Yah, untungnya sih apartemennya nyaman dan luas, cukup mengobati rasa kekecewaan tadi. 

Kami putuskan untuk beristirahat dulu sebelum kembali menunaikan agenda jalan-jalan. Ada yang tidur siang, ada yang mandi, ada yang unpacking. Cuaca di Alpnach hari ini cukup berkabut. Tidak terlihat langit biru, namun tidak juga tampak mendung. Kalau dingin sih sudah pasti ya, apalagi kalau angin berhembus. Brrr!

Untuk jadwal wisata hari ini, aku sudah menyiapkan dua opsi: Lungern atau Luzern. Terdengar mirip tapi keduanya adalah tempat yang berbeda. Lungern itu pedesaan, sedangkan Luzern perkotaan. Luzern juga adalah tempat kami bertransfer kereta dari bandara Zurich. Jadi destinasi manakah yang terpilih?

Selfie dulu sebelum naik kereta


Suka banget sama kereta Swiss yang tepat waktu

Kami memilih Lungern. Keputusan ini diambil secara kebetulan, setelah melihat rekomendasi tempat makan siang di guest guidebook yang ada di apartemen. Karin merekomendasikan dua restoran yang sama-sama punya view ke Danau Lungern. Aku memilih restoran yang pertama, karena menurut Karin punya variasi makanan yang lebih banyak dan rasanya pun enak. Mama dan Kakak langsung setuju dengan pilihanku. Tak perlu lah lama-lama berpikir karena perut sudah keroncongan.

Perjalanan ke Lungern kami tempuh selama 1 jam 10 menit dengan kereta. Sepanjang perjalanan, Mama dan Kakak larut menikmati pemandangan di luar kereta. Aku yang sudah kedua kali di Swiss pun rasanya seperti jatuh cinta kembali dengan suasana pedesaan dan gunung di kejauhan.


We can't help falling in love with Switzerland...

Hasil jepretan Mama (1)

Hasil jepretan Mama (2)

Yang asyik foto-foto sepanjang perjalanan kereta 💖

Lungern 'versi'ku di 2019, lebih berawan dari hari ini

Lokasi makan siang kami adalah restoran Grill-Speiserestaurant di Camp Obsee yang berada sekitar 1,5 kilometer dari stasiun Lungern. Kalo kata Google Map sih, butuh waktu 17 menit berjalan kaki ke sana. Nyatanya kami justru butuh lebih dari 30 menit untuk berjalan kaki. Untunglah makanan yang disajikan enak dan 'impas' dengan tenaga yang telah dikeluarkan. Serta yang lebih penting, pemandangan sepanjang perjalanan ke restoran begitu indah. Lihat aja foto-foto di bawah ini...

Sembarang jepret aja cakep. Swiss emang mantul, mantap betul!


 


Kami melewati sederetan rumah warga, penginapan, gereja, dan taman bermain yang cantik-cantik. Bahkan tanah lapang pun terlihat begitu estetik dan memukau. Mama tidak henti-hentinya mengucap kata-kata kekaguman, khususnya setiap bertemu bunga-bungaan. Readers sudah tahu dong yaa betapa sukanya Mama terhadap bunga? 😁 Demi bebungaan juga lah kami traveling ke Jepang mencari sakura, dan ke Belanda mencari tulip. 

Berjalan kaki mengitari Danau Lungern di hari Sabtu siang ini rasanya damai sekali. Entah kenapa jalanan sangat sepi. Mungkin karena belum holiday season ya, jadi hanya dua-tiga mobil yang melewati kami. Destinasi kami yaitu "Camp Obsee" adalah semacam caravan & camp site di tepi Danau Lungern. Semakin mendekati Obsee, semakin banyak juga kami bertemu dengan mobil dan manusia. Mayoritas yang kami lewati adalah orang-orang yang datang untuk memancing di tepi danau. Di musim panas pasti banyak orang yang datang dan kongkow di tepi danau untuk berenang. Kalo sekarang sih tentunya bakal menggigil kedinginan.


Siap-siap memancing di tepi danau


Cantik banget kan kayak di kalender

Dua gadis desa


Air terjun di kejauhan!

Tiga dara 💗


Kalau readers lebih suka pemandangan kota, mungkin akan lebih cocok memilih Luzern daripada Lungern. Apartemen kami memang lebih dekat ke Luzern jika dilihat jaraknya; hanya butuh 20 menit berkereta dari Alpnach ke Luzern. Salah satu tempat wisata populer di sana adalah Lake Lucerne, sebuah danau dengan jembatan kayu panjang yang melintang di atasnya. Aku (dan Karin) tidak punya rekomendasi restoran di sana, tapi Luzern kan tergolong kota besar ya, rasa-rasanya tidak akan sulit mencari restoran yang decent. Stasiunnya pun besar dengan sejumlah restoran dan kafe di dalamnya.


Restoran kami siang ini: Grill- Speiserestaurant Obsee
(Sumber: Outdooractive)

30 menit berlalu, tibalah kami di Camp Obsee. Awalnya ada kekhawatiran apa mungkin kami harus reservasi dulu baru bisa masuk. Apalagi sewaktu datang, para waiters-nya cuek saja, tidak langsung menyambut dan mengantar ke meja. Syukurnya sih kami tetap dilayani meski sempat disuruh pindah, dari meja yang dekat jendela ke yang lebih jauh dan lebih kecil. Katanya sih meja tadi udah dipesan. Tapi dari kami tiba hingga selesai makan, gak ada tuh customer yang menduduki meja itu 😊

Aku sendiri tidak heran lagi. Waktu ke sini tahun 2019 lalu, aku sudah diwanti-wanti oleh tour guide-ku, katanya memang banyak orang Swiss yang jutek bahkan angkuh. Terutama ke orang asing yang menurutnya lebih inferior. Malesin banget ya? Jadi gapapa kok kalo kita bales jutekin, ataupun langsung 'negur'. Jangan mau disepelekan lah pokoknya. 

Anyway, restoran ini punya area indoor dan outdoor. Kalo musim panas sih emang enaknya duduk di luar yah, menikmati angin sepoi-sepoi sambil memandangi Danau Lungern. Tapi sebagai warga ekuator yang tidak kuat cuaca dingin, kami tentunya memilih duduk di dalam.

Pemandangan Danau Lungern dari dalam restoran
(Sumber: Tripadvisor)

Restoran Obsee menawarkan menu khas Western dengan main menu daging dan seafood panggang. Yang paling mencolok adalah German/Austrian food-nya yaitu "Wienerschnitzel" yaitu daging tipis yang digoreng dengan tepung roti (panir). Dagingnya bisa daging sapi, domba, rusa, atau daging apapun. Porsinya masih wajar lah meskipun tetap tergolong besar bagi kami. Aku jadi ingat pengalaman perdanaku makan Wienerschnitzel di Vienna, porsinya benar-benar gueeedhe. Ada kali seukuran pizza yang 4-slice

Selain si 'schnitzel', kami juga memesan pizza dan salad. Harganya? Kisaran Rp400-500 ribu per porsi makanan. Maklum lah ya, namanya juga makan di restoran. Kalo minuman, kurang tahu juga ya. Kami sama sekali gak memesan minuman karena sedari awal emang sudah mengisi air minum di tumbler masing-masing. Salah satu asyiknya traveling ke Eropa adalah air kerannya (tap water) bisa langsung diminum. Lumayan kan bisa berhemat sekaligus mengurangi sampah plastik air mineral.


Wienerschnitzel porsi standar...


...versus Wienerschnitzel pesananku di Vienna 😅

 

Puas menikmati makan siang, kami bertiga kembali ke stasiun. Hujan sempat turun setetes dua tetes, kami mempercepat langkah kaki karena takut akan kehujanan. Puji Tuhan kami sudah puas berfoto saat perjalanan datang, karena langit saat ini terlihat semakin mendung. Aku sempat menawarkan apakah mau lanjut jalan-jalan lagi, kali ini bisa coba ke Luzern. Ide ini ditolak karena kami khawatir hujan akan semakin deras, toh sekarang sudah cukup sore. Baiklah, mari pulang ke apartemen! Kami sempat singgah dahulu di minimarket Avec Stasiun Sarnen untuk membeli bekal makan malam. Readers pecinta buah wajib mencoba buah beri-berian (berries) Swiss. Rasanya manis-asam yang segar gitu, harganya pun bisa jauh lebih murah daripada satu potong roti atau kue.

Lifegoal aku: tinggal di pedesaan Swiss setelah pensiun,
lalu jalan-jalan naik kereta sambil mengisi TTS.

Sekitar pukul 19.00 kami tiba kembali di apartemen. Kakak terpesona ketika melihat langit yang masih cerah, matahari belum juga terbenam. Di musim semi hingga musim panas, matahari terbenam memang lebih lama di Eropa, yah kurang lebih pukul 21.00. Kakak pun mengajak aku untuk jalan-jalan lagi mumpung hujan masih enggan turun. Kami pun berjalan kaki santai ke Danau Alpnach yang berada persis di seberang stasiun, bisa dicapai dengan melewati jalan bawah tanah. Danau ini terhubung langsung dengan Danau Luzern. Banyak banget yah danau di area ini. Selain kereta, kapal juga merupakan transportasi yang umum digunakan di sini.


Gunung Stanserhorn di latar belakang

Cerita hari kedua dan ketiga di Swiss akan berlanjut di next part yah. Sampai jumpa!

5 comments:

  1. Great story ka erlinn, suka juga kayak kakaaa😍😍🥰

    ReplyDelete
  2. Luar biasaaa indahnya,.... Sampai sekarang belum bisa move on..... Hehehehe......

    ReplyDelete
  3. Wow seruu😍😍🥰🥰

    ReplyDelete
  4. Semoga bisa kesini juga🥺

    ReplyDelete
  5. terima kasih Nona sayang, yang telah mengantar, menjadi guide di tempat tempat indah,.... masih berharap bisa kembali kesini kapan kapan....

    ReplyDelete