April 18, 2022

Senayan - Jakarta Walking Tour Series #4

Hanya berjelang satu hari, aku kembali mendaftar ikut walking tour bersama Jakarta Good Guide ke kawasan olahraga paling terkenal se-Jakarta raya. Apakah dia? Yak betul GOR Bulungan GBK Senayan! Hari Minggu, 14 November 2021 aku mendaftar untuk ikut rute Senayan pukul 09.00 pagi. Sebenarnya, sebelum pandemi rute ini diselenggarakan sore hari dan mengusung judul "Senja di Senayan". Katanya sih pemandangan langit senja Jakarta tampak sangat indah dari area olahraga ini.

Kali ini, aku tidak sendirian readers. Aku berhasil menambah 'downline' nih di JGG, hahaha. Perkenalkan, Dwi Wijayanto, teman dari semasa kuliah (dan kini juga sekantor) yang akan menemaniku walking tour di Senayan pagi ini. Aku dan Dwi janjian bertemu langsung di meeting point yaitu TVRI yang terletak di Jalan Gerbang Pemuda No. 8. 

Pagi itu, jumlah peserta yang sudah hadir tidak begitu banyak, sekitar 10 orang saja. Sedangkan guide yang hadir ada dua orang, salah satunya Mas Huans yang jadi guide-ku di tur Matraman dan Pasar Baru sebelumnya. Sepertinya rute Senayan ini memang bukan termasuk rute favorit, jika dilihat dari jumlah peserta. Tidak masalah... aku justru senang, karena bisa lebih fokus mendengarkan cerita selama tur.

Grup Senayan Tour bersama Mas Huans

Tur pun dimulai pukul 09.10 WIB. Aku dan Dwi berada di satu grup dengan lima orang lainnya, dan dipandu oleh Mas Huans. Cerita pertama yang dituturkan Mas Huans, tidak lain dan tidak bukan adalah meeting point kami yaitu TVRI.



Televisi Republik Indonesia yang disingkat TVRI ini berdiri pada tahun 1962. Pembentukan lembaga penyiaran nasional ini memang didorong oleh terpilihnya Indonesia sebagai tuan rumah Asian Games, sebuah pesta olahraga se-Asia, yang kala itu diikuti oleh 12 negara. Secara resmi, siaran perdana dilakukan TVRI pada 24 Agustus 1962, namun pada 17 Agustus dilakukan siaran percobaan dari Istana Merdeka yang meliput prosesi upacara.

TVRI menyiarkan pertandingan Asian Games 1962
(Sumber: GNFI

TVRI merupakan jaringan televisi pertama di Indonesia dan memonopoli siaran televisi hingga tahun 1989, ketika televisi swasta pertama, RCTI, hadir sebagai kompetitor. Di tahun 1977, stasiun produksi dibentuk secara bertahap di beberapa ibukota provinsi, berfungsi sebagai perwakilan atau koresponden TVRI di daerah. Pada tahun 1981, Presiden Soeharto melarang penayangan iklan komersial di TVRI. Kebijakan ini memukul TVRI secara finansial, mengingat pendapatan dari iklan jumlahnya lebih besar daripada anggaran pemerintah. Dulu bahkan sempat ada "Mana Suka Siaran Niaga", suatu segmen yang khusus menayangkan iklan saja.


Dari TVRI, kami menyeberang ke destinasi utama: Gelora Bung Karno alias GBK. Hayooo readers pada tahu nggak apa artinya "Gelora"? Ini cuma akronim saja dari "Gelanggang Olahraga". Hebat ya pencetus nama ini, kreatif sekali. GBK dibangun di tahun 1962 juga, sama seperti TVRI, dalam rangka Asian Games. 

Sumber: GNFI


Lapangan Panahan

Perhentian pertama kami adalah Lapangan Panahan. Pagi itu, lapangan terlihat cukup ramai dengan 13 papan target berjejer di kejauhan. Sekitar 5-7 orang terlihat sedang berlatih dengan busur dan anak panah masing-masing. Matahari terlalu terik pagi itu, aku jadi tidak bisa melihat hasil panahan mereka, apakah "hits the bull-eye" atau justru melenceng. 

Lapangan Panahan GBK sudah berstandar internasional dengan luas lahan 10.471 meter persegi dan memiliki rumput alami seperti stadion utamanya. Ukuran standar internasional di antaranya adalah paving garis tembak yang berjarak 70 meter, panjang line 100 meter, lebar paving dari lapangan selebar 15 meter, serta panjang 59 meter untuk putaran internasional. Area ini dilengkapi dengan fasilitas pendukung umum seperti toilet, masjid, ruang VIP, ruang ganti pemain, dan tribun top-down dengan kapasitas 97 kursi.

Panahan merupakan cabang olahraga pertama yang menyumbangkan medali bagi Indonesia di ajang Olimpiade. Di cabor ini, terkenal julukan "Tiga Srikandi" yaitu ketiga atlet panahan putri kebanggaan Indonesia. Tahun 1988 di Seoul - Korea Selatan, Nurfitriyana Saiman, Kusuma Wardhani, dan Lilies Handayani berhasil meraih medali perak dalam cabang panahan beregu putri. Kisah "Tiga Srikandi" bahkan sudah diangkat ke layar perak, dibintangi Bunga Citra Lestari, Chelsea Islan, dan Tara Basro.



Selanjutnya kami berjalan ke arah Stadion Utama GBK (SUGBK). Disebut stadion utama karena untuk membedakannya dengan stadion lain seperti stadion akuatik dan stadion tenis. Di tahun 1969, nama area ini sempat diganti menjadi "Gelora Senayan" karena kebijakan Orde Baru yang ingin melakukan de-Soekarno-isasi. Presiden Gusdur pun mengembalikan nama GBK ketika beliau menjabat di tahun 2001. Nama Senayan sendiri berasal dari nama seorang tokoh yaitu "Wangsanayan". Dulu kampung orang Betawi. Hotel mulia dulu pabrik kapas. Ada sawah di jaktim dan jakbar. Daerah cakung dan Cengkareng.

Jika readers masuk dari Pintu Utara yang menghadap Jalan Asia Afrika, pasti akan bertemu dengan dua 'penjaga' GBK. Mereka adalah Patung Dwarapala, berbentuk raksasa dengan ukurannya yang sangat besar dan memegang gada di salah satu tangan. "Dwara" berarti jalan, sedangkan "pala" berarti penjaga. Patung ini difungsikan untuk menjaga tempat-tempat yang suci dan dihormati, seperti keraton.

Patung Dwarapala

Sekitar 300 meter berjalan kaki dari Pintu Utara, kami menemukan 'hutan mini' di area timur laut stadion utama. Ini bukan Hutan Kota GBK yang viral itu, readers, yang adalah eks Senayan Golf Driving Range. Hutan satu ini justru lebih mirip "hutan" dengan rimbunnya pohon dan ramainya kicauan burung. Menurut pihak manajemen, di GBK terdapat lebih dari 5.897 pohon untuk menjaga keasrian kawasan olahraga ini. Bahkan 973 pohon di antaranya bahkan termasuk jenis pohon langka dan endemik Indonesia.

Area ini dimanfaatkan pengunjung untuk beristirahat. Ada anak-anak bermain badminton, ada anak muda sedang joget TikTok, dan ada juga satu kelompok yang duduk lesehan sambil mengobrol santai. Pohon-pohon yang tinggi memang menaungi pengunjung di dalam taman, cahaya matahari sulit masuk dan membuat suasana jadi jauh lebih sejuk dibanding area sebelumnya.




Mas Huans menunjuk ke arah pohon-pohon sambil menyebutkan namanya. Sebagian adalah pohon-pohon yang familiar bagiku, yaitu pohon mangga, matoa, mahoni, dan pohon asam. Sebagian lagi  memiliki nama yang terasa asing, yaitu baobab, eboni, eben merak, hopea, kepel, genip, buni, dan sebagainya. Selain itu, kami juga menemukan tumbuhan lain, salah satunya jamur besar yang menempel di pohon.


Jamur apakah ini?

Hutan kecil ini sering dikunjungi oleh para bird watchers alias peminat burung. Mereka senang mengamati burung-burung berdasarkan suara kicauan dan warna bulu. Mas Huans berbagi pengalamannya menjadi guide untuk para bird watchers ini. Area yang paling diminati adalah Muara Angke dan Kepulauan Seribu. 


Oh ya, selain hutan mini, terdapat juga green house di sekitar Plaza Timur dan sebagian lantai atas Gedung Parkir A. Ini adalah upaya dari pihak manajemen GBK untuk mewujudkan kawasan yang hijau dan asri. Green house yang terbuat dari net atau anyaman jaring ini menampung berbagai jenis tanaman. Di antaranya ada kana daun merah, pucuk merah, miana, iris kuning, melati jepang, hingga sanseviera. Tanaman-tanaman ini nantinya digunakan untuk menghias area landscape yang ada di kawasan GBK.

Green House GBK
(Sumber: Chronodaily)

Kami kembali melanjutkan perjalanan, meninggalkan sejuknya hutan di belakang. Sekitar 250 meter jalan kaki, kami tiba di Stadion Akuatik. Di sisi luar gedung, banyak orang terlihat melakukan aktivitasnya masing-masing. Ada yang melakukan yoga, badminton, atau hanya duduk-duduk nongkrong. Bangunan ini cukup luas dan terlindung dari terik matahari. Lantai keramiknya pun bersih dan terawat. Sayang sekali, bagian atapnya mulai terlihat rusak dan mengelupas.

Stadion Akuatik GBK, sebelumnya dikenal sebagai Stadion Renang Senayan, merupakan kolam renang berukuran standar internasional terbesar di Asia Tenggara. Setelah renovasi untuk Asian Games 2018, Stadion Akuatik memiliki empat kolam renang, yaitu kolam renang utama dengan 8 lajur (50 x 25 x 3 m), kolam polo air setinggi 3 meter, kolam selam (diving pool) berukuran 21 x 25 x 5 m, dan kolam pemanasan dengan dimensi 20 x 50 m setinggi 1,4 - 2 meter. Stadion berkapasitas ±8.000 penonton ini pernah digunakan untuk kejuaraan cabang renang, menyelam, synchronized, dan polo kano di Asian Games 1962 dan Asian Games 2018. 




Dari Stadion Akuatik, kami menuju Lobi Timur yang dulunya adalah lapangan parkir GBK. Sekarang area ini tampak lapang dengan sejumlah artwork tersebar di sekitarnya. Instalasi artworks ini menggambarkan sejumlah cabang olahraga Asian Games  Ada yang melambangkan badminton, sepak bola, ping-pong, hingga senam ritmik.

Arsitektur SUGBK sendiri diinspirasi oleh Stadion Luzhniki di Moskow, dengan keberadaan trek lari dan jumlah bangku berkapasitas 110.000 penonton. Dalam pidato peresmiannya, Bung Karno mengaku sangat terkesan dengan Luzhniki sehingga menginginkan bangunan serupa dibangun di Indonesia. Uni Soviet, selain memberi jasa arsitek, juga turun tangan memberi bantuan dana USD 12,5 juta bagi pembangunannya. 

Konstruksi dimulai pada 8 Februari 1960 dan selesai pada 21 Juli 1962, tepat waktu untuk menjadi tuan rumah Asian Games. Kapasitas asli stadion dari 110.000 orang berkurang menjadi 88.083, pascarenovasi SUGBK untuk Piala Asia AFC 2007. Stadion ini terbagi menjadi 24 sektor dan 12 pintu masuk, serta tribun atas dan bawah. Fitur khusus dari stadion ini adalah konstruksi atap baja besar yang membentuk cincin raksasa yang disebut temu gelang, sesuatu yang sangat langka pada tahun 1962. Selain untuk menaungi para penonton di semua sektor dari panasnya matahari, tujuan dari konstruksi cincin raksasa ini juga untuk menekankan keagungan stadion.



Mas Huans menjelaskan tentang arsitektur SUGBK

Mas Huans mengajak kami di perhentian terakhir: kaldron api. Ini adalah recent addition di GBK. Aku, yang belum pernah menginjakkan kaki ke GBK sejak tahun 2015, tentu saja belum pernah melihat instalasi ini. Kaldron ini terinspirasi dari bentuk keris, senjata khas Indonesia yang telah diakui UNESCO sebagai warisan budaya dunia. Kaldron api ini diberi nama "Bilah Nusantara". 

Kaldron sepanjang 95 meter ini terletak horizontal di depan stadion utama. Mengapa horizontal, karena sebagai perlambang kedamaian dan sportivitas. Menurut desainernya, kauldron memiliki tinggi 18 meter, lidah apinya 8 meter, dan ukiran kiri-kanan jika digabungkan memiliki panjang 2018 meter. Angka ini melambangkan 18 Agustus 2018, tanggal pembukaan Asian Games 2018. Bentuk keris akan terlihat jelas jika dilihat dari kolam, di mana pantulannya pada air menghasilkan tampilan satu keris yang utuh.



Jika dilihat dari pantulan kolam, kaldron akan tampak seperti keris

Walking tour rute Senayan berakhir di kaldron api ini, tepat pukul 11.00 siang. Sejauh ini, rute Senayan adalah rute terpendek bagiku. 

Patung Bung Karno di ujung Plaza Tenggara



Terima kasih, Mas Huans dan Jakarta Good Guide untuk tur kali ini. Aku senang sekali mengetahui bahwa ada hutan mini di tengah GBK, dan ada kauldron api yang baru dibangun. Minggu depan daftar rute apa lagi yaa?

0 testimonial:

Post a Comment