One of many benefits of traveling solo adalah kita bisa punya (banyak) kenalan baru. Adalah Dima dan Natalia, sepasang suami istri berkebangsaan Rusia yang menjadi teman jalan Bang Adi saat doski solo traveling di India tahun 2015 silam. Pasutri ini tinggal di kota Pushkin yang tak jauh dari St. Petersburg, tepatnya 24 km ke arah selatan. Rupanya Bang Adi sudah mencanangkan program "Visit Dima & Natalie" sejak mulai merencanakan Russia Trip. So... hari ini kami akan bertemu mereka di kota tetangga sana, sekaligus melihat istana Kekaisaran Rusia bernama Catherine Palace.
Highlight of Day 6: Catherine Palace di Kota Pushkin |
DAY 6. THURSDAY, MAY 11. ST. PETERSBURG.
Jadwal hari ini dimulai agak siang. Bisa dimaklumi sih wong malam sebelumnya aja pulang jam 1 pagi, kok, abis dugem. Eh, photo hunting maksudnya. 😛 Lagipula cuaca St. Petersburg hari ini lebih dingin dibanding kemarin. Aku makin semangat bangun ngulet dan membenamkan diri lebih dalam lagi dibalik selimut.
One day trip ke Pushkin baru akan dimulai siang nanti karena menyesuaikan dengan jam kerja Dima. Kami memulai hari ini dengan warming up, jalan kaki di sekitar kawasan wisata utama St. Petersburg: St. Isaac's Cathedral dan Church of the Savior on the Spilled Blood. Untuk gereja yang pertama akan kubahas lebih detil di post selanjutnya ya. Kalau mau ke dua gereja ini mulailah dengan Katedral St. Isaac yang terletak di St. Isaac Square, lalu naik bus jalur 22 menuju Church of the Savior on the Spilled Blood yang berjarak 2 km dari St. Isaac. Bisa saja berjalan kaki, tapi... yakin sanggup menahan dingin dan kencangnya angin?
Mataku langsung berbinar-binar ketika penampakan gereja sudah mulai terlihat dari jarak beberapa ratus meter. CANTIK BANGET! Gereja ini punya nama asli Church of the Resurrection of Jesus Christ namun lebih dikenal sebagai Church of the Savior on the Spilled Blood atau singkatnya "Church on the Blood". Gereja ini dibangun tepat di atas lokasi tragedi percobaan pembunuhan kelompok teroris People's Will terhadap Kaisar Alexander II pada tanggal 1 Maret 1881. Sang Kaisar terluka fatal hingga akhirnya meninggal 12 hari setelahnya. Pembangunan gereja diinisiasi oleh ahli waris, Alexander III dengan menggaet Archimandrite Ignaty dan Alfred Parland sebagai arsitek. Pembangunan dimulai pada tahun 1883. Bentukan gereja ini sama nyentrik dengan St. Basil's Cathedral di Moskow karena memang desainnya terinspirasi dari katedral tersebut.
One day trip ke Pushkin baru akan dimulai siang nanti karena menyesuaikan dengan jam kerja Dima. Kami memulai hari ini dengan warming up, jalan kaki di sekitar kawasan wisata utama St. Petersburg: St. Isaac's Cathedral dan Church of the Savior on the Spilled Blood. Untuk gereja yang pertama akan kubahas lebih detil di post selanjutnya ya. Kalau mau ke dua gereja ini mulailah dengan Katedral St. Isaac yang terletak di St. Isaac Square, lalu naik bus jalur 22 menuju Church of the Savior on the Spilled Blood yang berjarak 2 km dari St. Isaac. Bisa saja berjalan kaki, tapi... yakin sanggup menahan dingin dan kencangnya angin?
Melewati kanal dalam perjalanan; airnya berasal dari Sungai Neva |
Mataku langsung berbinar-binar ketika penampakan gereja sudah mulai terlihat dari jarak beberapa ratus meter. CANTIK BANGET! Gereja ini punya nama asli Church of the Resurrection of Jesus Christ namun lebih dikenal sebagai Church of the Savior on the Spilled Blood atau singkatnya "Church on the Blood". Gereja ini dibangun tepat di atas lokasi tragedi percobaan pembunuhan kelompok teroris People's Will terhadap Kaisar Alexander II pada tanggal 1 Maret 1881. Sang Kaisar terluka fatal hingga akhirnya meninggal 12 hari setelahnya. Pembangunan gereja diinisiasi oleh ahli waris, Alexander III dengan menggaet Archimandrite Ignaty dan Alfred Parland sebagai arsitek. Pembangunan dimulai pada tahun 1883. Bentukan gereja ini sama nyentrik dengan St. Basil's Cathedral di Moskow karena memang desainnya terinspirasi dari katedral tersebut.
"Chuch of the Resurrection of Jesus Christ" adalah nama aslinya |
Sayang sekali kami tidak masuk ke dalam gereja, padahal banyak lukisan dan mosaik indah terukir di dalamnya. Kami cukup puas berfoto di depannya, lalu melanjutkan perjalanan untuk brunch sebelum kemudian bertolak ke Pushkin.
PUSHKIN
Perjalanan ke Pushkin dapat ditempuh dengan kereta bawah tanah alias metro. Ini kali perdana bagi kami untuk menjajal metro St. Petersburg karena most tourism spots di kota ini biasanya lebih mudah dicapai dengan bus. Kami berangkat dari Nevsky Prospect St. dengan tujuan Kupchino St., tempat Dima akan menunggu dengan mobil pribadinya. Sebenarnya ada stasiun Pushkin St. yang berada lebih dekat dengan jantung kota Pushkin, hanya saja Kupchino St. lebih dekat dengan rumah Dima.
To get to Pushkin from St. Petersburg, you can take a suburban train from the Vitebsk Station to Pushkin Station, and then take buses 371 or 382 to the park gates. Alternatively, numerous marshrutka minibuses (K-286, K-287, K-299, K-342) run from Moskovskaya Ploshchad, next to Moskovskaya Metro Station. Bear in mind that, during rush hour, the road to Pushkin regularly suffers appalling traffic jams. - source St. Petersburg's official site
Di stasiun Kupchino, drama "saling mencari" terjadi selama 15 menit. Bang Adi lupa wajah Dima, Dima pun tak ingat lagi bentuk muka Bang Adi. Paslah ya kan. Ditambah lagi tidak ada meeting point yang convenient di stasiun ini, jadi harus menggunakan patokan yang abstrak seperti, "Gedung tinggi berwarna abu-abu di seberang jalan"; padahal ada 5-6 gedung sejenis itu di sepanjang jalan seberang stasiun.
"Bang! Kok bau-baunya kayak si Dima ya itu?" bisikku ke Bang Adi sambil memerhatikan sesosok laki-laki tinggi tegap dengan mantel gelap yang sedari tadi menelpon sambil celingukan. Betul saja, dialah orangnya. Dima langsung meruntuhkan seluruh ke-nyinyir-anku terhadap orang Rusia. Dia senyum, readers! Beneran tersenyum lebar macem turis-turis yang senang menyapa, atau mencari orang untuk ditanyakan arah jalan. Senyum manis lah pokoknya. Akhirnya, ada juga orang Rusia yang tahu caranya tersenyum. Ku terharu.
Singkat cerita, Dima membawa kami ke flat mungilnya, bertemu dengan Natalie dan gadis kecilnya yang masih berusia 1 tahun 4 bulan (oke jujur aja aku lupa nama Si Kecil Cantik ini). Kami bercerita banyak, mulai dari flashback petualangan Dima-Natalie-Bang Adi di India, pekerjaan Dima-Natalie sebagai airport ground staff, kerinduan mereka untuk punya rumah di daerah pedesaan, hingga pengakuan Dima bahwa orang Rusia memang tak suka tersenyum.
Sudah sengaja makan siang di awal agar tak merepotkan Dima-Natalie, eh kami tetap disajikan homemade food oleh Natalie dalam porsi lumayan banyak. Namanya "blini" (блины atau блинчики/blinchiki), pancake khas Rusia yang dibuat secara tradisional dari tepung gandum atau buckwheat. Bentuknya tipis kurang lebih mirip roti cane. Blini biasanya disajikan dengan sour cream, butter, caviar, kali itu kami memakannya dengan yoghurt dan selai stroberi. Pokoknya ini enak, readers. Tak perlu menanyakan siapa yang makan paling banyak. 💪
Dima dan Natalie kemudian mengajak kami melihat ikon utama kota Pushkin: Catherine Palace di daerah Tsarskoe Selo. Kawasan ini dulunya merupakan tempat tinggal Tsar dan Tsarina Rusia, tak heran namanya "Tsarskoe Selo" yang berarti "The Tsar's village" alias pemukiman raja. Nama ini terus digunakan sebagai nama asli kota sampai kemudian digantikan di tahun 1937 menjadi "Pushkin", bentuk penghargaan Pemerintah kepada penyair terkemuka Rusia, Alexander Pushkin.
Tak cukup hanya mengisi perut-perut kelaparan kami, Dima dan Natalie bahkan membayarkan tiket masuk untuk kami! Sekali lagi, pandanganku tentang orang Rusia yang jutek dan tak acuh dipatahkan oleh suami-istri keren ini. Thanks, guys! (HTM Catherine Park = 120 RUB / Rp30 ribu) FYI, entrance Tsarskoe Selo ini gratis bagi pengunjung berusia di bawah 16 tahun dan ibu dengan bayi/balita. Pantas saja banyak pasutri atau single mom yang berkeliling taman sambil mendorong stroller. Aku ikhlas deh jadi Ibu Rumah Tangga asalkan tinggalnya di Pushkin 🙈
Entrance fee untuk masuk ke dalam Istana Katarina sendiri sebesar 720 RUB atau sekitar Rp175 ribu. Itu pun kita harus rela mengantri panjang jika sedang holiday season. Menurut Bang Adi, di dalam istana terdapat Gold Room -- tujuan utama kebanyakan turis yang rela mengantri lama. Tidak kurang dari 100 kg emas digunakan untuk pendirian dinding-dinding megahnya dan pembangunan patung-patung di lotengnya.
Harus menyiapkan tenaga maksimal untuk keliling istana seluas ini |
Entrance fee untuk masuk ke dalam Istana Katarina sendiri sebesar 720 RUB atau sekitar Rp175 ribu. Itu pun kita harus rela mengantri panjang jika sedang holiday season. Menurut Bang Adi, di dalam istana terdapat Gold Room -- tujuan utama kebanyakan turis yang rela mengantri lama. Tidak kurang dari 100 kg emas digunakan untuk pendirian dinding-dinding megahnya dan pembangunan patung-patung di lotengnya.
The Palace was built as a summer retreat for Catherine and 100 kilograms of gold were used to gild the sophisticated stucco façade and numerous statues erected on the roof. In front of the palace is a great formal garden. The interior rooms (especially the amber room), furnishings and gold inlays are way over the top with extravagance. It makes one wander how the aristocracy could live this way when ordinary people starved from lack of food. - source TripAdvisor
Hari sudah mulai beranjak sore, sehingga kami putuskan untuk cukup mengeksplor area luar Tsarskoe Selo saja. Area luar ini adalah "Catherine Park", taman seluas 107 hektar yang terbagi atas Old Garden dan English Garden dengan dibatasi danau luas. Sudah bahagia kok dengan hanya mengelilingi taman tanpa masuk ke dalam istana, banyak paviliun dan pemandangan memukau tersebar di Catherine Park.
Berikut ini beberapa potret keceriaan kami selama eksplorasi Catherine Park. Jangan salahkan aku ya kalau nantinya kalian langsung berhasrat mencari tiket ke St. Petersburg setelah melihat keindahan taman ini 😆
Langsung pengen berumah tangga ya... |
Menjauh sedikit dari megahnya Istana Katarina, kami menemukan dua buah danau buatan yang saling berhadapan (Mirror/Cascade Pond), menyisakan jalan setapak di tengah-tengahnya. Di danau yang sebelah kanan terdapat bangunan mungil berwarna kuning menarik, namanya The Upper Bathhouse. Sampai pertengahan abad 19, paviliun ini digunakan sebagai area berendam keluarga kerajaan sebelum hancur akibat Perang Dunia. The Upper Bathhouse telah direstorasi dan kini digunakan untuk temporary exhibitions.
A sculpture in Old Garden |
The Upper Bathhouse dan pantulannya di Mirror Pond |
Bangunan selanjutnya adalah Cameron Gallery yang menjadi rumah bagi banyak koleksi patung dan ukiran kerajaan. Namanya berasal dari sang arsitek Charles Cameron, orang Skotlandia yang diundang datang ke Rusia tahun 1780 khusus untuk membangun "an ancient house" sebagaimana permintaan Ratu Katerina. Galeri ini berada di sayap kanan istana dan dapat dikenali dari ciri khas tangga kembar di depan bangunannya. Dari ketinggian gedungnya kita bisa melihat luasnya The Great Pound yang tampak teduh dan sejuk di bawah teriknya sinar matahari.
Overlooking The Great Pound dari gedung Cameron Gallery |
The Great Pound |
Terletak tepat di tepi danau The Great Pound berdiri sebuah paviliun menarik yang langsung sukses memikat hati sejak pandangan pertama, namanya "The Grotto". Bentuk paviliun yang unik dalam gaya baroque dengan dominasi warna biru dan putih sungguh sedap dipandang. The Grotto dimaksudkan untuk menjadi tempat bersantai saat hari-hari musim panas. Biasanya Sang Ratu atau anggota keluarga kerajaan lain duduk-duduk santai di paviliun ini sambil memandangi danau.
The Grotto dari kejauhan |
Tampak dekat paviliun The Grotto |
The Great Pond di depan paviliun The Grotto |
Penasaran mau tahu seberapa jauh kami melangkah mengelilingi Catherine Park? Cus klik di sini untuk lihat bird's eye view area taman. Dari ketinggian aja udah indah banget view-nya, apalagi yang kami lihat langsung. Eits, tapi bonus kaki encok dan pegal juga lumayan mengurangi kenikmatan pesiar sih hahaha.
Bonus foto: Chelsea Islan versi KW |
Sebenarnya ada satu tempat wisata terkenal lagi tak jauh dari Tsarskoe Selo, yaitu Pavlovskiy Park. Ada Pavlovsk Palace (Павловский дворец) di sana yang pernah menjadi tempat tinggal Grand Duke Paul, putra dari Catherine the Great. Tapi sudah terlalu sore bagi kami jika ingin ke sana. Readers yang berencana main ke Pushkin, bisa banget mengunjungi dua tourism spots ini dalam sehari, asalkan berangkat pagi dari St. Petersburg.
Selesailah sudah kunjungan kasih di Pushkin. Terima kasih banyak Dima dan Natalie untuk keramahannya, sungguh kalian banyak mengubah pandanganku terhadap orang Rusia.
Udah bisa nih say! |
Perjalanan pulang ke St. Petersburg kembali kami tempuh dari Kupchino St. selama 30 menit ber-metro. Namun, sebelum kembali ke Hotel Stasov kami putuskan singgah lagi ke Church on the Blood. Masih belum puas dengan hasil foto tadi pagi karena cahaya matahari yang redup. Lihat saja hasil foto di bawah ini, kece kaaaan?
Sekian dulu cerita hari ke-6 Russia Trip. Malam ini kami akan stay di hotel saja dan packing untuk kepulangan besok. Huwaaaah harus pulang banget nih? :( 3 hari di St. Petersburg benar-benar sangat kurang, kalau bisa dibikin 3 bulan aja ya.
Readers mohon bersabar menanti cerita hari ke-7 dimana kami akan menaklukkan St. Petersburg dari ketinggian 101.5 meter, berolahraga menaiki 262 anak tangga, dan berjalan lebih dari 10.000 langkah berkeliling Winter Palace. Makasih udah mampir!
to be continued...
***
Readers... kayaknya sepulang dari Rusia aku akan punya lifegoal baru: menjadi istri Tsar kaya-raya dan membuat pesawat jet pribadi yang berlapis emas berlian demi untuk keliling dunia. Mohon doa restunya.
↠ List Russia Trip stories:
0 testimonial:
Post a Comment