October 30, 2016

Sampai Meurumpok Lom Singo - Aceh Trip (Pt. 2)

Minggu, 9 Oktober 2016
Untuk menuju Sabang dari Banda Aceh, kita bisa menggunakan baik kapal cepat ataupun kapal lambat yang berangkat dari Pelabuhan Ulee Lheue, tentunya dengan jadwal dan tarif yang berbeda yah. Kami memutuskan naik ferry biasa seharga 80K/orang untuk keberangkatan jam 10 pagi. Halo Pulau Weh, pulau yang selalu terdengar namanya dalam pelajaran IPS/Geografi di bangku sekolah dulu. ^^

Lokasi ini ada di kawasan Casanemo, serasa pantai milik sendiri
Menurut kesaksian dari sang tour guide (Bang Josua.red), penginapan di Sabang pada dasarnya 'cuma' terbagi atas Casanemo dan Freddie's. Maksudnya... dua penginapan ini yang paling terkenal di penjuru Sabang, dan kalo kita pengen dinner ala-ala anak Instagram hits yah memang di dua tempat ini. Kami memilih Casanemo dengan pertimbangan desain resort-nya yang lebih apik: kamar-kamar berbentuk bungalow yang bertebaran di pesisir pantai dan tebing landai, saling berjauhan satu dengan lainnya. Freddie's sendiri bentuknya seperti penginapan standar: kamar bersebelah-sebelahan. Setelah drop barang-barang dan touch up sekadarnya, berangkatlah kami menjelajahi pulau eksotis ini.

Untuk makan siang, kami menepi ke RM Kencana yang jadi terkenal sejak dikunjungi Presiden Jokowi pada bulan Maret 2015 lalu. Mereka menyajikan banyak makanan khas Aceh dengan konsep resto prasmanan. Dijamin bingung dan galau deh melihat banyaknya sajian! Kalau soal minuman, wajib deh memesan es pepaya serut. Seger banget, cuy!

Bang Aldi mengajak kami ke Benteng Jepang yang terletak di daerah Pantai Anoi Itam. Mendengar kata "Benteng" pikiranku langsung melayang ke Fort Rotterdam Makassar. Ealah, ternyata "benteng" yang dimaksud hanya berwujud se-cungkup bungker dengan meriam kuno di dalamnya. Sisanya? Lapangan rumput dengan pohon kelapa dan pepohonan rindang lain, serta bebatuan karang di ujung tebing menghadap laut lepas layaknya pemandangan di Uluwatu.






Menuju bekas bunker Jepang ini bersiaplah untuk mendaki puluhan anak tangga yang, untungnya, tidak begitu melelahkan. Di puncaknya kita langsung tiba di cungkup bungker dan... mata seketika bertemu dengan laut lepas! KYAAA. Indahnya tak terkatakan. Meski matahari lagi terik-teriknya, langkah kaki kami langsung terarah ke tebing-tebing curam dan bebatuan koral di sekitarnya. Mari puaskan hasrat foto-foto! Tidak perlu khawatir jika lelah, di sini juga banyak pohon rindang untuk berteduh, bahkan ada warung sederhana dengan bangku-bangku kayu untuk kita duduk menikmati segelas kopi Gayo atau semangkuk indomie hangat. SEDAPPP.






Berjam-jam kami habiskan di Benteng Jepang sebelum akhirnya pindah ke lokasi sunset-an. Taman Rekreasi Sabang Fair adalah tempat yang pas untuk menyaksikan matahari terbenam. Taman yang menghadap lautan Selat Melaka ini memiliki beberapa saung tempat kita bisa bersantai menunggu sunset. Sore ini, kami bertujuh duduk manis menanti sang surya tenggelam dengan ditemani rujak, bakso sejenis cilok, dan minuman dingin. Rujak di Sabang ini unik betul penampakannya: buah langsung ditaruh di atas saus + kacang. Bukan "saus kacang" ya, soalnya kacangnya masih utuh belum diulek bersama sausnya. Rasa saus ini pun unik, yang jelas aku suka!


Saus kacangnya juara! | source Instagram @ayu_mayshita

Sudah setia menanti lama yang mengakibatkan rambut berkibar tak karuan, mata kelilipan kemasukan debu, dan badan yang nampaknya mulai masuk angin... eh sunset-nya ketutupan awan! Hahaha. Kocak.

Sunset behind us, food in front of us: Perfecto!

Kami menjajal rasa italian food di Casanemo, kayak gimana sih rasa makanan yang diawaki oleh bule Italia tulen? Eh, ternyata... hambar. Hahaha. Garam, saus, kecap, sambel... kami minta semua penambah rasa disediakan demi melawan kehambaran makanan yang, yah... cukup enak lah. Perut kenyang, hati senang~ mari kita istirahat.

Senin, 10 Oktober 2016
Berbagai rencana yang dibuat kemarin bersama Agung untuk sunrise walking di Casanemo bubar sudah. Penginapan Casanemo ini ternyata kurang nyaman bagi kami, menyebabkan jam 12 semalam kami masih grasak-grusuk berujung aku yang pindah ke kasur single. Kamarnya memang hanya menggunakan kipas angin alias tanpa AC. Tapi hawa panasnya tetap mengganggu tidurku, tak peduli ada dua kipas angin dalam kamar.

Pantai Sumur Tiga di kawasan Penginapan Casanemo

Lokasi pertama yang akan kami kunjungi hari ini adalah Goa Sarang. Jarak dari Casanemo yang cukup jauh (45 menit) membuat kami menyiapkan cemilan, agar perjalanan lebih ceria dan berwarna. Memasuki tempat wisata satu ini kita diharapkan membayar retribusi, aku lupa tepatnya berapa, tapi murah kok. Kami langsung disambut oleh pemandangan laut dari ketinggian yang dapat dinikmati dari semacam pelataran viewpoint yang difasilitasi tiga ayunan sederhana dan bangku-bangku kayu. Kami pun menggelar bungkusan sarapan di sini.


Penampakan dari entrance

Tiga ayunan dengan view luar biasa

Hepot-nya sesi pemotretan Kak Tya dan Bang Josua

Gua yang terletak di antara laut dan gunung ini sekarang cukup mudah untuk diakses, sejak pemerintah berinisiatif membangun tangga beton. Meski sudah difasilitasi, tetap saja kami tidak tertarik untuk jalan kaki ke pesisir pantai untuk melihat gua. Kami lebih memilih untuk menikmati keindahan pemandangan dari puncak bukit saja.


Jalan menuju ke gua yang sebenarnya

Sarapan sudah, foto-foto dengan background ala Honolulu pun sudah. Sekarang mari kita ke Monumen Nol Kilometer! Ini nih tempat hits yang tidak boleh dilewatkan jika ke Sabang. Sebenarnya ini adalah sebuah tugu, tapi saat kami kesana, sang tugu tengah direnovasi. Alhasil cuma bisa berfoto dengan tulisan oranye ini saja :') Penampilan juga kurang bisa 'cetar' disini karena banyaknya tukang/pekerja bangunan, menyebabkan banyak mata yang memandangi kami, cewek-cewek hits (termasuk Agung ya) yang doyan foto-foto.



Sebenarnya secara teknis, koordinat titik terbarat Indonesia berada di Pulau Rondo, namun karena pulau itu kosong dan sulit diakses, maka monumen penanda geografis ini dibangun di Pulau Weh dan diresmikan tahun 1997 oleh Wakil Presiden Try Sutrisno. Semoga renovasi cepat selesai yah, biar readers yang akan kesana bisa menaiki tugu yang punya pemandangan memukau dari puncaknya.

Bang Aldi mendengar informasi tentang adanya suatu kapal karam di dekat Pantai Iboih, lokasi penyeberangan ke Pulau Rubiah. Kami dibawa ke The Pade Dive Resort, tempat karamnya kapal besar yang berasal dari Thailand ini. Kapal Kargo MV Pataya III awalnya mengalami mati mesin dan terbawa arus hingga ke sini pada tanggal 11 Agustus yang lalu. Wuih. Puji Tuhan, ke-24 awak kapal selamat dan telah dipulangkan ke negeri asalnya.




Meet Bang Aldi, makhluk kece yang setia menemani kami keliling Pulau Weh

Destinasi terakhir dan paling ditunggu-tunggu: snorkeling di Pulau Rubiah! Pulau ini menjadi destinasi yang paling menguras kocek: sewa kapal, peralatan snorkel, tour guide, foto-foto bawah laut, dan makan siang di dermaga. It's okay lah, toh pemandangan bawah laut Pulau Rubiah memang indah dan mengesankan. Dari reviews yang kubaca di TripAdvisor, konon kita juga bisa bertemu lumba-lumba apabila snorkeling jam 9 pagi. 



Ternyata waktu kami justru habis untuk sesi foto underwater hahaha. Snorkeling sih, tapi kami jadi lebih fokus sama pemotretannya. Aku... as always tidak berbakat jadi model hahaha. Foto di atas air aja hasilnya standar, kok ya malah underwater hihihihi....



View bawah laut Pulau Rubiah memang indah, readers. Jenis ikannya beraneka ragam dan berwarna-warni. Sayang sekali airnya tidak begitu jernih sehingga mengurangi view clearance dan tentunya warna biru air laut. Di salah satu spot kami bahkan bertemu dengan baby 'Nemo', ituloh clownfish /ikan giru dengan garis-garis oranye-putih di tubuhnya. Tapi rumah si Nemo ini cukup jauh di kedalaman laut, Agung yang doyan menyelam bahkan tidak berhasil mendapat foto underwater yang kece bersama Nemo. Sepertinya sih ini pengaruh musim, snorkeling disini pasti akan lebih menarik di bulan-bulan Juli dan Agustus.



***

Geng Putri Tour full team!

Nah, readers... Selesailah sudah petualangan "Geng Putri Tour" di Pulau Weh. Terima kasih banyak, Bang Aldi, we are so blessed to have such a enthusiastic and amusing tour guide like you. Buat readers sekalian (khususnya sesama PNS Kemenkeu) bisa banget kok ngontak Bang Aldi jika ingin ditemani keliling di Sabang ;) Yang penting inget aja, doi udah taken hahaha... Makasih juga untuk Bang Josua selaku exclusive tour guide beserta Bang Alfian dan Edwin. You guys are da best!

Laporan birthday trip kali ini berakhir sampai sini ya. Terima kasih untuk kakak kesayangan se-dunia akhirat: Kak Putri, yang sukses meng-arrange semua rencana perjalanan (makanya kami namai: "Putri Tour"). Makasih juga buat Mbak Ari, Kak Tya, dan Agung yang sudah mewarnai cerita jalan-jalanku kali ini, semoga ada kali kedua yaaah.

Akhirnya ada foto bareng Kakak tersayang satu ini

Dan doa terakhirku: Semoga bisa balik ke Aceh lagi dan menunaikan rasa penasaran berfoto di Masjid Baiturrahman, amin. Makasih sudah mampir membaca, readers!
Sampai Meurumpok Lom Singo! (Sampai berjumpa kembali!)

October 17, 2016

Peu Haba? Haba Get! - Aceh Trip (Pt. 1)

Sebenarnya trip tercetus karena kerinduan Putri Marina Debora pada adik lelakinya yang, akibat tuntutan ikatan dinas instansi, berada jauh di ujung Indonesia sana. Dengan perencanaan matang selama beberapa bulan, berangkatlah kami bersama Agung Hari Nugroho, Mbak Ari Sulistyowati dan Kak Hedithya Novel menuju Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Abang Josua Herry Tamba beserta Bang Alfian dan Edwin, kawan-kawan senasibnya di perantauan, berbaik hati menjadi tour guide dalam menjelajahi keindahan provinsi paling barat ini.

Salah satu objek di Museum Prov. Aceh

Anyway... Jika hari ulang tahun 2014 kulewatkan di Semarang dan tahun 2015 di Belitung, kali ini Banda Aceh-lah yang menjadi tuan rumahku merayakan pergantian usia menjadi 23 tahun. Yeay! Happy birthday, myself!

Nah, untuk memudahkan readers memahami keindahan Provinsi DI Aceh, posting kali ini akan memuat tentang wisata di Banda Aceh saja. Post selanjutnya barulah membahas tentang Sabang dan sekitaran Pulau Weh yang memukau itu.

Sabtu, 8 Oktober 2016
Pu/Peu Haba? Haba Get! (Apa kabar? Kabar baik!)
Banda Aceh panas menyengat! Meskipun kalender sudah menunjukkan bulan Oktober, tapi hawa sama sekali tidak mendingin. Yeah, the sad fact of climate change. Hawa boleh aja panas membara, tapi langit ternyata tetap menunjukkan wajah kelabunya. Momok hujan menghantui trip kami apalagi mengingat betapa sering dan derasnya hujan membasahi ibukota.