September 19, 2018

'Bedrest' di Pulau Labengki-Sombori

Blogpost kali ini kuberi imbuhan judul "bedrest" karena memang dijalani satu hari setelah check-out dari Rumah Sakit akibat sakit gastritis. Opname 5 hari itu sukses bikin aku muak sama kasur (dan makanan sehat), jadi kuputuskan untuk tetap berangkat ke trip Labengki. Wong segala tiket pesawat udah dibeli kok, biaya sharecost juga udah lunas... rugi sekali kalau tidak dijalani. Toh aku juga mending mabuk laut daripada mual-muntah karena injeksi obat 😋

Rencana trip diinisiasi oleh Kak Shila di bulan Juni kemarin. Doi pengen main ke Pulau Labengki dan Pulau Sombori di Sulawesi Tenggara/Tengah, tapi maunya sekalian ngajak Geng Flores 2015 reunian. Sayang sekali hanya 4 orang yang bisa bergabung dari total 14 anggota geng. Kami ber-4 ditambah 6 orang kenalan Mas Yudha dari komunitas Backpacker Indonesia, baru ber-10 dari target peserta 18 orang. Nah, untuk mencari kekurangan 8 orang ini Mas Yudha putuskan untuk buka "open trip". Maklum, biaya sewa kapal  kan mahal~

Memperluas lingkar perkenalan
Selain aku, Kak Shila, Mas Yudha, dan Mas Fafa (ini temen ngegalau semasa mengarungi lautan Flores hahaha), trip ini diikuti oleh Agung (nggak usah lah panjang-panjang diperkenalkan ya) dan Mamet. Yang terakhir ini adalah teman sekampus yang sudah cukup lama kenal, tapi nggak pernah jalan bareng. Puji Tuhan kami dipertemukan di Labengki, aku jadi membuktikan bahwa jalan bareng Mamet itu asyik sekali seng ada lawang! Ada juga Kak Dinda (teman sekos Kak Shila), Bang Mario, serta 4 orang 'tamu' Mas Yudha: Mas Eko dan temannya, plus Mbak Cing dan teman bulenya.

Yay, ketemu Mamet! (Btw, aku kok kayak orang lokal ya? Hahaha)

Kemarin siapa guide-nya, Lin? Nah aku surprised sekali lho waktu ketemu guide Labengki... karena ternyata masih imut-imut alias anak SMA! Namanya "Eka", anak dari Pak Jupri, seorang guide lokal yang menyediakan kapal dan paket wisata bagi para peminat Labengki. Jangan salah... meski badannya mungil dan terlihat pendiam, Eka ini hafal banget dengan rute lautan Labengki-Sombori. Kupingnya juga peka sama suara angin dan hujan. Pokoknya recommended sekali! Readers yang pengen ke Labengki boleh minta kontaknya Eka/Pak Jupri ke aku yaa.

Jelas dong Eka yang mana...

Oke, sekarang mari kita langsung menuju ke reviu selengkapnya:


DAY 1 - 20 JULY 2018

Dari Jakarta, aku dan Agung menggunakan maskapai Sriwijaya Air SJ 588/SJ 560 pukul 22.20 WIB. Nantinya kami harus transit dulu di Makassar selama 3 jam. Pukul 01.15 dini hari, pesawat kami mendarat mulus di Makassar, Sulawesi Selatan. Wah keren bets trip kali ini, kami menginjak 3 provinsi sekaligus di Pulau Sulawesi. Transit di Sul-Sel, lanjut terbang dan nginap di Sul-Tenggara (Pulau Labengki), trus main ke Pulau Sombori yang sudah masuk ke kawasan Sul-Tengah. Mantap betul! Haruskah aku lanjut mudik ke Utara sana? 🙊

Mas Yudha dan Mas Fafa sudah mendarat duluan di Bandara Sultan Hasanuddin sini. Eh, dasar jodoh, aku langsung ketemu Mas Fafa begitu naik ke waiting lounge. Langsung deh... acara temu-kangen sekaligus ghibah dadakan resmi dibuka hahaha. 30 menit kemudian, Kak Shila dan Kak Dinda menghampiri kami sehabis jajan cemilan. Peserta terakhir, Mamet, baru bergabung menjelang boarding karena anaknya pemalu mau bobo cantik dulu. Maklumlah, Mamet sudah di Bandara UPG ini sejak sore. Itu pun setelah menempuh perjalanan menembus hutan dan rawa dari Tanjung Redeb, Kalimantan Timur 😌 

 

Setibanya di Bandara Haluoleo Kendari jam 8 pagi, kami bertemu dengan anggota trip lain yang sudah duluan mendarat: Mbak Ida, Mas Arie, Mas Ivan, Mas Ucup, Bang Rudi 'Obor', Mas Reza, serta Mas Eko dan temannya. Rombongan kami dijemput oleh 3 mobil untuk diantar ke dermaga. 1 jam perjalanan jadi tak terasa karena ributnya mulut-mulut Agung, Mamet, Kak Shila, Kak Dinda, dan Mas Fafa. Iya mereka doang, aku mah anteng dan pendiam.

Ada anak gadis cantik, namanya "Ratu"

Dari dermaga, kami menempuh perjalanan laut dengan kapal kayu selama 2 jam. Matahari pas lagi bersinar terik-teriknya di atas kepala. Aku yang duduk di bagian belakang kapal ketawa-ketawa saja melihat posisi teman-teman yang lain yang selonjoran di lantai kapal, panik menutupi kulit masing-masing dari sengatan matahari. Duh, mau tidur aja takut gosong, mz.

Jam 4 sore akhirnya kami tiba di Pulau Labengki Besar. Di sini kami akan menginap di Labengki Beach Hut (LBH), resort yang cukup ternama di area wisata Labengki-Sombori. Terdapat 8 pondok/cottages yang siap menampung dua orang tamu di dalamnya. Apalah kami yang cuma bekpeker kere ini... kami tidak nginap di dalam cottage, tapi di tenda yang berhadapan langsung dengan laut. Woohoo! Seru banget sih ini, ternyata tendanya kuat dan lapang. Apalagi bagiku yang hanya sendiri menempati tenda. Pondok terbesar di sisi barat adalah pondok terbuka dengan meja dan bangku-bangku terbuat dari kayu kelapa, tujuannya tidak lain tidak bukan untuk makan bareng dan nongkrong bersama.

Tenda dan cottage

Begitu menjejakkan kaki di LBH, kami disambut oleh 5-6 orang stafnya dengan senyuman ramah dan segulung handuk putih hangat ala resort berbintang. Awalnya mungkin hangat ya, tapi karena kami ngaret jadi handuknya udah tinggal "basah" doang hahaha. Kami juga dibagikan handuk tebal. Wah, kurang sabun-sampo-sikat gigi saja nih untuk menggenapkan pelayanan bintang lima-nya LBH.

Tiba di Pulau Labengki Besar

Semangat yang masih berapi-api membuat kami tak berlama-lama ngaso di Pondok Besar. Kami putuskan untuk langsung capcus ke Pantai Pasir Panjang yang letaknya dekat dari LBH namun butuh kapal untuk menuju kesana. Sayangnya, lokasi pantai ini menghadap timur... alhasil kami tidak mendapat sunset view yang diimpikan. Tak apalah. Yang penting BAHAGIA.

Pasir Panjang Labengki


DAY 2 - 21 JULY 2018

Sebenarnya kami ada rencana sunrise hunting pagi ini. Tanpa diduga, langit menangis malam tadi. Sekitar jam 11 malam hujan tumpah ke daratan, ditemani angin kencang yang lumayan juga membuat hati gelisah. Sekitar dini hari aku sempat terbangun karena bunyi petir dan desiran angin, puji Tuhan tendaku tetap berdiri kokoh dan tidak bocor. Paling aku cuma mendekap selimut lebih erat lagi karena dingin makin terasa.

Sebelum berangkat menjelajah, mari kita isi dulu perut dengan sarapan lengkap dari Labengki Beach Hut. Berhubung kami ber-14 adalah satu-satunya tamu di akhir pekan ini, pondok makan benar-benar kami kuasai. Nasi goreng, roti tawar, pisang goreng... beuh jadi milik pribadi semua. Coba saja aku tidak sedang sakit, pasti kalap deh. Staf LBH pun ramah dan sigap semuanya. Selama para tamu menikmati sajian, mereka stand by untuk mengisi ulang nasi yang kosong, atau sekadar basa-basi menanyakan, "Gimana tidur semalam, Mbak? Kesepian nggak?"

Hujan malam tadi seakan belum puas tumpah. Pagi ini pun mendung bergantung mesra di ujung utara, tempat kami akan berkelana nanti. Semua anggota trip jadi gundah-gulana, "Kita bisa berangkat nggak? Aman nggak lautnya? Nanti ombaknya kencang nggak?" Puji Tuhan kami bisa tetap lepas jangkar, bertualang ke pulau-pulau sesuai itinerary. Hanya saja... aku jadi kurang berhasrat foto-foto karena langitnya kelabu terus. Toh tidak ada sinyal XL juga di sini, tak bisa lah aku mengunggah foto-foto riya' ke Instagram.

Itinerary hari ini adalah: main ke Pulau Mbokita, Air Kiri, Rumah Nenek, Goa Berlian, trekking ke Puncak Khayangan untuk lihat miniatur Raja Ampat, dan trekking lagi ke Teluk Cinta. Pulau Mbokita merupakan bagian dari kepulauan Sombori, tepatnya terletak di Kecamatan Menuai Kepulauan Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah.

Perhentian pertama kami adalah Balai Desa yang biasanya disewa oleh backpackers untuk menginap. Harganya tentu lebih murah daripada menginap di LBH, tapi kekurangannya adalah menggunakan kakus kita dikenai biaya air sekitar Rp5 ribu per ember. Pusing nggak tuh? Di depan Balai Desa ini, Kak Shila cs. mengadakan Kuis Cerdas Cermat dadakan dengan anak-anak Suku Bajo yang mendiami pulau ini. Seru banget melihat antusiasme mereka.

Kak Shila in action

Selanjutnya kapal kami bertolak ke Gua Allo. Katanya sih gua ini unik karena memiliki dua bagian sisi yang berbeda. Sisi depan terang, sehingga bisa untuk dipakai berfoto-foto, sementara sisi belakang (dalam goa) merupakan bagian yang gelap gulita. Kapal tidak bisa terlalu mendekat ke mulut gua karena banyaknya karang. Aku, yang memutuskan tinggal di atas kapal, baru tahu kemudian bahwa guanya lumayan 'serem' dan gelap. 

Gua Allo
Perhentian ketiga, Rumah Nenek. Aku pun sebenarnya kurang paham ya kalau ditanya tujuan wisata di lokasi ini. Tapi memang konon belum afdhol ke Labengki kalau tidak main ke sini. Di rumah yang populer ini tinggal Nenek Indong yang meski sudah sepuh tetap senang beraktivitas. Beliau menyambut kami dengan ramah, menyediakan rumahnya untuk jadi tempat persinggahan makan siang kami, bahkan menghidangkan pisang goreng buatannya.

Kiri: Nenek Indong / Kanan: Situasi makan siang di Rumah Nenek

Di sebelah rumah Nenek yang sesungguhnya ada rumah kayu yang terlihat kosong. Rumah satu ini lah yang populer jadi tempat berfoto. Karena takut panggungnya roboh, kami bergantian ke sana untuk berpose hahaha.


Selanjutnya kami menuju puncak Pulau Kahyangan. Dari atas terlihat sepetak pantai pasir putih yang menghampar di satu sudut pulau. Perairan yang dangkal ditambah dengan kejernihan air membuat cahaya dapat menembus ke dasar laut. Tidak adanya ombak seperti sengaja agar Pulau Kahyangan terlihat tenang. Pulau ini sangat populer karena view dari puncaknya mirip dengan pemandangan Raja Ampat, makanya dijuluki "miniatur Raja Ampat".

Miniatur Raja Ampat


Ngomong-ngomong... kalau ingin snorkeling manja, kita bisa menyewa snorkel dan fin dengan harga Rp50 ribu per set. Bisa dipakai selama trip berlangsung, yang penting dijaga dengan segenap hati dan jiwa ya. Lelah setelah trekking dan snorkeling, teman-temanku langsung naik kembali ke atas kapal (aku? cukup ngaso aja di kapal bersama para ABK) dan bersiap kembali ke LBH.

Salah satu staf LBH menyiapkan panggangan
Makan malam kali ini, Mbak Ida and the gank memesan pesta barbecue dengan hidangan seafood. Benar-benar pas untuk cuaca malam ini yang dingin karena hujan kembali turun dengan awetnya!


DAY 3 - 22 JULY 2018

Hari terakhir ngetrip, kami harus check-out dari Labengki Beach Hut. Sama seperti kemarin, hari ini pun kami juga punya niat suci-tulus untuk bangun pagi dan berburu matahari terbit. Apa daya, gagal lagi karena hujan deras yang awet. Mas Yudha jadi berinovasi membungkus ransel-ransel kami dengan kantong sampah besar agar tidak kebasahan selama di kapal. 




Pasrah dengan kondisi cuaca, kami pun santai-santai saja menjalani hari ini. Kapal baru berangkat jam 9 pagi. Dadah, Labengki Beach Hut! Aku pasti akan menginap di sini lagi berikutnya! Itinerary hari ini pun dipersingkat: eksplor Pulau Labengki Kecil dan pulang ke Kendari.

Dadah, Labengki Beach Hut!

Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Aku mengamini betul pepatah tersebut. Jadi, di hari terakhir inilah kuputuskan untuk mengeluarkan kamera yang sejak awal ndekem aja di dasar ransel hahaha. Selamat menikmati indahnya Labengki, readers.








'Kampung Pelangi'-nya Pulau Labengki Kecil
Rombongan kami sempat main ke satu destinasi lagi, Goa Kolam Renang namanya. Tapi karena goanya gelap dan airnya cukup dalam, hanya sebagian geng saja yang berenang. Sisanya berpencar, ada yang foto-foto sampai ke Mercusuar, ada yang cuma ngobrol santai di luar goa. 


Di dermaga, Mamet menghabiskan waktu dengan anak-anak kecil Suku Bajo yang terpukau oleh kamera instax-nya. Sebagai kenang-kenangan, Mamet pun memberikan satu lembar foto kepada mereka. Hihihi, lucu banget lho. Kira-kira itu foto bakal dipajang atau langsung masuk tong sampah ya? Hahaha


Bersama anak-anak Suku Bajo
Mbak Ida dan 'anak-anaknya'
Full team tanpa Cing dan si bule
Sampai jumpa lagi, Labengki!

Sekian sudah kisah petualangan terakhirku di tahun 2018. Sehabis trip satu ini aku betul-betul 'bedrest' alias ngerem di kamar. Eh, enggak juga sih, ada dinas kantor juga ke Bali, tapi kan judulnya bukan "bertualang" ya :(

Semoga bisa segera main lagi, entah di dalam maupun luar Indonesia. Kaki kok terasa gatal kalau tidak diajak berkelana...

Terima kasih sudah mampir, readers! Sehat-sehat selalu ya kalian :)

***

TOTAL PENGELUARAN:
1. Share cost sewa mobil, kapal kayu, akomodasi, guide, retribusi (Rp1,3 juta)
2. Tiket pesawat CGK-KDI PP (Rp1,03 jt + 944ribu = Rp1,974 juta)
TOTAL = Rp2,3 juta ++ 

0 testimonial:

Post a Comment