February 08, 2019

Akhirnya ke Ambon Manise - Kei Islands Trip Pt. 1

ALOHAAA, READERS! Aku excited banget nih memulai blogpost yang satu ini. Soalnya... mencari waktu dan mood untuk mulai menulis butuh waktu hingga 6 bulan. Hahaha! Bahkan sebenarnya bisa lebih lama lagi lho, kalau saja aku tidak keburu bertemu travelmates yang sama saat El Nido Trip  minggu lalu 😋

Duh, Ambon, cantik banget sih kamu :')

Perjalanan ke Kepulauan Kei ini berlangsung selama 8 hari mulai dari tanggal 12 - 19 Juni 2018. "Kok lama banget, Lin? Perasaan kamu ke luar negeri aja jarang banget bisa sampai 8 hari." Betul, Saudara-Saudari, Kei Islands Trip ini emang lama banget rasanya. Sampai-sampai kami pun jadi muak bosan melihat wajah masing-masing setiap hari. Hahaha! Eh tapi ini bukan trip terlama bagiku deng. Saat Bali-Lombok Trip enam tahun yang lalu, aku malah menghabiskan 10 hari termasuk durasi perpindahan menggunakan kereta dan kapal.


Kenalkan: Bang Adi, Ananda, Yosa, dan Bang Tommy

Nah, mari kuperkenalkan Readers sekalian pada anggota Kei Islands Trip ini. Pertama, ada Bang Supriadi (Adi), sosok panutan dan andalan dalam setiap kisah traveling-ku. Kedua, Bang Tommy Otniel Tobing (Tommy), mantan travelmate saat pelesir ke Ciwidey, Toraja, dan Makassar -- akhirnya ya, Bang, kita nge-trip bareng lagi setelah 20 purnama berlalu 😗 Terus ada Ananda Goentoer Tobing (Nanda), rekan jalan semasa Turkey Trip dua tahun lalu. Last but not least... ada wajah baru! Namanya Yosafat Probo Kuncoro (Yosa), 'murid seperguruan' di paduan suara di ICC maupun STAN.

Trip ini dirancang oleh, tak lain dan tak bukan, Bang Adi yang memang sejak November 2017 sudah bermimpi untuk main ke Kepulauan Kei. Rupanya beliau teracuni blog-nya Marischka Prudence dan Amellie. Padahal aku sendiri tidak tahu banyak tentang wisata di Provinsi Maluku. Yah palingan sebatas Banda Neira dan Pantai Ora saja. Waktu awal-awal diskusi, Bang Adi malah ingin main ke Kei di bulan Mei karena katanya banyak pelikan bermigrasi dari Australia pada bulan tersebut.

Ngomong-ngomong, Readers, pada tahu nggak sih di mana letak Kepulauan Kei? Walaupun secara administratif berada di bawah Provinsi Maluku (tepatnya di Kabupaten Maluku Tenggara), kepulauan ini terletak lebih dekat ke 'kepala'-nya Pulau Papua. Untuk menuju ke sini, kita akan mendarat di bandar udara Langgur, ibukota Kabupaten Maluku Tenggara, dengan terlebih dahulu transit di Kota Ambon.


Posisi Pulau Kei di Maluku (sumber: Pasiar Kei)

Kepulauan Kei sendiri terbagi atas beberapa pulau dengan dominannya Pulau Kei Kecil dan Pulau Kei Besar. Selama tujuh hari kemarin kami hanya mengeksplorasi Pulau Kei Kecil karena pertimbangan kondisi geografis pulau satunya yang konon belum sebagus Pulau Kei Kecil.



DAY 1 - Selasa, 12 Juni 2018

Perjalanan Kei Islands Trip dimulai hari ini... tapi cuma untuk aku dan dua peserta lain dari Pulau Sumatra (rutenya Nanda paling ribet dong: Meulaboh-Medan-Jakarta-Makassar-Ambon 😱). Peserta yang berbasis Jakarta malah masih santai berleha-leha di kamar kos. Aku berangkat ke Cengkareng dengan Damri Gambir jam 06.50 pagi demi mengejar pesawat jam 08.15 WIB. Wahgelahseh. Salah satu love-hate variable dari nge-trip adalah kadangkala kita harus bangun lebih pagi daripada hari kerja biasa. Coba kalau bukan karena mengejar pesawat, mana mungkin hari Selasa begini aku bisa bangun jam 6 pagi. Hahaha!

Pesawat GA-646 mendarat manis di Bandar Udara Pattimura Ambon pada pukul 13.55 WIT. Kami terbang selama 3 jam 40 menit dan melewati dua zona waktu. Waktu di Ambon lebih cepat dua jam daripada waktu di Jakarta. Sesuai arahan dari Benita, adik kelas yang dapat penempatan di kota Ambon, aku bisa naik angkot dari bandara menuju pusat kota. Begitu keluar dari arrival hall, ternyata Ambon menyambutku dengan wajah mendung. Wadaw. Pertanda harus naik ojek nih! Tak beda dengan Bandara Komodo di Labuan Bajo dan Bandara Juwata di Tarakan, di Pattimura pun banyak tukang ojek yang berkerumun di sekitar terminal kedatangan. Pilihanku jatuh pada sesosok Bapak yang tampak kalem dan tidak agresif. "Pak, berapa duit kalo ke Amaris?" tanyaku. "50 ribu ya Nona." Oke. Berhubung aku bukan tipe yang suka tawar-menawar, apalagi jika dagangannya adalah jasa manusia, tarif tersebut langsung aku setujui. Kami pun melaju selama kurang lebih 45 menit.


Jembatan Merah Putih, Kota Ambon
(sumber: Indonesia Timur)

Jalanan Ambon mulus sekali, apalagi belum terlampau ramai. Palingan hanya selepas Jembatan Merah Putih saja motor kami mulai tersendat-sendat karena kondisi jalan sekitar pasar yang padat. Tak apa, aku menikmati. Toh langit memang sedang mendung jadi sinar matahari tak sebegitu menyengat.

Jam 15.08 WITA aku turun di depan Hotel Amaris Ambon. Yang paling eye-catching ialah keberadaan restoran cepat saji KFC di samping hotel. Wadidaw! Setidaknya makan malam nanti sudah terjamin, mengingat empat rekanku baru bisa bergabung besok pagi.

Ide menginap di hotel ini datang dari Bang Adi, katanya saat Presiden Joko Widodo berkunjung ke Ambon, beliau memilih hotel ini untuk tempat bermalam. Sungguh keputusan yang tepat! Sebagaimana yang kutulis di reviu TripAdvisor, aku sangat puas menginap di hotel Amaris ini. Salah satu servis favoritku: hotel menyediakan dispenser di setiap lantai, jadi tamu bisa mengisi ulang botol minumnya dengan gratis.

Hotel Amaris, pilihan hotel Presiden Jokowi saat ke Ambon
(sumber: Kompas)


DAY 2 - Rabu, 13 Juni 2018

Aku memulai hari ini dengan rasa nyeri di lambung karena sakit gastritis sejak tengah malam (Update: sakitku sudah sembuh setelah opname bulan Juli 2018, Readers tak perlu khawatir yaa 😊) Ini pasti akibat dari semalam terlalu banyak menyantap ayam goreng, ckckck, kapok deh Lin. Sakit gastritis ini juga yang membuat aku jadi mabok darat waktu Ambon city tour.  Hahaha. Padahal aslinya aku tak pernah butuh Antimo tak peduli berapa lama melakukan perjalanan darat.



Breakfast with a view

Aku bangun jam 07.00 WIT lalu lanjut sarapan jam 07.30 dengan menu hotel yang standar namun tetap enak. Pemandangannya pun menyejukkan: rumah-rumah warga diapit masjid, musholla, dan gereja di berbagai sisi. Karena sebentar lagi Piala Dunia 2018 digelar, pemandangan tiang-tiang bendera lumrah kita temukan di kota ini. Paling banyak sih bendera Jerman, tim andalanku tiap kali Piala Dunia 😀 Tak heran lah ya... mengingat orang Ambon selalu mengucap "Dangke" sebagai ucapan "terima kasih", persis Bahasa Jerman.

Berasa lagi di Jerman euy!


Tak lama lagi keempat lelaki itu akan segera tiba untuk menjemputku. Mereka mendarat jam 07.15 WIT setelah penerbangan subuh dari Jakarta dan Makassar. Nantinya, seharian ini kami akan keliling kota Ambon dengan mobil rental yang disiapkan tour agency.

Tepat jam 08.00 WIT, ponselku mulai ribut dengan notifikasi dari grup WhatsApp kami. Satu persatu makhluk itu mengultimatum agar aku segera turun dari kamar. Hmmm, tak sabar banget ya bertemu aku. Udah rindu banget atau gimana? "Erlin, kami sudah di lobby ya!" kata Bang Adi. "Kak Lin, ayo turun!" timpal Yosa. "Erlin, aku nebeng toilet dong!" pesan Nanda. Hahaha. Sayangnya aku sudah keburu check-out... maaf ya Nan, nanti kita cari toilet aja di pantai. 😛



Bang Adi udah pantas jadi cover majalah Aneka YESS

Destinasi pertama di Ambon city tour ialah Pantai Hunimua atau lebih dikenal dengan Pantai Liang. Pantai ini memang belum akrab terdengar di telinga. Beda dengan Pantai Pintu Kota, Pantai Natsepa, atau Pantai Hukurila yang lebih terkenal. Meski tidak sepopuler tiga pantai lain, Pantai Liang ini tetap saja cantik memukau. Air lautnya berwarna gradasi hijau toska dan biru pekat, berpadu mesra dengan birunya langit yang aduhai. Memesona sekali! Oh iya, retribusi masuk ke pantai ini sebesar IDR 15.000/orang ya.

Berkendara ke sini dengan mobil ternyata butuh waktu cukup lama sampai-sampai aku sempat mual di tengah perjalanan (karena gastritis kok, Readers, suer!). Kondisi pantai waktu itu sepi saja, sekelompok orang lokal tampak berteduh di bawah rindangnya pohon-pohon Ketapang tepi pantai. Ada juga seorang turis lelaki paruh baya yang asyik berenang di sekitar dermaga. Tak peduli waktu menunjukkan pukul 11.00, tak peduli punggungnya digoreng sinar matahari.

Entah kenapa bisa samaan baju sama si Nanda

(Disclaimer: sebenarnya destinasi pertama bukan Pantai Liang, tapi pantai lain yang memang jauh dari pusat kota. Sayangnya pantai itu tidak begitu menarik makanya aku lupa apa namanya 😅 Nah, dari pantai tersebut kami langsung lanjut ke Pantai Liang. Pantasan saja perjalanan terasa jauh, padahal aslinya dari Hotel Amaris ke Desa Liang cuma butuh waktu 1 jam.)

Puas menikmati pantai, supir mobil rental mengantar kami ke sejumlah titik wisata lain di kota Ambon, salah satunya Monumen Martha Tiahahu di Karang Panjang. Monumen dibangun tepat di depan rumah dinas Wakil Gubernur Prov. Maluku dan bersebelahan dengan kantor DPRD Provinsi. Patung Tiahahu ini sengaja didirikan menghadap ke Laut Banda untuk mengenang jasanya berjuang melawan penjajah yang datang ke Ambon lewat Laut Banda.

Monumen Martha Tiahahu memandang Laut Banda


Makan siang kami lewatkan di Rumah Makan Sari Gurih. Makanannya enak-enak semua! Saking sedapnya, kami langsung menyantap hidangan dan lupa untuk foto-foto terlebih dahulu. Hahaha. Selepas makan siang, kami langsung menuju Bandara Pattimura. Pesawat kami nanti, GA 7646, akan lepas landas jam 16.00 WIT nanti. Sampai jumpa minggu depan, Ambon!

Pukul 17.25 petang pesawat kami mendarat di Bandar Udara Karel Sadsuitubun (LUV) di Desa Ibra, Langgur, Pulau Kei Kecil. Oh iya, ini kali pertama buat Bang Tommy dan Yosa menjajal pesawat ATR alias baling-baling. Aku sih sudah pernah waktu ke Labuan Bajo tahun 2015 lalu, sensasinya seru: goyang-goyang menyenangkan gitu hahaha.

Can you guys spot the posing pilot? Hahaha


Kelihatan nggak, Readers, pilot pesawat ATR yang ikutan selfie di belakang kami? Hahaha! Kocak sekali. Kami pun baru sadar beberapa waktu usai foto. Aih, memang terbaik deh Garuda Indonesia!

Di luar bandara, kami disambut oleh Bang Ronald, pemilik tour agency yang dikontak Bang Adi. Hanya satu kali itu saja sih kami bertemu dengan dia, sisanya selama 7 hari di Kei kami ditemani oleh Rian Resubun. Readers yang pengen main ke Kei bisa langsung menghubungi Rian ya, nanti aku kasih kontaknya.

"Kenapa nggak agensinya si Bang Ronald yang kamu promote, Lin?" Jawabannya singkat: karena dia mengecewakan. Panjanglah ceritanya, bisa jadi satu blogpost sendiri kalau membahas dia. Dan nanti malah merusak mood ceria yang ingin kutampilkan di post kali ini 😋

Mari kita lanjutkan. Perhentian pertama kami di Pulau Kei Kecil adalah lokasi makan malam yaitu Pantai Ngurbloat yang jika diterjemahkan ke Bahasa Indonesia berarti "Pantai Pasir Panjang". Kalau Readers sering melihat foto tentang Kepulauan Kei yang menampilkan sosok pantai berpasir putih yang memanjang dengan deretan pohon kelapa di tepian, 80% dapat dipastikan itu adalah pantai yang berada di Desa Ngilngof ini. Pantai Ngurbloat terkenal banget lho, selain karena terbentang panjang hingga 5 km, pasir pantainya juga disebut-sebut National Geographic sebagai pasir terhalus karena teksturnya yang seperti tepung.


Persiapan candle light dinner oleh Tim Evelin Cottage 

Makan malam kami disiapkan oleh Evelin Cottage yang rupanya milik keluarga Rian. Evelin Cottage ini adalah salah satu penginapan yang recommended di Pulau Kei Kecil. Lokasinya sangat strategis, setiap sore kamu bisa nonton matahari terbenam sambil tidur-tiduran di lembutnya pasir putih Pantai Ngurbloat. Mereka juga punya semacam restoran kecil, kalau kamu tiba-tiba pengen brunch atau evening tea, tinggal pesan saja. Nah, ditambah lagi, sejak awal 2018 kemarin, penginapan ini menyediakan Wi-Fi (the only one among other cottages in Kei Kecil)! Readers yang tertarik boleh langsung mengontak Rian/Mama Evi di +62-823-9967-8268 atau cek akun IG mereka di @rian_resubun dan @evelincottage.

Penginapan kami justru berada di desa sebelah yaitu Desa Ohoililir, namanya Coaster Cottages. Karena sudah beroperasi cukup lama, Coaster Cottage lebih bergaung dibandingkan penginapan yang lain. Di TripAdvisor pun dia mendapat reviu yang baik. Fasilitas dan pelayanan penginapan ini juga bagus, lokasinya pun tepat di tepi pantai.

Selamat datang di Coaster Cottages!

Sebelum mengakhiri cerita ini, ada satu hal yang paling bikin ngakak kalo diingat-ingat dari penginapan kami. Hal itu adalah... bak mandi! Hahahahahahahhaha. Aduh. Sambil ngetik ini aja aku masih nyengir-nyengir kuda. Bak mandinya GUEDHE buanget. Gayungnya? Jangan ditanya. Separuh volume si bak mandi itu sendiri! Hahaha. 2-3 kali gayungan saja, habis deh seisi bak. Padahal air yang mengucur dari keran hanya se-upriiiit. Bagiku yang sekamar sendiri sih nggak masalah, tapi jadi repot bagi yang berdua. Karena setelah giliran mandi orang pertama, yang kedua mesti menunggu lama dulu sampai bak terisi penuh. Story IG milik Nanda yang di bawah ini sih paling P A S menggambarkan lucunya bak mandi + gayung kami.





Tak berhenti di bak mandi dan gayung, kasur pun kena olok-olokan si Nanda. Hahaha.


*

Sekian dulu bagian pertama cerita tentang Kei Islands Trip. Di bagian selanjutnya kita akan melihat BANYAK BANGET pemandangan cantik dari Kepulauan Kei. Janji deh, Readers sekalian pasti ngiler dan langsung pengen memantau tiket ke Langgur. Hehehe.

Makasih udah mampir ya! 

0 testimonial:

Post a Comment