November 13, 2013

Keliling Museum Negeri Sulut dan Museum TNI Manado

Terlahir sebagai orang Manado tidak menjamin bahwa aku telah menjelajahi seluruh pelosok kota Manado. Buktinya, hari Kamis (7/11/13) yang lalu adalah kali pertama bagiku menjejakkan kaki di Museum Negeri Provinsi Sulawesi Utara dan Museum Kodam-XII Merdeka (Museum TNI) Manado. Jangankan masuk ke dalam, mengetahui keberadaan Museum Negeri Sulut pun baru beberapa hari yang lalu! Ckck...

Museum Negeri Provinsi Sulawesi Utara memiliki tempat parkir yang cukup luas, dengan dua buah meriam kuno diletakkan di sebelah kiri-kanan nama museum, di atas dinding tembok pembatas tempat parkir. Museum ini memiliki halaman asri luas yang posisinya sekitar satu meter lebih tinggi dari tempat parkir dengan menaiki undakan.


Untuk menuju ke museum yang berseberangan dengan SMP Negeri 1 Manado ini kita bisa menggunakan kendaraan umum; naik angkot jurusan "Teling" dari Pasar 45 yang nanti berhenti di bundaran depan TK/SD Kr. Eben Haezar, kemudian jalan kaki +/- 100 meter ke arah Utara.

Sebelum masuk ke gedung utama, di halamannya kita akan 'bertemu' dengan replika dua benda asli suku Minahasa berikut ini:


WARUGA - Kuburan tua suku bangsa Minahasa pada zaman dahulu digunakan oleh pemuka masyarakat seperti Tona'as, Walian, dan Waraney.



WATU TUMOTOWA - Batu batas desa yang diletakkan di ujung perkampungan berfungsi sebagai penjaga desa. 

Nah, belum masuk gedung saja kita sudah ketemu hal-hal yang menarik, apa lagi isi museumnya ya, pasti lebih menarik lagi! ;) Memasuki pintu utama museum, objek menarik lainnya langsung bisa kita temui. Ada replika orang Minahasa zaman dahulu yang tengah membangun waruga.


Sedangkan tepat di depan pintu, terpajang satu set Kolintang lengkap yang terawat baik. Jika ingin mencoba memainkannya, kita bisa minta stick/alat pemukulnya kepada penjaga museum. Hari Kamis kemarin aku ditemani oleh Nyong Rico - yang bersangkutan protes kalo dipanggil "Mas", hahaa... - untuk berkeliling. Beliau adalah salah satu dari dua orang petugas pengawas museum.


Mengikuti alur pameran museum yang telah disediakan, kita akan memasuki ruang utama yang menyajikan keterangan lengkap tentang Sulawesi Utara. Penduduk asli Sulawesi Utara terdiri dari 3 (tiga) kelompok etnis utama, yaitu: 1) Suku Minahasa, 2) Suku Nusa Utara (Sangihe, Talaud, dan Sitaro), dan 3) Suku Bolaang Mongondow. Dulunya ketika Provinsi Gorontalo belum memisahkan diri dari Sulawesi Utara, masyarakat Sulawesi Utara dikenal dengan "BOHUSAMI" yaitu BOlmong, HUlontalo (nama lain Gorontalo), SAngihe, dan MInahasa yang merupakan empat suku utama masyarakatnya.

Sulut merupakan wilayah penghasil rempah-rempah, terutama cengkih dan pala, kelapa, beras, dan holtikultura yang potensial sejak dulu sehingga menjadi ajang pertarungan kepentingan hegemoni ekonomi antara bangsa Portugis, Spanyol, Belanda, dan kerajaan-kerajaan di sekitar daerah.

Wilayah Sulawesi Utara terletak di ujung utara Pulau Sulawesi, meliputi Bumi Minahasa, Bumi Totabuan dan Kepulauan Nusa Utara yang memiliki luas sekitar 27.421,48 km2.
Dari 14 kabupaten/kota yang berada di Sulawesi Utara, masih 4 kabupaten yang belum pernah kujelajahi (Bolmong Utara, Bolmong Selatan, Sitaro, dan Talaud). Berikut ini kabupaten/kota yang ada di Sulut: 

  1. Kota Manado, 
  2. Kota Bitung, 
  3. Kota Tomohon, 
  4. Kota Kotamobagu, 
  5. Kab. Minahasa Utara, 
  6. Kab. Minahasa Induk, 
  7. Kab. Minahasa Selatan, 
  8. Kab. Minahasa Tenggara, 
  9. Kab. Bolaang Mongondow (Bolmong), 
  10. Kab. Bolmong Utara, 
  11. Kab. Bolmong Selatan, 
  12. Kab. Kep. Sitaro, 
  13. Kab. Kep. Sangihe, dan 
  14. Kab. Kep Talaud.

Pada masa lalu daerah ini menjadi rute migrasi binatang dan manusia pada masa prasejarah serta rute perdagangan antara barat dan timur termasuk penyebaran agama Kristen, Islam maupun kepercayaan yang dibawa oleh pedagang-pedagang Cina, Arab, dan Eropa pada masa sejarah. Sulut juga berperan dalam perjuangan-perjuangan kemerdekaan dengan munculnya pahlawan-pahlawan asli dari daerah ini.

TIGA ETNIS UTAMA SULAWESI UTARA

  • ETNIS NUSA UTARA - Nusa Utara adalah sebutan untuk pulau-pulau di antara Sulawesi dan Pulau Mindanao. Etnis ini sejak purbakala dikenal oleh bangsa-bangsa luar karena memiliki kehebatan dalam mengarungi lautan. Sangihe (Suku Sangir dan Talaud) terbentuk dari Sangir, Sangil, Sangiresse, berbagai grup etnis kecil yang ada di Indonesia dan Filipina Selatan. Kata "Sangihe" berasal dari kata "Sangi, Muhunsangi, sangitang, masangi" yang berarti "menangis". Secara etimologis, kata "Sangir" berasal dari kata "Sang"/Sangiang yang berarti bidadari dan "ir" yang berarti air/air laut. Imbuhan "ihe" yang berarti emas diasosiasikan kepada tulisan di daun lontar yang dimiliki oleh suku Bugis-Makasar yang menyatakan bahwa di Utara penuh dengan emas dan permata. Kata "Sangir" juga mengarah pada beberapa tempat etnis seperti Jawa, Sunda, Sumatra, Madagaskar, India, dan Amerika Selatan. Negara-negara tersebut memiliki banyak empires, sebagaimana diungkapkan di buku Kakawin Negara Kertagama oleh Empu Prapanca pada tahun 1365, dimana disebutkan Udamakataraya dan pulau-pulaunya. Buku itu disebut "Shao San" oleh para etnis Tionghoa, "Sang Gil" oleh orang Spanyol dan Portugis, dan "San" oleh orang Jepang. Bahasa tersebut aslinya adalah bahasa Sangir/Sangihe.
  • ETNIS MINAHASA - Suku Minahasa merupakan suku bangsa terbesar di Provinsi Sulut yang terbagi atas beberapa subsuku: Tountemboan, Tombulu, Tonsea, Toulour (Tondano), Tonsawang (Tombatu/Tondanow), Ponosakan, dan Pasan (Ratahan, Bantik). Minahasa (pernah juga disebut Tanah Malesung) adalah kawasan semenanjung yang berada di Prov. Sulut. Minahasa juga terkenal akan tanahnya yang subur dan menjadi rumah tinggal untuk berbagai variasi tanaman dan binatang. Minahasa terkenal akan cengkih dan kelapanya yang tumbuh dengan subur.
  • ETNIS BOLAANG MONGONDOW - Suku Bolmong berasal dari keturunan Gumalangit dan Tendeduata serta Tumotoibokol dan Tumotoibokat. Tempat tinggal mereka di gunung Kamasaan (wilayah Bintauna). Makin lama turunan kedua keluarga itu semakin banyak sehingga mereka mulai menyebar ke timur di Tudu In Lombagin, Buntalo, Pondoli', Ginolantungan. Ke pedalaman di tempat bernama Tudu In Passi, Tudu In Lolayan, Tudu In Sia', Tudu In Bumbungan, Mahag, Siniow, dan lain-lain. Peristiwa perpindahan ini terjadi sekitar abad ke-8 dan 9. Pokok pencaharian adalah berburu, mengolah sagu hutan, atau mencari sejenis umbi hutan, menangkap ikan. Pada umumnya mereka belum mengenal cara bercocok tanam. Pada abad ke-16 suku Bolmong bersatu membentuk suatu daerah dan diberi nama Bolaang Mongondow; "Bolaang" atau "Golaang" berarti menjadi terang atau terbuka dan tidak gelap karena terlindung oleh pepohonan yang rimbun. Dalam hutan rimba, daun pohon rimbun sehingga agak gelap. Sedangkan Mongondow dari kata "Momondow" yang berarti berseru tanda kemenangan.

Tanduk Babirusa
FAUNA - Pada masa lalu wilayah ini menjadi bagian dari rute perjalanan migrasi fauna dan manusia beserta kebudayaannya. Bukti-bukti yang menunjukkan bahwa di dalam migrasi fauna prasejarah pernah melewati dan singgah di wilayah ini adalah ditandai dengan adanya gading gajah (stegodon) yang ditemukan di Pintareng, Tabukan Selatan (Kab. Kep. Sangihe) dan geraham binatang purba di lembah Napu di Kab. Poso, Sul-Teng, serta fosil-fosil binatang purba lainnya di Cabenge, Sul-Sel. Dari segi zoografi, wilayah ini merupakan wilayah transisi antara dua lini fauna, yakni Fauna Wallace (Fauna Asia) dan Fauna Weber (Fauna Australia); sehingga ditemukan beberapa fauna langka seperti anoa, maleo, tarsius, kera macaca, babirusa bertaring empat, dan lain sebagainya.

Coelacanth, salah satu simbol khas Sulawesi Utara
IKAN RAJA LAUT - Coelacanth (dibaca: See-La-Kanth) merupakan ikan purba yang hidup pada 360 juta tahun yang lalu. Semula Coelacanth telah dianggap punah pada 65 juta tahun lalu. Lebih dari 120 spesies ikan purba hanya dikenali dari berbagai fosil yang ditemukan. Namun pada tahun 1938, seekor Coelacanth ditemukan hidup-hidup dalam jaring hiu di Chalumna, Pulau Comoro Afrika Selatan. Demikian juga pada tahun 1998 seekor ikan sejenis yang disebut nelayan setempat sebagai Ikan Raja Laut, ditemukan di perairan Manado Tua di Teluk Manado dan dikenali oleh pakar perikanan sebagai ikan Coelacanth. Ikan ini hanya tinggal tersisa 2 spesies yaitu Latimeria Chalumnae (Comoro Coelacanth) dan Latimeria Manadoensis (Indonesia Coelacanth). Sedangkan berbagai jenis lainnya telah dinyatakan punah dan hanya ditemukan fosilnya saja.

LINGKUNGAN ALAM - Sulawesi Utara punya sejarah alam yang panjang dan menarik. Pada zaman es berlangsung Sulut merupakan bagian daratan yang menghubungkan daratan Filipina dan Asia. Sekarang Sulut merupakan daratan yang membentuk jazirah Pulau Sulawesi dan kepulauan di bagian utara. Selain daratan yang sebagian besar merupakan dataran tinggi, Sulut juga terdiri dari pulau-pulau dengan jumlah lebih dari 150 pulau. Daerah ini mempunyai karakter alam yang khas yaitu dataran tinggi lebih luas dari dataran rendahnya, memiliki banyak gunung berapi yang sebagian besarnya masih aktif termasuk gunung api bawah laut, memiliki banyak gugusan karang yang membentuk pulau-pulau, selain itu kerak bumi daerah ini berdekatan bahkan sebagian berada tepat di daerah terjadinya proses subduksi (perbenturan) lempeng-lempeng (plates) tektonik antara lempeng Pasifik-Filipina-Australia dengan lempeng Sangihe dan Halmahera. Bahkan terletak dekat dengan pertemuan lempeng-lempeng dunia seperti lempeng Pasifik, Eurasia, dan Australia.

Dari ruang utama ini kita akan memasuki ruang kedua yang menyajikan tentang sejarah makhluk hidup purbakala. Di bagian depan ruang kita disuguhkan sebuah replika menarik tentang ekosistem bawah laut Taman Nasional Bawah Laut Bunaken.

Miniatur Taman Laut Bunaken
Banyak hal yang bisa kita pelajari disini terkait sejarah evolusi manusia dan hewan, serta berbagai replika fosil dan peninggalan zaman purbakala. Aku tidak banyak meliput tentang ruang kedua ini karena aku telah membaca sejarah dan melihat display yang lebih lengkap dan menarik di Museum Gajah (di depan Monumen Nasional), Jakarta.

Replika Homo Erectus (Pithecantropus Erectus) di Ruang Manusia Purba & Evolusi Manusia
1) Lesung Batu, 2) Kure, 3) Alat-alat Batu Neolitik Beliung Persegi, dan 4) Alat-alat Batu Serpih-Bilah

BUDAYA AUSTRONESIA - Berikut ini sebagian benda-benda peninggalan budaya Austronesia di Sulut:
1. Kure (tempayan tanah liat) dari situs Gua Taruna di Pantai Kapitu, Kab. Minahasa Selatan
2. Alat-alat batu serpih-bilah dari situs Gua Arangkaa
3. Alat-alat batu osidian dari situs Passo
4. Alat-alat batu neolitik beliung persegi dari situs Oluhuta
5. Kure dari situs Bukit Kerang Passo di tepi Danau Tondano, Minahasa

Peti Kubur Batu (Waruga)
Salah satu peninggalan megalitik di Sulawesi Utara adalah waruga. Waruga adalah peti kubur terbuat dari batu yang digunakan sebagai perlengkapan di dalam sistem penguburan manusia masa lalu oleh penduduk tradisi megalitik di Sulawesi Utara sejak tahun 400 SM. Pada masa lalu waruga merupakan suatu sarana penguburan yang dianggap sangat penting bagi masyarakat pendukung budaya megalitik tersebut di Sulut, terutama di Tanah Minahasa. Waruga merupakan manifestasi dari penghormatan masyarakat pendukung budaya megalitik di Sulut terhadap leluhur atau nenek moyangnya. Hasil penelitian dan keterangan beberapa saksi mata pada masa lalu menunjukkan bahwa waruga merupakan wadah kubur komunal, artinya untuk menguburkan lebih dari satu orang. Penggunaan waruga sebagai wadah kubur bagi orang yang meninggal di Tanah Minahasa sejak saat itu berlangsung dan berlanjut terus melalui abad-abad berikutnya hingga akhir abad 19 M. Waruga mulai ditanggalkan sebagai wadah kubur sejak sekitar awal abad 20 M. Penguburan mayat di dalam tanah telah menggantikan penggunaan waruga sebagai wadah penguburan sejak abad 20 M tersebut. Penguburan dengan waruga mengenal pemberian bekal kubur berupa keramik, benda logam, manik-manik, gerabah dan lain-lain.

Replika Balongsong - Berasal dari Minahasa, balongsong ini merupakan salah satu perlengkapan penguburan suku Minahasa

Meninggalkan sejarah dan budaya purbakala, kita kemudian masuk ke ruang ketiga yang berisi tentang sejarah perkembangan agama Islam di tanah Sulawesi Utara. Salah satu cara persebaran agama Islam adalah melalui pengajaran para pahlawan nasional.

1) Al-quran tua dan tasbih dari Bolaang Mongondow yang digunakan dalam penyebaran Islam di Sulut, dan 2) Rencong salah seorang pengikut Kyai Mojo, senjata yang digunakan untuk melawan Belanda.
Adalah Syeikh K.H. Ahmad Rifa'i Bin Muhammad seorang pahlawan nasional tokoh pejuang kelahiran tahun 1786 di Kendal, Jawa Tengah. Beliau adalah tokoh pengajar Islam yang menentang kezaliman penjajah Belanda melalui tulisan dan ajarannya. Dia telah menulis tidak kurang dari 67 kitab. Beliau diasingkan oleh Belanda ke Ambon tahun 1859 kemudian dipindah ke Kampung Jawa Tondano di Sulawesi Utara. Di pengasingan tersebut K.H. Ahmad Rifa'i bergabung dengan pengikut-pengikut Kyai Mojo untuk menyebarkan agama Islam di daerah ini dan menikah dengan wanita-wanita Minahasa bermarga Rumambi, Sompotan, dan Saraun. Beliau wafat tahun 1875 serta dikubur di kompleks Makam Kyai Mojo di Tondano. Beberapa keturunan beliau dengan wanita Minahasa tersebut merupakan orang-orang terpandang yang tersebar di Sulut bahkan di seantero Nusantara. Turunannya yang berkiprah di Sulut saat ini antara lain Alo Suryadi Suronoto. 

Selain dengan Syeikh Ahmad Rifa'i banyak pula wanita-wanita Minahasa yang melakukan perkawinan dengan pengikut-pengikut Kyai Mojo. Wanita-wanita itu kebanyakan merupakan keturunan para Walak (ketua adat Minahasa) antara lain dari marga: 1. Tombokan, 2. Rumbayan, 3. Kawesuan, 4. Pakasi, 5. Ratulangi, 6. Maukar, 7. Rumambi, 8. Kulit, 9. Saraun, 10. Wenas, 11. Tambahani, 12. Wurara, 13. Kawilarang, 14. Tumbelaka, 15. Pangalila, 16. Kuron, 17. Kumaunang, 18. Tentero, 19. Kalalo, 20. Kandow, 21. Tombeng, 22. Korengkeng, 23. Ranti, 24. Ticoalu, 25. Kairupan, 26. Bunok, 27. Waworuntu, 28. Untu, 29. Montolalu, dan 30. Parengkuan.


Beberapa benda peninggalan masa berkembangnya Islam: 1) Rompi dari Bolaang Mongondow yang digunakan dalam peperangan melawan Belanda; 2) Pedang dan keris dari Bolaang Mongondow yang merupakan senjata yang digunakan untuk melawan Belanda
Selanjutnya yaitu ruangan sejarah masa kolonial dan display berbagai benda bersejarah peninggalan raja-raja zaman dahulu.

PENINGGALAN MASA KOLONIAL: 1) Kanon (meriam kecil) yang disebut di daerah ini sebagai "lantaka", 2) Perisai, tombak, topi baja, pedang, keris, roti kalung merupakan senjata-senjata yang pernah digunakan pada masa kolonial. Benda-benda tersebut adalah benda peninggalan masa kolonial yang menjadi bagian dari komoditi perdagangan dan sarana atau perlengkapan perang yang pernah digunakan di Sulut.
Kolonisasi di Sulut dimulai dengan kedatangan Portugis pada tahun 1504 M, kemudian dilanjutkan oleh Spanyol sejak tahun 1532 M dan oleh Belanda sejak 1607 M. Pada awalnya kedatangan mereka adalah untuk perdagangan sambil menyebarkan agama Kristen, tetapi kemudian berkembang menjadi hegemoni politik dan ekonomi. Bukti-buktinya antara lain terekam pada peninggalan gedung gereja, bangunan penjara, dan benteng.

Gambar: 1) Gereja Tua Galilea di Watumea, 2) Penjara Portugis di Kema,
3) Benteng Portugis di Amurang, dan 4) Gereja GMIM Sion di Tomohon


Karena ayahku asli berasal dari Pulau Sangihe, tepatnya Desa Kayuwatu, aku lebih tertarik untuk mempelajari sejarah kerajaan Nusa Utara yang belum pernah aku ketahui sebelumnya. Sejarah Minahasa dan Bolaang Mongondow sendiri sudah sering kudengar dan juga bisa ditemukan di berbagai blog.

Peninggalan raja-raja Nusa Utara: 1) Alat makan sirih pinang dan tempat ludah, 2) Sakapeti, 3) Keris,
4) Nekara, 5) Piring perak, 6) Peti perhiasan.
Menurut legenda Sangir, manusia yang pertama kali mendiami Pulau Sangir adalah Datuk Gumansalangi alias Medelu dan istrinya Ondu Ansa alias Mekila. Kedua suami-istri ini berasal dari kahyangan dengan perantaraan guntur serta kilat dimana kedua insan ini menetap di puncak gunung Sahendaruman setelah 3 hari 3 malam puncak gunung itu diliputi awan gelap disertai guntur dan kilat. Datuk Gumansalangi mendirikan kerajaannya yang berbatasan dengan kerajaan Bowentahu dan Mongondow di sebelah selatan, di utara dengan Kesultanan Mindanaow, di barat dengan Kesultanan Sulu, dan di timur dengan Kesultanan Ternate. Kerajaannya hanya berumur 100 tahun dimulai pada abad ke-XIII SM dan berakhir pada abad ke-XIV SM. Setelah kerajaan Gumansalangi bubar kemudian timbul kerajaan-kerajaan kecil.


ALAT NELAYAN TRADISIONAL - Bernama Sero Gantung berasal dari Kab. Minahasa, alat ini digunakan untuk menangkap ikan di Sulut. Biasanya alat ini dibenamkan di air beberapa waktu lamanya agar ikan terjaring di dalamnya.

RUMAH-RUMAH TRADISIONAL - 1) Bale [Sangihe], 2) Baloi [Bolmong], keduanya merupakan rumah tradisional orang Sulut yang terbuat dari kayu dan atap rumbia.
Alat musik bambu khas Sulawesi Utara, terdiri atas tiga jenis bahan: bambu, seng, dan bia (kerang)

Di lantai tiga, pengunjung museum disajikan berbagai benda dan cerita terkait penduduk Sulawesi Utara modern. Salah satunya adalah kain 'batik' khas Sulawesi Utara: Kain Bentenan.

Kain Bentenan
Disebut kain tenun Bentenan karena kain ini diproduksi di desa bernama Bentenan yang terletak di pantai timur Minahasa Selatan. Kain ini diproduksi terakhir di daerah Ratahan pada tahun 1900. Pada mulanya kain tenun Bentenan menggunakan bahan kulit kayu dan serat nenas, bermotif polos warna putih. Dengan adanya jalur perdagangan sutera, motif hias dan bahan bakunya berubah mulai menggunakan benang sutera dan benang katun. Pada mulanya kain ini digunakan sebagai busana perempuan maupun maupun laki-laki. Kain Bentenan ini seluruhnya berjumlah tiga helai, dua helai berwarna biru dan satu helai lainnya berwarna merah muda. Asal Minahasa Tenggara.

TRADISI PERKAWINAN SULUT - Sistem perkawinan di Sulut pada dasarnya ialah perkawinan eksogami dan monogami terutama di Minahasa dan Nusa Utara yaitu cenderung untuk tidak kawin dengan keluarga dekat, baik dari pihak ayah atau ibu serta satu kali seumur hidup. Oleh karena itu perkawinan yang mempunyai fam (marga) yang sama jarang sekali terjadi. Pada dasarnya di Sulut perkawinan adalah monogami, namun terkecuali di daerah-daerah yang beragama Islam seperti Bolaang Mongondow berlaku hukum Islam yang membolehkan istri lebih dari satu (poligami), dengan catatan harus ada persetujuan dari istri pertama serta mampu memberi nafkah lahir dan batin secara adil. Di daerah Sulut khususnya di Minahasa & Nusa Utara secara tradisional jodoh ditentukan oleh orang tua. Hubungan muda-mudi diawasi oleh orang tua. Seorang pemuda sudah dapat dikawinkan jika telah memiliki keterampilan: mengolah kebun, memanjat kelapa, dan sudah berdiri sendiri serta sudah dapat memikul tanggung jawab. Setiap etnis besar di Sulawesi Utara mempunyai tatacara perkawinan masing-masing. Etnis Minahasa memiliki tatacara perkawinan daerah yang sudah dikombinasi dengan kebiasaan modern, terutama di dalam tata cara pernikahan yang digunakan dimana pengaruh kebudayaan barat sangat dominan. Sebaliknya etnis Bolaang Mongondow dan etnis Nusa Utara masih memegang tatacara perkawinan secara adat. Pengaruh agama dan budaya Islam di dalam tatacara perkawinan Bolaang Mongondow sangat kuat, sedangkan perkawinan Nusa Utara sarat dengan unsur adat yang diwarnai dengan unsur agama Kristen.

Baju Pengantin Adat Etnis Nusa Utara

Baju Pengantin Adat Etnis Bolaang Mongondow

Baju Pengantin Adat Etnis Minahasa

Baju Pengantin Adat Kota Manado (Minahasa Modern)
Sulawesi Utara telah mencetak berbagai prestasi dalam usahanya menjadi Kota Pariwisata 2010 dan memperkenalkan Sulawesi Utara di ranah dunia internasional. Beberapa prestasinya adalah penyelenggaraan World Ocean Conference (WOC), CTI Summit, dan Sail Bunaken. 

  • Konferensi Kelautan Dunia (Inggris: World Ocean Conference (WOC)) adalah konferensi sedunia untuk membahas masalah-masalah kelautan dan maritim yang dilaksanakan diManado pada tanggal 11 - 15 Mei 2009. Konferensi ini akan dihadiri oleh delegasi dari negara-negara di seluruh dunia yang terdiri atas Kepala Negara atau Kepala Pemerintahan, Menteri, Ilmuwan dan perwakilan dari NGO dari berbagai negara. Selain menjadi agenda resmi kenegaraan, WOC juga didukung oleh United Nations Environment Programe (UNEP) dan Global Forum.
  • Coral Triangle Initiative (CTI) Summit 2009 di Sulawesi Utara diselenggarakan pertemuan 6 kepala negara yaitu Indonesia, Filipina, Timor Leste Papua Nugini, Malaysia, dan Solomon dalam rangka menyelamatkan lingkungan terumbu karang.
  • Sail Bunaken diikuti oleh kapal-kapal dari 27 negara di Manado, Sulut pada tahun 2009, telah dihadiri oleh kapal induk USS George Washington dan terjadi pemecahan rekor penyelaman terbanyak oleh lebih dari 1000 orang penyelam dan upacara pengibaran bendera Merah-Putih di dalam laut Teluk Manado tanggal 17 Agustus 2009.

Setelah puas melihat display museum di lantai tiga, aku turun kembali ke lantai dua. Di lantai dua ini ditampilkan berbagai benda peninggalan pahlawan nasional dari Sulawesi Utara, serta berbagai kisah historis tentang pahlawan nasional asal Sulut dan sejarah perjuangan revolusi Indonesia.

MEJA DAN KURSI BERSEJARAH - (1&2) Meja dan kursi rapat ini pernah digunakan untuk rapat oleh pejuang-pejuang Sulawesi Utara sebelum "Peristiwa Merah Putih" pada tanggal 14 Februari 1946 di Teling, Manado. (3) Meja ini pernah digunakan oleh Walanda Maramis pada waktu mengajar kaum perempuan. 


PAHLAWAN NASIONAL DARI SULAWESI UTARA
Sulut memiliki banyak putra daerah yang menjadi pahlawan nasional dan dikenang sampai kini dan sangat dikenal di seluruh Indonesia. Sebut saja beberapa nama seperti Sam Ratulangi, Alexander Andries Maramis, Arie Frederik Lasut, Robert Wolter Mongisidi, Daan Mogot, John Lee, dan Pierre Andreas Tendean. Ada pula dua palawan perempuan asal Sulut yang sangat terkenal, yaitu Maria Walanda Maramis dan Johanna Masdani. 

Patung dada Pahlawan Nasional R.W. Monginsidi


Gerungan Saul Samuel Yacob Ratulangi atau lebih dikenal dengan Sam Ratulangi adalah Pahlawan Nasional asal Minahasa yang sangat dikenal dengan filsafatnya "Si Tou Timou Tumou Tou" atau "Manusia baru dapat disebut sebagai manusia, jika sudah dapat memanusiakan manusia". Sam Ratulangi sangat berperan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. 


Johanna Masdani Tumbuan, tokoh perempuan perintis pergerakan kebangsaan Indonesia dan dosen luar biasa Universitas Indonesia. Termasuk di antara 71 pemuda yang hadir dalam kongres pemuda kedua, Oktober 1928, turut mengikrarkan Sumpah Pemuda di Jl. Kramat Raya No. 106 Jak-Pus. Arie Frederik Lasut, perintis kemerdekaan Indonesia. Seorang pahlawan Nasional asal Minahasa yang ahli di bidang pertambangan dan geologi. Terlibat perang kemerdekaan Indonesia dan berjasa dalam pengembangan sumber daya pertambangan dan geologi di awal terbentuknya Republik Indonesia. Robert Wolter Mongisidi seorang pejuang kemerdekaan kelahiran Malalayang, Manado yang menunjukkan semangat nasionalisme sangat tinggi. Berjuang melawan penjajahan hingga tewas di Makassar, Sul-sel.


Daan Mogot, pahlawan nasional kelahiran Manado adalah pendiri dan direktur pertama Akademi Militer Tangerang. Dia sosok yang luar biasa karena menjabat Direktur Akmil Tangerang saat baru berusia 17 tahun. Terjabat bertempur melawan Jepang dan pelatih anggota PETA di Bali dan Jakarta.

 
DAFTAR GUBERNUR SULAWESI UTARA 

  1. Dr. Sam Ratulangi (1945-1960). Gubernur pertama Sulut sekaligus gubernur Pulau Sulawesi diangkat oleh Presiden Soekarno setelah kemerdekaan RI. Gubernur waktu itu berdomisili di Makassar.
  2. Mr. A. Baramuli (1960-1962). Provinsi Sulawesi dibagi menjadi Provinsi Sulawesi Utara-Tengah dan Provinsi Sulawesi Selatan. Baramuli dipercaya memimpin Prov. Suluteng.
  3. Letkol F.J. Tumbelaka (1963-1965).
  4. Brigjen Soenandar Prijosoedarmo sebgai Pjbt. Gubernur KDH Tk. I Sulut (1965-1966). Pada 1965 ini Provinsi Sulawesi Utara telah berdiri sendiri.
  5. Residen Abdullah Amu (1966-1967).
  6. Brigjen H.V. Worang hingga tahun (1967-1978). Worang merupakan Gubernur definitif pertama di Sulawesi Utara. 
  7. 1978-1979 Brigjen Willy Lasut G.A.
  8. 1979-1980 Erman Harirustaman
  9. 1980-1985 G.H. Mantik
  10. 1985-1995 C.J. Rantung
  11. 1995-2000 Mayjen E.E. Mangindaan
  12. 2000-2005 A.J. Sondakh
  13. 2005-2005 Lucky Korah
  14. 2005-2014 DR. S.H. Sarundajang

Di ruang terbuka yang terdapat di bagian tengah museum lantai dua, dibuat sebuah replika batu besar peninggalan nenek moyang Minahasa: Watu Pinawetengan.



Aku juga berkesempatan menikmati indahnya pemandangan kota Manado dari lantai tiga museum. See how beautiful my hometown is? :)


Thanks to Nyong Rico yang sudah berbaik hati (mengambil foto dan) menemani tour museum kali ini :')
Selesai sudah belajar seru & asyik sejarah dan budaya Sulawesi Utara di Museum Negeri Provinsi Sulawesi Utara. Sayang sekali melihat keadaan gedung yang masih kurang terawat jika dibandingkan dengan museum-museum di Jakarta sana. Semoga Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Prov. Manado bisa segera turun tangan demi melestarikan salah satu objek wisata di provinsi ini.



Perjalananku kemudian berlanjut ke museum kedua di Kota Manado: Museum Kodam XIII-Merdeka (Museum TNI). Untuk menuju museum yang berada di seberang RS Ratumbuysang (RSJ Sario) ini kita bisa naik angkot jurusan "Sario-Kampus" dari Pasar 45 atau Malalayang, turun di pom bensin Sario, lalu berjalan kaki +/- 50 meter ke arah timur laut.


Museum Kodam XIII-Merdeka diresmikan pada tanggal 27 Februari 1979 oleh Panglima Brigjen TNI Rudini. Di halamannya terdapat monumen patung Robert Wolter Mongisnidi yang lahir tanggal 14 Februari 1925 dan wafat 5 September 1949, disertai dengan semboyannya "Setia Hingga Akhir Dalam Keyakinan".

Melewati pintu masuk, kita disambut oleh lukisan Panglima Besar Jenderal M. Soedirman dan patung setengah badan Letkol A.G. Lembong, Mayor Daan Mogot, dan Kapten Pierre Tendean.


Di ruangan depan, museum menyajikan peta rute gerilya Panglima Sudirman beserta berbagai foto perjalanannya. Di sebelah kanan terdapat peta pendaratan Jepang di wilayah Republik Indonesia serta berbagai foto dokumentasi terkait masa penjajahan Jepang di Indonesia.



Di museum ini aku belajar banyak sejarah tentang revolusi, perang, dan kehidupan para pahlawan nasional Republik Indonesia, khususnya yang berasal dari Sulawesi Utara. Ada sejarah singkat tentang Nani Wartabone yang berasal dari Gorontalo; sejarah perjuangan Letkol A.G. Lembong yang mati tertembak bersama ajudannya, Lettu Kahalo, akibat keganasan pemberontakan APRA dibawah pimpinan Kapten Westerling; sejarah singkat CH. Taulu, pimpinan pemberontakan terhadap kekuasaan Belanda di Manado pada tanggal 14 Februari 1946; rangkaian foto perjuangan TNI A.D. Mayor H.V. Worang; serta sejarah tentang Bataha Santiago yang mati diatas tiang gantungan Belanda pada 1675 di Tanjung Tahuna.

Ada juga rangkaian foto tentang pahlawan nasional asal Sulut, Robert Wolter Monginsidi yang mendapatkan Bintang Maha Putra Kelas-III dari Presiden Soekarno yang diterima oleh ayahnya, Petrus Mongisidi, di Istana Negara pada tanggal 10 November 1965. Monginsidi dimakamkan di Taman Makam Pahlawan di kota Makassar, Sulawesi Selatan.


Sejarah singkat Pahlawan Nasional Maria Yosephine Walanda Maramis (1872-1924)
Maria Y.W. Maramis dilahirkan di Kema, Sulut, pada tanggal 1 Desember 1872. Saat berumur 6 tahun ia sudah yatim piatu dan diasuh oleh pamannya setelah tamat dari sekolah HIS (Sekolah Dasar). Ia tidak dapat melanjutkan pendidikan karena waktu itu untuk anak wanita tidak diijinkan bersekolah lebih tinggi lagi. Ia ingin menambah ilmu maka ia tekun belajar sendiri dan bergaul dengan kaum terpelajar, diantaranya adalah Pendeta Ten Hove, maka ia bercita-cita untuk memajukan kaum wanita di Minahasa. Pada tahun 1890 Maramis menikah dengan Yosep Frederik Galasung. Bulan Juli 1917, Walanda yang seorang guru HIS di Manado, dibantu oleh suami dan teman-temannya mendirikan organisasi Percitaan Ibu Kepada Anak Turunannya (PIKAT) dengan tujuan memajukan kaum wanita yang menamatkan HIS. Bulan Juli 1918 berdirilah di Manado sekolah "PIKAT" pertama dengan tenaga pengajar sukarelawan tanpa digaji. Dalam waktu singkat, cabang-cabang PIKAT telah beridir di Jawa dan Kalimantan. Dalam mendirikan sekolah untuk wanita, banyak halangan dan rintangan yang dihadapi Walanda Maramis, tetapi akhirnya cita-cita tersebut dapat terwujud, beliau berhasil merintis jalan dunia pendidikan untuk kaum wanita Indonesia. Pada bulan Maret 1924, Walanda Maramis meninggal dunia dan dimakamkan di Desa Maumbi, Kec. Airmadidi, Kab. Minahasa Utara.


Sejarah Singkat Pahlawan Nasional Mr. Alexander Andries Maramis (1897-1977)
Merupakan adik kandung dari Walanda Maramis, Mr. A.A. Maramis lahir di Paniki Bawah, Manado pada tanggal 20 Juli 1897, anak dari keluarga Maramis-Ticoalu. Beliau menamatkan sekolah Eerste Eropes Lagere School (SD) di Manado, Hollands Burgelijke School HBS-5 (SMP) di Jakarta, dan Hoge Rechtaschool (HRS [Sekolah Hukum]) Leiden Holland di Belanda dan mendapat gelar Master. Ungkapan beliau yang terkenal dalam memotivasi pemuda Minahasa untuk belajar adalah: "Ekspor komoditi Minahasa bukan kopra dan pala, tetapi otak dan kemampuan". Pada tanggal 17 Agustus 1945 beliau duduk dalam panitia persiapan kemerdekaan Republik Indonesia yang dikenal dengan Panitia Sembilan. Setelah kemerdekaan RI, Mr. A.A. Maramis berturut-turut menjabat sebagai Menteri dalam Kabinet RI, sbb:
1) Menteri Keuangan Kabinet RI I (1945)
2) Menteri Keuangan Kabinet RI V (1947)
3) Menteri Keuangan Kabinet RI VI (1948)
4) Menteri Keuangan Kabinet RI VII (1949)
5) Menteri Luar Negeri Kabinet RI VIII (1949)
Pada tahun 1948 pernah mendapat mandat dari Presiden Soekarno untuk membentuk pemerintahan RI dalam pengasingan di India, jika pemerintah RI di Jogjakarta diserang dan usaha Bapak Safrudin Prawira Negeara untuk membentuk pemerintahan darurat di Sumatera tidak berhasil. Pada tanggal 31 Juli 1977 Mr. A.A. Maramis meninggal di Jakarta dan jenazah almarhum dimakamkan di Taman Makam Pahlawan 
Kalibata di Jakarta.

Bintang dan piagam penghargaan untuk A.A. Maramis, terdapat di Museum Negeri Prov. Sulut
Atas jasa-jasanya, Mr. A.A. Maramis dianugerahi tanda penghargaan Bintang Republik Indonesia Utama, Bintang Maha Putera Tk.III, dan Bintang Gerilya, serta tanda penghargaan dari luar negeri antara lain: 1) Verdienstor Den Der Bundesrepublik Deutschland Erlaass Und Stalut 2 buah bintang penghargaan dari Jerman Barat, 2) Certificate of Appreciation dari negara Phillipine National Red Cross, dan 3) The United Nations Association of the Phillipines Certificate of Appreciation.


Selain display berupa foto dan kisah sejarah, banyak juga barang display yang dipajang di museum ini, berupa seragam perang, telepon & pesawat radio yang digunakan selama masa Permesta, kostum tari Cakalele, dan kain tenun asal Timor-timor yang disita saat Operasi Seroja.

Meja yang digunakan oleh Mahmildam XIII/MDK pada tahun 1968 untuk mengadili para anggota yang terlibat dalam pemberontakan G30S/PKI dengan ketua Mahmildam XIII/Merdeka: Letkol CHK.WH.Fredrik, SH.


Hasil Operasi Seroja di Timor-Timor: Selendang hasil tenun penduduk asli Timor-Timor yang dipergunakan dalam upacara-upacara dan bendera pretelin dari Timor-Timor.

Perlengkapan Tari Perang Cakalele


Berikut ini adalah berbagai pesawat telepon yang digunakan selama masa perang:

  • Pesawat telepon buatan Jepang yang digunakan dalam penumpasan PRRI/Permesta pada tahun 1958.
  • Pesawat telepon PRO-02 buatan Amerika Serikat yang digunakan pada masa Perang Dunia ke-2.
  • Pesawat radio P-105 buatan Rusia digunakan pada penumpasan PRRI/Permesta 1958 juga pada penumpasan G30S/PKI tahun 1965. 
  • Pesawat telepon PRA-02 seri 1612 buatan Indonesia digunakan dalam penumpasan PRRI/Permesta 1958.




Karena letaknya yang tidak strategis (jauh dari pusat kota), Museum TNI ini terkesan terabaikan, meskipun memang terdapat berbagai perbaikan dari terakhir kali aku melewati lokasi ini, misalnya pengecetan ulang pada Patung R.W. Monginsidi di halaman. Sebaiknya pada kedua museum ini dilakukan penataan koleksi dan perawatan yang lebih baik, agar mampu menginspirasi dan memberi kesan mendalam kepada pengunjung.

Meskipun masih memiliki banyak kekurangan, tapi kita akan mendapat banyak ilmu dengan mengunjungi kedua museum ini. Oleh sempat itu, sempatkan berkunjung ke Museum Negeri Provinsi Sulawesi Utara dan Museum Kodam XII-Merdeka ketika readers berada di Manado. Readers yang merupakan warga asli Manado juga harus mengunjungi museum-museum ini ya, aku jamin pasti banyak hal di museum yang tidak pernah diketahui readers sebelumnya ;) Thank you for reading! 

0 testimonial:

Post a Comment